Polemik Pembagian PI, Ratusan Warga Majene Gelar Aksi di DPRD Sulbar
MAMUJU--Ratusan warga Majene yang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Majene menggelar aksi unjuk rasa di kompleks gedung DPRD Sulawesi Barat, Senin (16/07). Aksi itu merupakan buntut polemik pembagian Participating Interest (PI) pengelolaan Migas di blok Sebuku.
Aparat keamanan yang sempat menghadang barisan massa aksi saat hendak masuk ke halaman gedung DPRD Sulawesi Barat, akhirnya memberi lampu hijau ke massa aksi untuk masuk ke halaman utama gedung DPRD dengan jaminan keamanan.
"Di sebelah (Gubernur Sulawesi Barat) selalu bilang 'malaqbi'. Seharusnya hari ini tidak perlu ada keributan. Makanya kami datang ke sini, kami perwakilan dari seluruh kecamatan yang ada di Majene. Kami ingin memperjuangkan hak kami," tegas Anggota DPRD Majene, Adi Ahsan saat hendak memasuki halaman utama gedung DPRD Sulawesi Barat.
Puas menggelar orasi selama beberapa saat, beberapa perwakilan massa aksi pun diterima untuk berdialog dengan para anggota DPRD Sulawesi Barat. Plt Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat, Arman Salimin, dan tiga anggota DPRD Sulawesi Barat lainnya; Sukri Umar, Yahuda Salempang, dan Anfi Irfan menerima tuntutan massa aksi untuk berdialog.
Lembaga legislatif itu juga mengundang perwakilan dari pihak eksekutif yang pada kesempatan itu menhadirkan Kepala Biro Tata Pemerintahan provinsi Sulawesi Barat, Abdul Wahab Hasan Sulur, Kepala Dinas Perhubungan, Khaeruddin Anas, serta Tenaga Ahli Gubernur, Maenunis Amin.
Suasana Aksi Unjuk Rasa yang Digelar Alinasi Masyarakat Majene di Luar Gedung DPRD Sulbar. (Foto/Mursyid Syathir)
"Susah ini, karena kita selalu berjalan secara sendiri-sendiri. Tidak pernah kita sejalan untuk urusan ini. Dengan bgitu, yakin saja, bakalan deadlock ini barang. Kita tidak akan pernah nikah kalau kita jalan sendiri-sendiri. Kami harap, pemerintah provinsi dan pemerintah Majene itu marilah kita duduk bersama. Sampai hari ini, belum sekalipun kita diundang untuk membicarakan hal ini secara bersama-sama," urai Adi Ahsan dalam kesempatan dialog yang digelar di salah satu ruang rapat di gedung DPRD Sulawesi Barat.
Dalam dialog tersebut, para perwakilan massa pun mendesak DPRD Sulawesi Barat agar mampu mengambil peran sebagai fasilitior antara kepentingan pemerintah kabupaten Majene dan apa yang selama ini disuarakan oleh Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar dalam hal pembagian PI tersebut.
"Perda pembentukan BUMD penerima PI ini sama sekali tidak mencantumkan kepemilikan saham. Padahal harusnya Majene itu punya saham sebesar 50 Persen. Kami ingin mendesak kepada DPRD agar Perda ini juga mengakomodir kepentingan Majene. Kemudian setelah kami kaji, Perdanya juga tidak jelas mengatur bagaimana keterlibatan Majene dalam menyeleksi susunan Direksi atau tim Pansel penentuan Direksi di BUMD itu. Ini harusnya jelas diatur dalam Perda, tidak ngambang dan tidak kabur," sumbang salah satu perwakilan massa aksi lainnya, Irfan Syarif.
Polemik pembagian PI pengelolaan Migas di blok Sebuku memang telah bergulir sejak beberapa waktu terakhir. Semuanya bermula saat Gubernur Ali Baal Masdar menyuarakan mekanisme pembagian PI yang dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
"Kami sudah diskusikan ke Kementerian ESDM, ke SKK Migas. Tafsir pembagian PI itu sudah selesai di MoU. Tidak ada lagi tawar menawar di situ. Makanyua kami kaget waktu Pak Gub ingin membagi sesuai dengan keinginannya sendiri. Posisi Gubernur itu tidak bisa menganulir kesepakatan di Istana Wapres," tegas Sukri Umar.
Tentang konten Perda pendirian BUMD penerima PI yang tidak mencantumkan klausul kepemilikan saham, atau sistem pembagian PI, Sukri, pria yang juga ketua Pansus Ranperda pendirian BUMD penerima PI itu mengaku, pihaknya terkendala oleh aturan yang diperoleh dari pihak Kementerian Dalam Negeri.
"Bahkan kami harus jujur, bahwa pembahasan di Pansus itu juga berkembang rencana bahwa harus daerah lain juga mendapatkan bagian. Tapi informasi yang kita peroleh dari konsultasi ke ESDM dan SKK Migas, rupanya itu tidak boleh. Semuanya jelas, Majene dam pemprov itu sama rata," begitu kata Sukri Umar. (Naf/A)