Lebih Dekat dengan Kondisi Feri Mini, Legislator Mamuju Ini Masuk Lewat Jendela Kapal

Wacana.info
Feri Mini, Alat Transportasi Menuju Kepulauan Bala Balakang Bersandar di Pelabuhan Kasiwa, Mamuju. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--Pemerintah kabupaten Mamuju telah merampungkan pengerjaan feri mini; kapal berukuran besar yang dibuat sebagai sarana transportasi bagi warga kecamatan kepulauan Bala Balakang. 

Sayangnya, kondisi kapal yang telah bersandar di pelabuhan Kasiwa, Mamuju itu masih menyisakan beragam pertanyaan.

Kualitas material kayu yang dianggap kurang bagus, serta sejumlah bagian kapal yang terlihat telah rusak, belakangan menjadi perhatian publik.

Mendengar informasi tersebut, anggota DPRD Mamuju, Hapisah Ayyub pun berkesempatan meninjau langsung kondisi feri mini itu. WACANA.Info, bersama salah satu wartawan harian Radar Sulbar menemani Hapisah untuk lebih dekat dengan feri mini yang dimaksud.

Anggota DPRD Mamuju, Hapisah Ayyub Melihat Langsung Kualitas Kayu untuk Lantai Feri Mini. (Foto/Manaf Harmay)

Dari kejauhan, tak ada yang ganjil dari kapal berwarna dasar biru itu. Namun setelah masuk ke sejumlah ruangan kapal, barulah bermunculan sejumlah permasalahan yang ada. 

Material kayu yang digunakan sebagai lantai kapal tampak telah kusam, bahkan ada di beberapa bagian kapal yang lantainya terlihat keropos dan lembab. Ada juga di bagian lambung sisi luar kapal yang tampak sudah mengelupas. Bahkan ada satu kaca jendela kapal yang sudah dalam kondisi pecah.

Saat hendak memasuki ruangan utama dalam kapal tersebut, Hapisah, legislator Hanura itu terpaksa harus memanjat jendela. Lantaran pintu utama yang ada di kapal terkuci, akhirnya Hapisah dan kami berdua pun terpaksa mengambil jalan pintas.

Kondisi tak jauh beda juga terlihat di ruangan utama di atas feri mini tersebut. Lantai kapal juga tampak kusam dan keropos. Plafon yang terbuat dari tripleks yang terpasang di ruang utama kapal juga sudah terlihat keropos. Genangan air yang ada di ruang mesin juga menimbulkan pertanyaan tersendiri, meski di sana dilengkapi mesin pompa air.

Ada Genangan Air di Ruang Mesin Feri Mini. (Foto/Manaf Harmay)

"Wah, bahaya ini kapal. Tidak aman ini. Kami akan bicarakan secara serius kondisi kapal ini dengan pemerintah. Kita akan panggil Dinas Perhubungan untuk menjelaskan kondisi feri mini ini," kata Hapisah sambil sesekali mengabadikan kondisi kapal dengan smartphone yang ia bawa.

"Awalnya saya tidak percaya kalau kondisi kapalnya seperti ini. Tapi setelah saya lihat langsung, wah memang bahaya ini. Sangat tidak layak untuk dioperasikan ini. Apalagi mau dipakai untuk mengangkut penumpang ke Bala Balakang. Dengan kondisi kapal seperti ini, justru bisa mengancam keselamatan penumpang kalau begini," cetusnya.

Hapisah Ayyub Mendokumentasikan Sejumlah Sisi yang Dianggap Bermasalah di Atas Feri Mini. (Foto/Manaf Harmay)

Hapisah mendesak pemerintah agar segera meminta penjelasan dari pihak perusahaan penyedia kapal itu terkait kondisi fisik feri mini tersebut. Sebab menurutnya, besarnya anggaran yang dihabiskan untuk pengadaan kapal, tidak sebanding dengan kualitas feri mini yang kini telah tersedia.

"Yang jelas, saya tidak setuju kalau misalnya pemerintah mengeluarkan anggaran lagi untuk membenahi kapal ini. Karena, anggarannya kemarin itu kan sudah cukup besar, masa harus kita keluarkan anggaran lagi untuk ini barang ?. Tidak boleh. Ini harus kita audit pihak pelaksana proyeknya. Kalau saya, ini kapal sebaiknya ditenggelamkan saja," tegas Hapisah.

Tak berselang lama, orang yang mengaku sebagai penjaga feri mini itu pun datang. Awalnya ia mempertanyakan aktivitas kami di atas kapal tersebut. Namun setelah mengetahui kalau kehadiran kami-wartawan dan anggota DPRD- ingin melihat kapal, ia pun sedikit memberi penjelasan.

"Itu karena air hujan," kata dia saat ditanya soal genangan air di ruang mesin itu.

Kaca Jendela Feri Mini yang Sudah Pecah. (Foto/Manaf Harmay)

Dikutip dari rilis media yang dibagikan Humas pemerintah kabupaten Mamuju awal Januari 2018 lalu, peroses pengerjaan feri mini itu dilakukan di Sumare, Mamuju. Rusman, salah seorang pekerja kapal tersebut mengaku, ia dan beberapa pekerja kapal yang juga penduduk asli Sumare lainnya baru pertama kali membuat kapal berukuran besar. 

“Apabila ada lagi proyek pembuatan kapal dalam kapasitas besar, saya harapkan bisa menggunakan tenaga pekeraja dari Sumare ini. Tidak perlu jauh-jauh memanggil pekerja dari luar,” tutur Rusman.

Masih dari rilis Humas pemerintah kabupaten Mamuju, kapal tersebut menelan anggaran senilai 1.764.464.000. Kapalnya sendiri diklaim mampu mengangkut 200 orang penumpang dengan menggunakan bahan bakar harian 1.000 liter dan 2.000 liter bahan bakar cadangan. (Naf/A)