Minta Tunda Eksekusi PTDH, FMARI Curhat ke DPRD

Wacana.info
Wakil Ketua DPRD Sulbar, Munandar Wijaya. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--Forum Marwah ASN Republik Indonesia (FMARI) Sulawesi Barat meminta petunjuk DPRD terkait permohonan penundaan keputusan Pemberhentian Tidak denfan Hormat (PTDH) di provinsi ke 33 ini.

PTDH sendiri merupakan konsekuensi langsung dari surat keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 182/6597/SJ Nomor 15 Tahun 2018.

FMARI sendiri dalam 'curhatannya' ke DPRD menilai, pemerintah provinsi mesti menunda proses PTDH tersebut. Pasalnya, sejak tanggal 10 Oktober 2018 telah didaftarkan uji materi UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, pasal 87 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan d pada Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

Menurut mereka, sebelum Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan soal uji materi di atas, pemerintah provinsi Sulawesi Barat khususnya idealnya tak melakukan PTDH itu. Sembari menunggu proses hukum di Mahkamah Konstitusi.

Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat, Munanadar Wijaya mengaku bakal membawa persoalan ini dalam pertemuan khusus di lembaga legislatif itu. Menurut Munanadar, pemerintah provinsi memang harus menunggu proses hukum yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi.

"Merekan kan belum diberhentikan, sementara ada gugatan dari mereka yang merasa dirugikan yang dimasukkan ke MK. Nah secara hukum, ini kan lagi berproses, belum ada keputusan hukum yang inkracht. Apakah surat keputusan bersama itu memang berlaku sesuai dengan hasil putusan MK atau tidak karena sampai hari ini, proses hukum itu masih berlangsung di MK," kata Munandar usai menerima beberapa perwakilan FMARI di kantor Gubernur Sulawesi Barat, Selasa (8/01).

Dalam waktu dekat, legislatior Gerindra itu mengaku akan membicarakan hal ini dalam rapat-rapat di internal DPRD.

"Hemat saya selaku pribadi dan akan kita bicarakan secara kelembagaan, termasuk dalam RDP, yah kita meminta jangan dulu ada sikap, eksekusi atau pemecatan sebelum ada keputusan yang inkracht. Jangan sampai kita mendahului pemecatan orang, tiba-tiba hasil putusan MK menyatakan bahwa gugatan mereka diterima, otomatis keputusan bersama itu batal demi hukum," sambung dia.

"Kira-kira, akan bagaimana nanti resikonya kalau nanti misalnya mereka dipecat, lalu gugatannya diterima. Kan sangat lucu kalau mereka dikembalikan lagi. Sehingga sikap yang terbaik menurut saya adalah sebelum dilakukan pemecatan, kita tunggu dulu hasil dari MK. Atas nama pimpinan, ini kita akan tindaklanjuti paling tidak RDP dengan teman-teman untuk mendengarkan apa yang menjadi keluh kesahnya," pungkas Munandar Wijaya.

Untuk diketahui, setidaknya terdapat 23 PNS di lingkup pemerintah provinsi Sulawesi Barat yang akan terdampak langsung dari diberlakukannya dari surat keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Kepala Badan Kepegawaian Negara tersebut. Jika PTDH benar-benar dieksekusi, maka semua hak mereka selaku PNS maupun pensiunan PNS secara otomatis  akan dicabut. (Naf/B)