Ragam Kecam Iringi KPU yang Akhirnya Buka Kotak Suara

Wacana.info
Buka Kotak Suara di Majene. (Foto/Adi)

MAMUJU--Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya membuka kotak suara, Selasa (14/03). Persiapkan alat bukti guna menghadapi sidang Perselisihan Hasil Pemilukada di Mahkamah Konsitusi (MK) jadi alasan pembenaran KPU saat memutuskan membuka dokumen yang telah bersifat rahasia tersebut.

Sesal, kritik serta kecaman iringi langkah KPU yang membuka kotak suara. Salah satunya datang dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Barat.

Ketua Bawaslu Sulawesi Barat, Busran Riandi menegaskan, membuka kotak suara hanya bisa dilakukan jika MK mengeluarkan perintahnya. Selama MK belum memerintahkan membuka kotak suara, maka pihak manapun dan dengan alasan apapun, kotak suara tak boleh dibuka.

"Sebaiknya pembukaan itu atas perintah MK. Kalau tetap dilakukan, tentu kami melakukan pengawasan. Dan kemungkinan besarkami tidak akan bertandatangan dalam berita acara pembukaan kotak suara tersebut, karena itu bukan perintah MK. Panwaslu kabupaten juga sudah melayangkan surat peringatan ke KPU kabupaten," tutur Busran via pesan singkat.

Benar adanya. Bawaslu Sulawesi Barat memang telah melayangkan surat peringatan ke KPU terkait rencana buka kotak suara itu. Lewat surat peringatan bernomor 048/K.Bawaslu Prov.SR/PM.00.00/III/2017, Bawaslu telah mewanti-wanti KPU sebelum melakukan aksi buka kotak.

"Bahwa rencana pembukaan kotak suara sebaiknya dilakukan setelah mendapat perintah dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan Perselisihan Hasil Pemilihan," begitu bunyi poin nomor 5 pada surat yang ditandatangani langsung Busran Riandi tersebut.

Masih dalam surat peringatan yang sama, Bawaslu juga berharap agar tujuan KPU dalam membuka kotak suara tidak hanya mendapatkan data terkait model C-KWK, model C1-KWK, dan lampirannya sebagaimana format keterangan tertulis yang ditandatangani oleh Ketua KPPS.

"Tetapi juga diharapkan dapat mengakses sejumlah data, seperti model C7-KWK merupakan daftar hadir pemilih di TPS, model A4-KWK merupakan daftar pemilih pindahan, model A5-KWK merupakan surat keterangan pindah memilih di TPS lain, model A.Tb-KWK untuk mencatat nama-nama pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih dalam DPT, namun memenuhi syarat yang dilayani penggunaan hak pilihnya pada hari dan tanggal pemungutan suara dengan menggunakan KT elektronik, atau surat keterangan, model D1-KWK; tanda terima penyampaian surat pemberitahuan (model C6-KWK) yang tidak terdistribusi, serta model D2-KWK; hasil rekapitulasi pengembalian formulir model C6-KWK yang tidak terdistribusi dari setiap TPS dalam wilayah kelurahan/desa dalam Pemilukada," jelas Bawaslu di salah satu poin dalam surat peringatannya.

Setali tiga uang. Tim hukum SDK-Kalma juga menyesalkan tindakan KPU yang membuka kotak suara meski tanpa perintah MK. Nasrun Natsir, tim hukum SDK-Kalma menilai, langkah KPU yang akhirnya membuka kotak suara adalah bentuk inkonsistensi penyelenggara Pemilukada itu terhadap semua proses yang telah ditetapkannya.

"Ini jelas bentuk inkonsistensi KPU terhadap keputusannya sendiri. Bagaimana mungkin teman-teman KPU membuka kotak suara tanpa ada perintah dari MK," sebut Nasrun.

Dijelaskan Nasrun, KPU hanya boleh membuka kotak suara jika masa sidang di MK telah memasuki tahapan pembuktian, tentu dengan terbitnya perintah MK untuk membuka kotak suara demi alasan pembuktian.

