PKS Sudah Instruksikan Coret Bacaleg Eks Koruptor, Syamsir Ngaku Belum Dapat Pemberitahuan Resmi

Wacana.info
Ilustrasi PKS. (Foto/Net)

MAMUJU--Polemik seputar larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri pada Pemilu 2019 mendatang sudah bergulir sejak beberapa waktu lalu. Mahkamah Agung (MA) akhirnya memutus uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang dianggap sebagai pemicu utama polemik tersebut.

Dalam putusannya MA akhirnya membolehkan eks koruptor untuk nyaleg, sebab PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur tentang larangan mencalonkan bagi narapidana korupsi itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Sejumlah pengurus inti di tubuh PKS sebelumnya telah menginstruksikan agar pengurus di daerah 'parta dakwah' itu agar mencoret Bacalegnya yang merupakan eks koruptor. Beberapa statement para petinggi PKS yang menyuarakan instruksi di atas bahkan tekah berseliweran di beberapa media kenamaan.

Dikonformasi seputra instruksi PKS tersebut, Ketua DPD PKS Mamuju, Syamsir mengaku dirinya tak sekalipun menerima perintah di atas baik secara lisan maupun tertulis.

"Saya sampai saat ini belum menerima secara tertulis maupun lisan terkait instruksi itu," ungkap Syamsir kepada WACANA.Info, Sabtu (16/09).

Putusan MA atas uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 di atas sesungguhnya juga dirasakan langsung oleh DPD PKS Mamuju. Pasalnya, salah seorang jagoan PKS Mamuju atas nama Maksum Dg Mannassa ditetapkan oleh KPU sebagai Bacaleg Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Alasannya, ia diketahui pernah menyandang status narapidana untuk kasus korupsi yang dengan tegas dilarang untuk mencalonkan diri seperti tertuang dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

Belakangan, Bawaslu Mamuju dalam keputusan yang diambil dalam proses penyelesaian sengketa Pemilu yang diajukan PKS Mamuju, memerintahkan KPU untuk mengakomodir Maksum Dg Manassa ke dalam Daftar Calon Sementara (DCS). Alasannya, itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Seantero negeri pun sempat dibuat gaduh oleh ketidaksinkronan antara PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 di atas. Hingga MA pun bersikap lewat putusan yang telah diuraikan di atas.

Dikutip dari Kompas.com, Sekjen PKS, Mustafa Kamal menegaskan bahwa partainya telah mencoret nama-nama bakal calon anggota legislatif dari partainya yang pernah menjadi terpidana kasus korupsi.

"Kami sudah mencabut ya semua nama-nama yang terindikasi jadi pelaku korupsi pada masa lalu," ujar Mustafa. Mustafa mengatakan, pihaknya akan melakukan verifikasi ulang jika ada berkas bacaleg yang lolos pendaftaran ke KPU sebelum ditetapkan dalam daftar caleg tetap (DCT). 

Ia menuturkan, PKS berkomitmen untuk tidak mencalonkan mantan koruptor sebagai anggota legislatif. 

"Kalau masih ada data-data yang ternyata lolos, kami akan verifikasi ulang karena kami berkomitmen untuk tidak mencalonkan eks koruptor. Kalau dari data internal kami sudah tidak ada," kata Mustafa.

Masih dari Kompas.com, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menjelaskan, partainya telah mencoret nama-nama bacaleg yang terindikasi pernah menjadi terpidana kasus korupsi. Menurut Mardani, Dewan Pimpinan Pusat PKS telah memerintahkan seluruh dewan pimpinan daerah untuk menelusuri dan mencoret seluruh nama bacaleg mantan koruptor.

Mardani menegaskan, sejak awal PKS menolak untuk mencalonkan bacaleg mantan narapidana kasus korupsi. Selain itu, kata Mardani, PKS mematuhi PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

"Dari awal PKS menolak, tidak memasukkan napi koruptor sebagai caleg, tegas. Karena kami menghargai PKPU, karena PKPU ini merupakan langkah maju untuk menghasilkan Pemilu berkualitas. Kami setuju dengan PKPU," begitu kata Mardani Ali Sera.

Diakui Syamsir, pihaknya sama sekali belum menerima instruksi DPP PKS untuk menghapus Bacaleg mantan narapidana korupsi, baik lisan maupun tulisan. Ia pun menduga, statemen petinggi PKS di atas hanya diperuntukkan bagi Bacaleg DPR RI, bukan DPRD provinsi atau kabupaten.

"Yang banyak beredar di media itu untuk calon DPR RI. Itu yang kami yakini. Karena saya, sampai saat ini belum mendapatkan penyampaian resmi baik itu secara tertulis, atau secara lisan," tutup Syamsir. (Naf/A)