HUT Sulbar ke-20; Menyulam Kata, Merayakan Dua Dekade

Laporan: Rusman Rusli
MAMUJU--"Peringatan hari jadi tak selamanya mesti digelar dengan cara yang gegap gempita. Malam ini kita akan membawa kegegapgempitaan itu ke dalam hati dan sanubari kita melalui penyair-penyair yang sebentar lagi akan tampil,". Hal itu disampaikan Farid Wajdi, salah satu inisiator kegiatan dengan tema 'resonansi 20 tahun Sulawesi Barat' yang digelar di aula Marasa Corner, kompleks kantor gubernur Sulawesi Barat, Senin (2/09) malam.
Secara bergantian, para penulis, pemerhati budaya dan sastrawan yang sempat hadir, tampil membacakan puisi. Di hadapan para pemerhati sastra yang sempat hadir, sederet puisi yang sebagian besar memuat pesan tersirat di hari jadi Provinsi Sulawesi Barat yang ke-20 itu pun dilantangkan.
Nama-nama seperti Adi Arwan Alimin, Suparman Sopu, Abdul Samad, Nursalim Majid jadi sederet nama yang tampil dengan berbait puisi yang dibacakannya. Termasuk kepala dinas perpustakaan dan arsip daerah Kabupaten Mamuju, Muhammad Fauzan yang ikut terlibat, tentu dengan puisi yang dibacakannya.
'Menyusuri Jejak Kata'. Adalah judul puisi yang ditulis dan dibacakan langsung oleh Adi Arwan Alimin. Dalam berbait puisi itu, Adi Arwan seolah membeberkan transformasi fisik dan sosial yang dialami Sulawesi Barat dalam dua dekade terakhir.
"Di tanah yang dulu sepi, kini suara kita berkobar. Di jalan-jalan yang berdebu, kini langkah kita menari. Dua puluh tahun yang lalu, kita hanya bisa membayangkan, hari ini kita bisa merasakannya," ujar Adi Arwan dengan muluk yang khas.
Adi Arwan Alimin. (Foto/Uchok)
'Resonansi 20 tahun Sulawesi Barat' malam itu merupakan event yang diinisiasi oleh sekelompok pemerhati seni dan sastra yang menamakan diri 'Rumah Puisi Sulawesi Barat'. Farid Wajdi yang juga Kepala BPSDM Sulawesi Barat itu menilai, aktivitas kesenian dan dunia sastra harus mendapat tempat tersendiri di tengah pergumulan sosial masyarakat.
"Apalagi di momentum 20 tahun provinsi Sulbar. Saya kira ini penting untuk kita laksanakan secara terus menerus. Bagaimana agar generasi kita bisa menjelajahi kehidupan dan pengalaman manusia dari berbagai sudut pandang. Seni dan sastra memiliki kekuatan untuk menggugah empati kita sebagai masyarakat. Hal yang seolah mulai pudar di tengah pergaulan sosial di masyarakat," Farid Wajdi menutup. (*/Naf)