Pemerintah Impor Beras, Petani Kian Menjerit
POLMAN--Rencana pemerintah untuk mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam dianggap bakal membuat beban petani di daerah kian berat.
Kebijakan tersebut dipredikis bakal berdampak pada kondisi petani yang kian miris. Ketua Prodi Agroteknologi, Unasman, Harli Karim menganggap, membuka kran impor justru akan berdampak luas.
"Salah satu penerima dampak yang paling besar adalah petani. Tidak bisa dihindari, impor beras akan mempengaruhi harga gabah di tingkat petani. Akibatnya, terjadi kerugian dialami oleh jutaan petani yang menggantungkan hidup di sektor pertanian khususnya petani sawah," kata Harlim, Kamis (25/01).
Ia menjelaskan, selama ini, para petani masih diresahkan oleh harga gabah yang rendah. Meski pemerintah sudah menetapkan harga, namun sering dijumpai harga tersebut tidak sampai di tingkat petani dengan berbagai alasan.
"Harga tersebut tidak seimbang dengan pengeluaran yang mereka lakukan. Biaya produksi tidak bisa dikontrol. Meski subsidi pupuk tetap dilakukan, namun belum mampu menekan biaya produksi tanaman padi," sambungnya.
Lebih lanjut, Harli menjelaskan, produksi padi bukan hanya pupuk tapi biaya yang lain yang tidak terkontrol. Satu diantaranya adalah biaya pemeliharaan seperti pestisida.
"Harga setiap tahun meningkat tanpa ada kontrol dari siapapun termasuk pemerintah," cetusnya.
Seperti diberitakan, pemerintah berencana untuk mengimpor beras sebanyak 500.000 Ton dari Thailand dan Vietnam akhir Januari ini. Kekwatiran pemerintah soal timbulnya inflasi di tahun 2018 menurut Harli sungguh tidak mendasar.
"Perlu keakuratan data antara stok dan tingkat konsumsi beras. Ini biasanya berbeda antara lembaga-lembaga yang ada. Menurut saya keinginan pemerintah membuka kran impor perlu dipertimbangkan. Bukan hanya inflasi yang menjadi alasan, tapi dampak yang ditimbulkan perlu diperhitungkan. Kalau terpaksa dilakukan, harus ada jaminan tidak merugikan petani. Khususnya petani kecil di pedesaan," tutup Harli Karim. (Keto/B)