"Saat ini kita baru ada di sidang pendahuluan. Belum ada agenda pembuktian dari MK. Kotak itu hanya bisa dibuka jika sidang telah memasuki tahap pembuktian. Jadi aneh, jika KPU terlalu dini membuka kotak suara," tegas Nasrun Natsir.

Seperti diberitakan, Izin untuk membuka kotak suara terebut didasarkan pada pasal 71 PKPU Nomor 11 Tahun 2015 tentang Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, sebagai mana telah diubah dengan PKPU Nomor 15 Tahun 2016 tentang perubahan atas PKPU Nomor 11 Tahun 2015 tentang Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
 
Serta telah dicatatnya permohonan Perselisihan Hasil Pemilukada Sulawesi Barat 2017 dengan nomor registrasi 13/PHP.GUB-XV/2017 pada hari Senin tanggal 13 Maret 2017.

Di surat yang diterbitkan KPU Sulawesi Barat pada tanggal 13 Maret tersebut juga disebutkan beberapa ketentuan dalam proses pembukaan kotak suara. Diantaranya, berkoordinasi dengan Panwas kabupaten dan Kepolisian setempat dalam pelaksanaan pembukaan kotak suara. Mengeluarkan formulir yang digunakan sebagai alat bukti di persidangan, menggadangkan formulir yang yang digunakan sebagai alat bukti di persidangan, memasukkan kembali formulir asli yang telah selesai digandakan ke dalam kotak suara dan dikunci/digembok seperti semula. Serta membuat berita acara pembukaan kotak suara yang ditandatangani oleh Ketua KPU kabupaten dan Panwaslu kabupaten.

Bersamaan dengan penyampaian pembukaan kotak suara tersebut, KPU Sulawesi Barat juga melampirkan salinan permohonan Perselisihan Hasil Pemilukada dengan nomor registrasi 13/PHP.GUB-XV/2017. 

KPU kabupaten juga diminta untuk melaporkan tindak lanjut pelaksanaan buka kotak suara ke KPU Sulawesi Barat.

Surat penyampaian yang dikeluarkan KPU tersebut diketahui bernomor 178/KPU-Prov-033/III/2017. Lengkap dengan bubuhan tandatangan Komisioner KPU Sulawesi Barat atas nama Ketua KPU Sulawesi Barat, Nurdin Passokkori.

Komisioner KPU Sulawesi Barat, Mursalim menjelaskan, meski tak mendapatkan perintah dari MK untuk membuka kotak suara, namun merujuk ke PKPU Nomor 11 Tahun 2015, pihaknya mesti membuka kotak untuk melengkapi alat bukti di persidangan Perselisihan Hasil Pemilukada Sulawesi Barat yang resmi bergulir di MK.

"Di PKPU Nomor 11 Tahun 2015 jelas dimuat tentang aturan untuk KPU membuka kotak suara. Itu untuk keperluan melengkapi alat bukti. Masalahnya, semua alat bukti yang dimaksudkan itu ada di dalam kotak suara, jadi kami harus membukanya," jelas Mursalim.

Di Pasal 71, PKPU Nomor 11 Tahun 2015 memang dijelaskan aturan KPU dalam membuka kotak suara. Ayat 1 di Pasal 71 disebutkan, KPU dapat membuka kotak suara untuk mengambil formulir yang digunakan sebagai alat bukti dalam penyelesaian hasil pemilihan. 

Sementara di ayat 2 dijelaskan tentang beberapa ketetntuan KPU dalam membuka kotak suara.

Beberapa kentutan yang dimaksud ialah berkoordinasi dengan Panwaslu dan pihak kepolisian, mengeluarkan formulir, sebagai alat bukti, menggandangkan formulir, memasukkan kembali formulir lalu dokunci kembali, melegalisir fotokopi dokumen, dan membuat berita acara yang ditandatangani pihak KPU dan Panwaslu.

"Di situ jelas. Karena kami telah menerima salinan materi gugatan Perselisihan Hasil Pemilukada dari MK, maka untuk melengkapi alat bukti di persidangan, kami harus mengambilnya dari dalam kotak suara," sebut Mursalim. (A/Naf)