Pemerintahan

Perguruan Tinggi, Garda Terdepan Cegah Konflik Sosial

Wacana.info
Herdin Ismail Saat Membuka Rakor Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan Provinsi Sulawesi Barat dalam Rangka Pencegahan Konflik Sosial dalam Pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--Pengawasan terhadap aliran kepercayaan dan aliran keagamaan di Provinsi Sulawesi Barat dalam rangka mencegah konflik sosial selama pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024 memerlukan pendekatan yang cermat dan kolaboratif. Herdin Ismail mengatakan, dalam pengawasan terhadap aliran kepercayaan dan aliran keagamaan di Provinsi Sulawesi Barat peran Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), PW. 
Muhammadiyah dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) memiliki peran yang sangat penting. 

Asisten Pemerintahan dan Kesra, Setda Provinsi Sulawesi Barat itu menilai, kerjasama antara MUI, NU, Muhammadiyah dan FKUB diharapkan dapat terjalin secara efektif dalam menjaga stabilitas keagamaan dan mencegah potensi konflik sosial utamanya selama pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024. Kata dia, pemahaman yang baik antarumat beragama dan pendekatan kolaboratif dari lembaga-lembaga ini akan menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kerukunan dan kedamaian di masyarakat.

"Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pengawasan aliran kepercayaan dan keagamaan diantaranya, penghormatan terhadap kebebasan berkeyakinan, perlindungan terhadap ancaman dan kekerasan, keseimbangan dan tidak diskriminatif, hukum dan regulasi. Memastikan bahwa setiap individu memiliki kebebasan berkeyakinan tanpa takut akan diskriminasi atau tekanan", ujar Herdin saat membuka Rakor pengawasan aliran kepercayaan dan aliran keagamaan Provinsi Sulawesi Barat dalam rangka pencegahan konflik sosial dalam pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024 yang digelar di salah satu hotel di kota Mamuju.

Yang juga tak kalah penting, sambung Herdin, peran perguruan tinggi yang idealnya mesti menjadi garda tedepan dalam upaya mencegah konflik sosial utamanya di tahun politik seperti saat ini. Menurut Herdin, kampus memiliki potensi besar dalam membentuk generasi yang toleran dan mampu berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat 
yang beragam namun tetap harmonis.

"Perguruan tinggi dapat menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan konflik sosial terkait aliran kepercayaan dan keagamaan dengan menyelenggarakan program pendidikan dan penyuluhan yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, pluralisme, dan penghargaan  terhadap keberagaman agama dan kepercayaan serta menyebarkan kegiatan keagamaan yang inklusif dimana semua mahasiswa dapat berpartisipasi tanpa adanya diskriminasi berdasarkan kepercayaan dan agama," begitu kata Herdin Ismail. 

Sulbar Peringkat Sepuluh, Turun Lima Tingkat dari Tahun 2022

Pada 13 November 2023 yang lalu, Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial (TIMDU PKS) tingkat nasional dalam hal ini Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Kemendagri telah melakukan evaluasi Rencana Aksi Daerah Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi se-Indonesia. Hasilnya, Sulawesi Barat berada pada peringkat ke sepuluh. 

Peserta Rakor Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan Provinsi Sulawesi Barat dalam Rangka Pencegahan Konflik Sosial dalam Pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024. (Foto/Istimewa)

Jika dibandingkan hasil evaluasi di tahun 2022 yang lalu, apa yang diraih Provinsi Sulawesi Barat tersebut jelas mengalami penurunan. Tahun 2022 yang lalu, hasil evaluasi Rencana Aksi Daerah Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi se-Indonesia mendudukkan Sulawesi Barat di peringkat ke lima.

"Provinsi Sulawesi Barat berada pada peringkat sepuluh dari 38 Provinsi se-Indonesia dan mengalami penurunan yang sebelumnya pada Tahun 2022 berada pada peringkat kelima. Hal ini disebabkan oleh kurangnya data dukung yang diberikan oleh penanggung jawab perencana aksi daerah dari Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi Sulawesi Barat" beber Plt. Kepala Badan Kesbapol Provinsi Sulawesi Barat Muhammad Yusuf Thahir dalam keterangan tertulis yang diterima WACANA.Info, Minggu (19/11) malam.

Dijelaskan Yusuf, arah kebijakan Rencana Aksi Daerah (RAD) penanganan konflik sosial tahun 2023 mendudukkan delapan RAD. Diantaranya rencana aksi bidang pencegahan konflik berjumlah lima RAD, rencana aksi bidang penghentian konflik sebanyak satu RAD, rencana Aksi Bidang Pemulihan Pasca Konflik berjumlah satu RAD, selebihnya terkait rencana aksi pemetaan kerawanan menjelang pemilu serentak tahun 2024.

"Dari delapan RAD penanganan konflik sosial, dua RAD tidak memenuhi target. Satu RAD yang mendekati target, dua RAD yang sesuai target dan dua RAD yang melebihi target," sambungnya.

Untuk meningkatkan capaian peringkat laporan rencana aksi daerah penanganan konflik sosial, Yusuf mengatakan, diperlukan pendekatan yang terencana dan terstruktur serta memerlukan keterlibatan aktif dan kolaboratif dari seluruh tim terpadu serta stakeholder terkait. Utamanya dalam mengimplementasikan langkah-langkah yang terukur serta berkelanjutan sesuai dengan rencana aksi daerah.

Yang menjadi fokus utama dalam hal penanganan konflik sosial tahun 2023 adalah pemetaan kerawanan menjelang Pemilu Serentak tahun 2024. Kata Yusuf, semua pihak mesti melakukan antisipasi, cegah dini dan deteksi dini terhadao berbagai bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024. Termasuk di dalamnya potensi konflik yang mesti mendapat perhatian serius seperti potensi konflik agraria.

"Mengatasi potensi konflik agraria memerlukan pendekatan inklusif dan berkelanjutan yang melibatkan pemerintah, masyarakat lokal, sektor swasta, dan pihak-pihak terkait lainnya. Penguatan hak-hak masyarakat lokal, dialog terbuka, dan pembangunan berkelanjutan dapat membantu mengurangi ketegangan dan mempromosikan keadilan dalam konteks agraria." masih oleh Yusuf.

Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 wajib mendapat atensi khusus dari semua pihak. Dikatakan Yusuf, even nasional harus mesti berjalan sebagaimana mestinya di Sulawesi Barat. Tanpa adanya konflik sosial di tengah masyarakat.

"Pemilu dan Pilkada serentak 2024 secara langsung diperkirakan juga akan menyerap energi politik masyarakat daerah, termasuk kelompok-kelompok kepentingan dan kelompok-kelompok politik di daerah. Penanganan konflik sosial harus dilaksanakan secara sinergi, terpadu dan terkoordinasi dengan seluruh tingkatan pemerintahan. Baik itu di tingkat nasional, tingkat provinsi, maupun tingkat kabupaten," tutup Muhammad Yusuf Thahir. (*/Naf)