Kisah Pilu Eksodus Asal Mamasa, Kemana Pemerintah ?

Wacana.info
Potret Pengungsi Asal Mamasa yang Bertahan di desa Pokkang, Mamuju. (Foto/Lukman Rahim)

MAMUJU--Mata Novita menatap kosong, saat dengan tenangnya ia di pangkuan Sarce sang nenek. pikirannya seperti tak bertemu dengan pertanyaan, kenapa ia dan keluarganya bisa sampai di sini ?.

Ratusan kilometer Novita yang kini berusia empat tahun itu dan kakanya, Angel meninggalkan rumah, teman-temannya dan tanah lapang tempatnya bermain menghabiskan hari.

Sudah dua pekan lamanya Novita bersama kedua orang tuanya, kakeknya Tandi Kalu dan Neneknya asal desa Taupe, kecamatan Mamasa, berada di pengungsian di desa Pokkang, kecamatan Kalukku, Mamuju karena gempa yang seolah tak kenal henti menggoyang bumi kondosapata itu.

Novita bersama ratusan jiwa lainnya harus rela tidur di rumah warga. Saat waktu makan tiba, mereka akan berkumpul di aula Gereja Toraja-Mamasa yang ada di sana.

Bersama teman seusianya, Yusran dan Kanzgie Ghagharin Madika yang baru berumur dua bulan, mereka masih bertahan hidup dan ters berharap uluran tangan dermawan.

Dari pengaku Sarce, suara gemuruh dari bawah tanah saat gempa terjadi membuat masyarakat berhamburan. Berlomba meninggalkan rumah mereka.

"Gemuruh, baru goyang saya itu jalan sempoyongan," katanya sambil menggerakkan badannya, mencontohkan kejadian yang dialaminya.

Pengungsi umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Sebagian laki-laki telah kembali ke rumah masing-masing untuk menjaga harta benda yang ditinggalkan.

"Ada yang rumahnya dibobol orang, gabahnya diambil, makanya yang laki-laki banyak kembali," ujar Ketua Majelis Jemaat Gereja Romelius saat WACANA.Info mendatangi lokasi pengungsian, Selasa (20/11).

Bencana tidak boleh menghilangkan keceriaan Novita dan anak-anak Mamasa lainnya. Mereka wajib dibantu sebagai bentuk hakikat seorang manusia.

Namun miris. Hingga dua minggu mereka mengungsi, bantuan dari pemerintah, baik kabupaten maupun provinsi tak kunjung mereka rasakan. 

Mereka makan seadanya, sayur nangka muda pun harus ditelan menjadi lauk, teman makan nasi mereka.

"Itu untuk penghematan, karena sampai saat ini baru tiga dusun yang membantu," sebut Romelius.

Untuk menyiapkan makanan, warga desa bergantian untuk memasak. Mereka pun berkreasi mensiasati agar makanan lebih nikmat untuk disantap.

"Kita masak nasi juga nasi goreng," kata salah seorang warga yang ikut memasak. (Keto/A)