IKP Pemilu 2024; Sulbar Kelas Menengah

MAMUJU--Bawaslu RI dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2024 melakukan pemetaan terhadap tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2024. Secara umum, Sulawesi Barat tercatat berada di urutan 18 dari 34 provinsi yang dipetakan Bawaslu RI. Bukan catatan yang buruk, tak elok pula untuk dibanggakan.
Berada di urutan 18, Sulawesi Barat memperoleh skor 43,44. DKI Jakarta merupakan provinsi dengan IKP tertinggi, dengan skor total 88.95. Disusul berturut-turut oleh Sulawesi Utara (87.48), Maluku Utara (84.86), Jawa Barat (77.04), dan Kalimantan Timur (74.04). Sementara lima provinsi dengan IKP terendah berturut-turut dari yang paling rendah adalah Bengkulu (3.79), Sulawesi Selatan (10.20), Nusa Tenggara Barat (11.09), Jambi (12.03) dan Kalimantan Barat (12.69).
Dalam penyusunan IKP Pemilu tahun 2024, Bawaslu RI mendudukkan empat dimensi utama. Masing-masing; dimensi konteks sosial politik, dimensi penyelenggaraan Pemilu, dimensi kontestasi, serta dimensi partisipasi. Tentu dengan sejumlah sub dimensi dan indikator yang juga telah ditentukan oleh lembaga pengawas Pemilu itu.
Pimpinan Bawaslu Sulawesi Barat, Hamrana Hakim mengatakan, IKP Pemilu tahun 2024 tersebut merupakan salah satu bekal utama bagi Bawaslu dalam melaksanakan setiap program kegiatannya. Menjadi peta sekaligus potret potensi kerawanan Pemilu, IKP sekaligus dapat dijadikan bahan dalam melakukan aksi preventif, mencegah terjadinya permasalahan pada pelaksanaan pesta elektoral itu.
IKP Tahun 2024. (Infografis/Bawaslu RI)
"Lebih kepada upaya kita dalam melakukan pencegahan agar sejumlah hal yang termuat dalam IKP itu bisa kita dihindari. Ini juga sekaligus jadi langkah preventif dari kami," beber Hamrana Hakim yang ditemui usai agenda publikasi hasil pengawasan penyusunan daftar pemilih yang digelar Bawaslu Sulawesi Barat di salah satu hotel di Mamuju, Kamis (16/11).
Karena IKP bersifat tematik alias terbagi dalam sejumlah dimensi, sub dimenasi serta indikator, Hamrana mencontohkan isu netralitas ASN. Menurutnya, isu netralitas ASN telah menjadi salah satu fokus utama dalam kerja-kerja Bawaslu di provinsi ke-33 ini.
"Misalnya terkait netralitras ASN. Nah teman-teman di kabupaten itu sudah semakin massif dalam melakukan sosialisasi. Terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat terkait isu netralitas ASN itu," begitu kata Hamrana Hakim.
Larangan Foto dengan Pose Tertentu bagi ASN
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bawaslu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Komisi ASN, serta Badan Kepegawaian Nasional BPKN telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
Dalah SKB tersebut dijelaskan larangan bagi ASN selama Pemilu 2024 untuk berpose menggunakan jari yang berpotensi menunjukkan dukungan kepada calon yang tertentu. Dikutip dari berbagai sumber, terdapat sepuluh pose foto yang tidak dianjurkan bagi ASN selama masa Pemilu 2024. Masing-masing; pose membentuk simbol hati ala Korea Selatan, pose dengan jempol ke atas, pose jari tangan berjumlah tiga, pose dengan jari metal, pose tangan membentuk pistol, pose tangan dengan mengangkat telunjuk, pose tangan angka dua, pose tangan membentuk telepon, pose memperlihatkan angka lima, pose membentuk simbol "ok" dengan tiga jadi diangkat.
Bukan hal yang mudah untuk memberi batasan bagi mereka para ASN dalam hal gaya berfoto. Bagi Mustari Mula, hampir semua pose yang terlarang di atas selama ini telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat umum, termasuk bagi ASN.
Kepala Dinas Kominfo, Persandian dan Statistik Provinsi Sulawesi Barat, Mustari Mula. (Foto/Lukman Rahim)
Terlepas dari itu, Kepala Dinas Kominfo, Persandian dan Statistik Provinsi Sulawesi Barat itu tetap berikhtiar dalam hal melakukan penegakan aturan berfoto bagi ASN itu. Sejumlah cara pun dilakukan untuk mensosialisasikan hal tersebut.
"Salah satu bentuknya adalah kami mensosialisasikannya dengan menyebarkan infografis itu kepada seluruh ASN, baik melalui sosial media mapun secara langsung lewat media luar ruang," ucap Mustari Mula kepada WACANA.Info.
Ala bisa karena biasa. Mustari Mula menggunakan istilah itu dalam hal pelarangan sejumlah pose berfoto di atas. Lantaran telah menjadi kebiasaan, sosialisasi terkait larangan itu wajib untuk dimassifkan.
"Karena saya misalnya kalau foto, kadang pakai jempol, sementara itu dilarang. Ada juga dengan gaya metal, padahal itu hanya gaya-gayaan saja. Ini kan sudah jadi kebiasaan, jangan sampai karena kebiasaan yang tidak kita sadari itu ternyata itu melanggar. Nah inilah yang kami terus sosialisasikan. Itulah tadi karena ala bisa karena biasa. Terbiasa teman-teman berfoto pake dua jari, atau pakai tanda jempol, atau menggunakan telunjuk, itu semua yang dengan gencar kami sosialisasikan ke teman-teman ASN melalui penyebaran infografis itu. Di beberapa OPD juga sudah diminta untuk membuat infografis sendiri, tentu dengan materi yang sama. Karena itu yang kita khawatirkan, kebiasaan berfoto dari teman-teman ASN," simpul Mustari Mula. (*/Naf)