Budaya Patriarki Jadi Faktor Penghambat

Wacana.info
Pendidikan Kepemimpinan Perempuan Komunitas. (Foto/Fitrah)

MAMUJU--Kecenderungan mengutamakan laki-laki daripada perempuan telah mengakar kuat di masyarakat. Hal tersebut tak bisa disangsikan lagi. 

Seperti yang terus terjadi khususnya bagi warga di desa Guliling, desa Pokkang, desa Pammulukang dan kelurahan Bebanga Kecamatan Kalukku, kabupaten Mamuju. Tentunya, hal tersebut menjadi faktor penghambat kemajuan.

Dalam kegiatan bertajuk Pendidikan Kepemimpinan Perempuan Komunitas yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembangunan Hijau Mamuju (KPHM), puluhan peserta turut hadir di Aula Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan & Kehutanan (BP3K) Kecamatan Kalukku, Mamuju. 

Mereka yang hadir adalah perwakilan dari organisasi kelompok wanita tani, kelompok hutan tanaman Rrakyat, dan gabungan kelompok tani.

Di hadapan mereka, narasumber Riani Dimas menyampaikan materi tentang peran dan kesetaraan gender. Setiap peserta menyimak dengan serius. 

Riani menjelaskan, masih kuatnya budaya patriarki dan tafsir sepihak atas dalil agama acapkali meminggirkan kelompok perempuan dari ekses terhadap sumber daya alam.

Hal itu benar dirasakan oleh ketua kelompok wanita tani Desa Guliling, Ritawati. Ia mengatakan, dalam budaya patriarki saat ini, peran perempuan seringkali diposisikan lebih rendah karena dianggap tidak mampu melakukan perubahan. 

"Seringkali perempuan dianggap tidak bisa memimpin," ungkap Ritawati Jumat lalu.

Bukan hanya Ritawati saja. Jumriah, salah satu peserta lainnya juga merasakan hal serupa. 

Namun, tidak demikian dengan Kirnayana, warga desa Pamulukang. Ia lebih mengkhawatirkan tentang peran perempuan sebagai ibu rumah tangga ketika mendapat akses untuk memimpin dan mengelolah sumber daya alam.

"Sebagai ibu, saya khawatir sama (pertimbuhan) anak," ucap ibu tiga orang anak ini. Kirnayana hanyalah seorang dari mayoritas peserta pelatihan yang berpendapat senada. 

"Anak tidak ada yang mengawasi," sambung peserta lainnya.

Dalam pelatihan pendidikan kepemimpinan perempuan tersebut, sejumlah kekhawatiran muncuat ke permukaan. Antara lain, hak-hak perempuan atas pengelolaan sumber daya alam, stigma dan peran sentral perempuan dalam rumah tangga, serta lemahnya kapasitas perempuan dalam berorganisasi.

Kordinator Outcome Leader 3, KPHM, Khaeruddin, menjelaskan, tujuan dari pelatihan ini selain untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kritis bagi perempuan, juga untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam berorganisasi.

Juga dimaksudkan untuk melahirkan kader perempuan yang mampu melakukan perubahan ditingkat komunitas, dan meningkatkan pengetahuan tentang aturan yang mendukung perempuan dalam memperjuangkan hak dan keadilan. (*/Naf)