Dewan Tersandera

Wacana.info
Suhardi Duka. (Foto/Istimewa)

Oleh: Dr. H Suhardi Duka 

(Ketua DPD Demokrat Sulawesi Barat)

Tersangkanya empat pimpinan DPRD provinsi Sulawesi Barat secara subtansi, lembaga ini tersandera. Tidak lagi memiliki energi dan semangat untuk menciptakan keseimbangan kekuatan eksekutif dan legislatif. 

Di lain sisi, bila kedua lembaga ini (eksekutif dan legislatif) berjalan seimbang dan saling melengkapi dan mengontrol, maka kondisi daerah akan lebih positif dan dinamis.

Tersanderanya DPRD maka diduga kontrol tidak akan efektif. Boleh saja Anggota Dewan menjadi penurut, dan kehilangan gairah kontrol. Jika iya, akhirnya akan menjadi 'tukang stempel' pengesahan sebagaimana DPRD di zaman orde baru.

Untuk hal ini saya ingin ingatkan pendapat 'Lord Ackton' yang menyebut, kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang tidak dikontrol mutlak korup.

Apakah hal itu dinginkan atau sengaja diciptakan ?.

Banyak kepentingan yang bermain di dalam. Ada kekuatan yang ingin mengubah dengan cara cepat tapi terkendala dengan sistem lama yang telah tertanam dan sulit dirubah. Di lain sisi, koalisi yang baru terbangun tidak terkomunikasi dan terpelihara serta tidak terdistribusi dengan baik. 

Ditambah lagi isu-isu miring membuat prasangka yang berlebihan sehingga campur baur ala konservatif di tengah zaman now. 

Untuk situasi ini, saya ingin mengutip pendapat Sheikh Rasyid (sheik ini adalah pendiri negara UEA bersama dengan Sheikk Zayed) 'Wether you are a deer or a lion, you have to run fast to survive'. Begitu katanya. 

Sebagai rusa anda harus bisa berlari cepat untuk menghindari kejaran pemangsa. Sebagai singa, andapun harus mampu berlari cepat untuk memburu mangsa. 

Jika tidak, entah anda akan menjadi mangsa, atau tidak memperoleh mangsa. Keduanya punya akibat yang sama.

Sheikh Rasyid dan Sheikh Zayed paham betul akan kondisi dunia dimasa datang. Dimana posisi negaranya saat itu (1968) sebagai pangeran yang berpendidikan barat. Keduanya pun sepakat untuk menyatukan dua kerajaan yaitu sheikh Rasyid penerus Emir Dubai dan Sheikh Zayed penerus tahta Abu Dhabi. Keduanya membangun satu negara baru dan modeen yang sekarang kita kenal Uni Emirat Arab ( UEA ).

Apa yang membuat kedua pangeran ini ingin melebur negara miliknya (kerajaannya) menjadi satu negara moderen yg menjadi milik rakyat ?.

Satu alasannya adalah 'ketulusan'. Keduanya tahu ke depan kompetisi semakin keras, pencaplokan negara besar terhadap negara kecil dan lemah sangat mudah terjadi. Keduanya tidak ingin menjadi mangsa, keduanya ingin rakyatnya hidup sejahtera dan sejajar serta aman seperti bangsa lainnya. Terbukti tahun 1971 terbentuk UEA dan kerajaan-kerajaan di sekitarnya juga ikut bergabung seperti Sharjah, Ajmah, Fujairah dan lainnya. 

Dan ini lah Uni Emirat Arab saat ini. Negara yang sangat berpengaruh lagi disegani. Kaya, moderen serta aman (ini pure konservatif di zaman now).

Selanjutnya di Sulawesi Barat, adakah kita memiliki niat yang sama seperti kedua sheikh di atas dalam membangun koalisi?.

Niatnya yakin ada. Tapi memang koalisi itu seperti telur di atas tanduk. Tak dijaga dan dibangun atas dasar ketulusan, maka telurnya bisa jatuh dan pecah. 

Bila pecah, maka pengikutpun akan terbelah, curiga menjadi santapan di pagi hari atas laporan di sekeliling dan mengambil kesempatan. Menjadi tidak jelas mana kawan dan mana lawan. Bahkan kawan menjadi lawan.

Saya mempunyai pengalaman membangun koalisi. Bagi saya, tidak sulit untuk membangun dan berjuang di awal. Yang sulit memang adalah mempertahankan dan menjaga agar terus terdistribusi dengan baik semua kepentingan. 

Bagi saya, ditinggalkan oleh koalisi menjadi pengalaman yang berharga. Pada akhirnya akan terbentuk koalisi baru, karena di Sulawesi Barat, kekuatan politik belum bisa berjalan one man show, tetap dibutuhkan teman. Teman yang sebenarnya, bukan teman temanan.
Pandailah kita membaca masa depan seperti kedua sheikh di atas. Dari sisi mana kita tertinggal dan potensi apa yang kita miliki. 

Semoga saja ke empat pimpinan DPRD yang dalam proses hukum mau menelan sendiri pahitnya kemitraan antara legislatif dan eksekutif. Sebab apabila tidak, maka yakin proses hukumnya akan berlanjut.

Karena APBD bukan DPRD yang menyusun dan menetapkan sendiri, pasti bersama-sama dan disepakati dengan eksekutif.

Demikianpun tataran implementasi, bukan pada DPRD saja, tapi pada eksekutif. Artinya penetapan APBD adalah kerjasama kedua lembaga sebagaimana diataur dalam peraturan perundang undangan. (*)


Batik Air, 15 November 2017

S D K