Sidang Alat Kesehatan, Saksi: Beda Barang yang Direncanakan dengan Barang yang Diadakan
MAMUJU--Proses persidangan kasus tindak pidana korupsi proyek pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Regional Sulawesi Barat terus bergulir. Hari ini, Selasa (1/11), majelis hakim tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Mamuju kembali menggelar sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Dua saksi kembali didudukkan di hadapan majelis hakim untuk didengar keterangannya pada sidang dengan dua terdakwa sekaligus yakni, mantan Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, Dominggus D.sariang dan anggota panitia lelang proyek pengadaan alat kesehatan, Jefriansyah.
Secara bergantian, majelis mendengarkan keterangan dua saksi. Yang pertama, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek pengadaan alat kesehatan, dr. Suparman, pria yang juga mantan Direktur Rumah Sakit Regional Sulawesi Barat, serta Catur selaku Ketua Panitia Lelang proyek tersebut.
Dalam kesaksiannya, dr. Suparman mengaku tak tahu sama sekali perihal proses pengadaan barang berupa alat kesehatan tersebut. Selaku KPA, ia hanya membahas tentang jenis alat kesehatan yang harus diadakan untuk kemudian dilelang.
"Saya sama sekali tidak tahu tentang proses tender dan lelangnya. Selaku KPA, saya hanya memberi gambaran perihal jenis barang berserta spesifikasi barang yang harus diadakan dan saya berikan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," ungkap Suparman.
Suparman menyebut, adanya perbedaan jenis barang hasil pengadaan dari proses lelang antara yang ia rencanakan dengan barang yang diadakan. Mulai dari jenis dan merk, Suparman mengatakan terdapat ketidaksesuaian.
"Merk-nya beda, jenisnya juga ada perbedaan. Spesifikasinya saya tidak tahu persis. Yang jelas, beda barang yang diadakan dengan apa yang sebelumnya telah kita rencanakan," sambung Suparman.
"Harga yang digunakan untuk pengadaan baranganya disesuaikan dengan harga yang tercantum di Rencana Anggaran Biaya (RAB). Tapi barang yang diadakan tidak sesuai dengan perencanaan kita," tambahnya.
Hal itu yang belakangan menjadi sebab musabab munculnya dugaan tindak pidana korupsi pada proyek yang menelan anggaran tak kurang dari Rp. 5 Milyar di Tahun 2013 tersebut. Suparman juga mengaku sama sekali tidak punya hubungan apa-apa dengan pihak di balik PT Khitan Fadhilla Pratama selaku pemenang tender.
Sementara itu, saksi lainnya Catur lebih banyak bercerita soal tekhnis pelaksanaan lelang dan tender proyek pengadaan alat kesehatan tersebut. Ia mengungkap soal ketidakaktifannya dalam proses lelang lantaran kala itu dirinya telah memasukkan surat cuti untuk tidak aktif dalam proses lelang dan tender pengadaan alat kesehatan.
"Waktu itu memang saya sedang tidak ada di tempat. Jadi, saya tidak tahu persis bagaimana proses lelangnya berlangsung. Saya telah memasukkan surat cuti karena keinginan saya untuk mendampingi isteri yang sedang sakit. Harapan saya, waktu itu, saya tidak lagi diposisikan sebagai ketua panitia lelang," ungkap Catur.
Kasus ini mendapat perhatian khusus di mata publik. Nama Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh yang disebut-sebut terlibat dalam kasus ini menjadi penyebabnya.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, nama Anwar muncul di dalam surat dakwaan Dominggus D.Sariang. Di sana disebutkan, bahwa sebelum pelelangan pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Regional, Awaluddin M Hatma melakukan pertemuan dengan Abdul Gafur Muhammad Albar alias Fery, Suwardie Koeshadi selaku pelaksana PT Khitan Fadhilla Pratama, Ramadhan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Catur Prasetyo selaku Ketua Panitia Lelang pengadaan alat kesehatan di Makassar.
Dalam pertemuan tersebut, dilakukan perhitungan keuntuangan dan diketahui bisa mencapai Rp. 1,3 Milyar. Selanjutnya, mereka bersepakat untuk memberikan Rp. 600 Juta kepada Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh jika kegiatan tersebut telah rampung
Di hadapan majelis hakim, Catur dengan gamblang membantah hal tersebut. Ia menyebut pertemuan di Makassar hanya dihadiri oleh dirinya, bersama Ramadhan serta Abdul Gafur Muhammad Albar. Ditanya soal peran Awaluddin M Hatma, Catur mengaku sama sekali tidak tahu.
"Saya bertemu di Makassar bersama Ramadhan selalu PPK. Pertemuan tersebut untuk membahas soal tekhnis lelang pengadaan alat kesehatan. Ternyata, waktu di Makassar, Ramadhan juga bersama Abdul Gafur yang waktu itu mengaku berminat untuk ikut dalam proses lelangnya. Saya tidak tahu soal nama Awaluddin itu," jelasnya.
Meski tak kenal dengan sosok Awaluddin, Catur mengaku dirinya pernah bertemu dengan pria yang hingga kini masih buron tersebut. Sepemahaman Catur, Awaluddin ialah orang dekat dari Anwar Adnan Saleh.
"Saya kenal dengan beliau. Setahu saya, dia sering ke Rujab Gubernur. Semacam sekretaris pribadi Pak Gubernur begitu," ungkapnya.
Mengetahui namanya dikait-kaitkan dengan proyek pengadan alat kesehatan, Anwar dengan tegas membantahnya. Pada sebuah kesempatan, ia menyebut, namanya sengaja dicatut untuk memuluskan bermacam urusan pada proses pengerjaan pengadaan alat kesehatan tersebut.
"Saya sama sekali tidak pernah menerima uang apapun dari hasil pengadaan itu. Saya sama sekali tidak tahu soal itu. Saya menduga, ada yang memang dengan sengaja mencatut namanya saya untuk memperlancar pengerjaan proyek yang dimaksud," tegas Anwar belum lama ini.
"Memang benar, mereka bersepakat memberikan uang itu. Tapi apakah saya menerimanya ?. Saya tegaskan, saya sama sekali tidak pernah menerimanya," tegas Anwar dalam sebuah kesempatan.
Sidang kasus tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Regional Sulawesi Barat rencananya akan dilanjutkan pekan depan. Agendanya masih sama, seputar mendengarkan keterangan saksi. (A/Naf)