Obituari

'Bunuh Diri Kelas' Seorang Aswan Achsa

Wacana.info
Aswan Achsa. (Foto/Facebook)

Oleh: Dr. Syamsurijal Adhan (Pembina Gusdurian Sulampapua)

Jika ada seorang senior di PMII yang saya anggap melakukan bunuh diri kelas, maka dialah kakak yang saya kenal bernama Aswan Achsa.  Disaat para aktivis (yang kita anggap sebagai kelas menengah) berebut jalan naik kelas, ia justru melipir ke pinggir membersamai anak-anak muda, generasi baru yang ia kader untuk menjadi pendamping orang-orang kecil. 

Saat seangkatannya bahkan kader-kadernya telah berada di jajaran elit politik, pejabat dan sebagian lagi jadi pemodal, ia justru turun ke bawah. Pulang kampung, membuat lembaga untuk menggerakkan anak muda  pendamping kaum marginal.

Apakah tak ada jalan bagi Kak Aswan untuk turut serta melakukan mobilisasi vertikal ?, meraih posisi istimewa yang diperlombakan mantan-mantan aktivis ?. 

Tentu saja jalan terbuka luas bagi dirinya.  Ia kenal dan dikenal oleh banyak aktivis nasional yang saat ini telah menjadi orang penting. Mudah saja baginya jika ingin menjadi bagian penting  politik elit di negeri ini, sekurang-kurangnya di daerahnya sendiri. Tetapi sejak semula kak Aswan memang telah menyiapkan dirinya untuk bunuh diri. 

Ya, bunuh diri kelas ala Aswan Achsa. Bunuh diri kelas ini saya tak perlu perumit dengan teori Amircal Cabral, Marxian dari Guinea Bissau. Sebutlah ini bunuh diri kelas khas Kak Aswan saja.

Sejak semula mengenalnya, saya sudah mengaguminya. Sebagai mahasiswa baru yang  ikut-ikutan ingin menjadi aktivis, deretan kosa katanya, tentang; 'melawan penindasan', pembebasan, orang pinggiran, advokasi dan seterusnya, telah membius saya. Corat coretnya di kertas plano atau di papan tulis di sebuah sekretariat sederhana di Rappocini kala melakukan analisis sosial membuat saya terperangah.

Tetapi yang paling mengesankan adalah sikapnya dan cara ia memberi ruang kepada para adik-adiknya. Terasa sekali kak Aswan selalu berupaya mendorong kadernya untuk melampaui dirinya.  Itulah yang terus dilakukannya baik ketika menjadi Ketua Cabang PMII Makassar, Direktur LAPAR hingga mendirikan LIAR di Polman.

Semakin lama saya semakin mengerti, kak Aswan seakan ingin berkata pada para kadernya; 'kalian harus melaju, bergeraklah ke tempat yang tinggi. Jadilah lebih pintar. Biar saya tetap di sini, bergerak dalam sunyi bersama para generasi baru'.

Dan hari ini. Ketika subuh menjelang. Saat gelap baru akan berganti terang, orang yang telah melakukan bunuh diri kelas demi adik-adiknya, demi generasi muda NU, dan demi orang-orang pinggiran itu telah pulang. Ia kembali ke negeri abadi. Ia sungguh-sungguh telah bergerak naik. Ia naik menemui Tuhan Yang Pengasih. Tuhan orang-orang lemah.

Selamat jalan kakakku Aswan Achsa... Innalillahi wa Innailaihi rajiun. (*)