HUT Korpri serta Tantangan Birokrasi Kita
MAMUJU--"ASN bukan orang yang harus dilayani, tetapi melayani seluruh lapisan masyarakat. Hendaknya melayani dengan ikhlas. Perkuat kerja sama dengan setiap komponen bangsa,". Itu disampaikan Sekprov Sulawesi Barat, Muhammad Idris dalam amanatnya di momomentum HUT Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) ke-51 Tahun yang dipusatkan di lapangan upacara kompleks kantor Gubernur Sulawesi Barat, Selasa (29/11) kemarin.
Idris yang Ketua dewan pengurus Korpri Sulawesi Barat itu pun kembali mengingatkan kepada seluruh pegawai di Sulawesi Barat tentang nilai semboyan 'BerAKHLAK' yang harus menjadi pegangan utama. Berorientasi pada pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, serta kolaboratif,
"Sebagaimana tema HUT Korpri tahun ini, Korpri melayani berkontribusi dan berinovasi untuk negeri," ucap Muhammad Idris seperti dikutip dari berita.sulbarprov.go.id.
Sekprov Sulbar, Muhammad Idris saat Memimpin Upacara HUT Korpri. (Foto/berita.sulbarprov.go.id)
Tantangan Birokrasi di Sulbar
Mesin birokrasi yang mendudukkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai nahkoda utamanya seperti berjalan, berputar pada persoalan adminitrasi alias administration-centred program. Belum menyentuh persoalan dasar serta urgen. Akademisi STAIN Majene, Nurul Islam menilai, kondisi tersebut berlaku lantaran penentuan program tak didasari pada data atau riset yang menjadi kebutuhan akan perubahan dan perbaikan.
"Di satu sisi, birokrasi kita terhambat pada penentuan sumber daya manusia yang handal di bidang tertentu untuk memenuhi posisi-posisi pengambilan kebijakan, baik di level eselon II hingga eselon II atau IV. Tidak didasari pada sistem merit," ucap Nurul Islam kepada WACANA.Info, Rabu (30/11).
Sistem merit, kata Nurul, adalah salah satu metode penentuan sumber daya manusia dalam pengelolaan ASN dengan melihat kualifikasi, kompetensi dan status kinerja seseorang sebagai pertimbangan utama dalam pengelolaan SDM dalam organisasi atau institusi. Fungsi seseorang dalam menduduki jabatan penting dilihat dari latar belakang atau profil yang bersangkutan.
"Bisa dilihat dari latar belakang pendidikan, pengalaman dan prestasinya. Dalam konteks komunikasi organisasi, pertimbangan fungsi atas pengetahuan dan pengalaman seseorang sangat penting. Sebab kedua-keduanya harus memenuhi. Bukan hanya sisi latar pendidikan atau sebaliknya hanya pengalaman saja," sambung dia.
Bagi Nurul Islam, ada hal yang menjadi penghambat sekaligus celah peluang dalam sudut pandang positif. Yakni penentuan jabatan lebih condong pada faktor keterlibatan politik praktis. Menurutnya, faktor tersebut menjadi menghambat dalam artian negatif sebab akan menciptakan sekat antarelemen SDM. Kecuali jika menggunakan pertimbangan politik praktis kepada seseorang yang memiliki latar pendidikan yang qualified dan kapabel, serta didukung dengan pengalaman yang luas dan ragam, maka hal itu perlu dipertimbangan.
Upacara HUT Korpri di Lapangan Upacara Kantor Gubernur Sulbar. (Foto/berita.sulbarprov.go.id)
"Hal yang tidak boleh adalah bila salah satu SDM mengikuti seleksi lelang jabatan dan tidak obyektif dalam artian latar belakang dan pengalaman dari sistem merit di atas diabaikan, maka hal itu yang akan menimbulkan banyak sisi negatif. Tidak sedikit fakta yang kita temui," bebernya.
Hal lain yang masih menjadi problem di 'semesta' birokrasi saat ini adalah pola komunikasi organisasi antar SDM yang ada dalam struktur kelembagaan. Berlaku secara vertikal maupun horizontal.
"Hal ini perlu dibangun. Sederhananya, menunjukkan respek atas satu sama lain, atau antarindividu dengan individu yang lain," sebutnya.
Bangunan komunikasi yang baik antar SDM atau antar instansi, masih Nurul Islam, akan sangat membantu dalam hal upaya pemenuhan setiap target kinerja di masing-masing lembaga. Sebab salah satu pemicu konflik di tengah masyarakat adalah kurangnya interaksi satu sama lain.
"Coba kita liat, kita orang sering berinteraksi namun pada konteks lain terjadi jarak. Mengapa demikian ?. Kadang kala kita berfikir, orang bertetangga saling cekcok, kok bisa yah padahal berdekatan secara fisik. Salah satu penyebabnya yakni kurangnya interaksi secara soft," papar Nurul.
Nurul berharap, pola komunikasi yang terbangun di internal birokrasi menggunakan pendekatan interpersonal communication dalam melihat konteks komunikasi organisasi pemerintahan. Saling respect secara positif, menghindari hal negatif serta menghilangkan ekses seperti kecenderungan untuk saling mengalahkan.
"Hal itu akan menciptakan gap. Dan secara psikologi sosial, akan tercipta perilaku jumawa satu sama lain. Ketika ini terjadi, pola interaksi mulai terkikis. Ujunganya para ASN itu tak mampu menggerakkan birokrasi secara maksimal utamanya dalam membumikan fungsi pelayanan kepada masyarakat," Nurul Islam menutup.
Jangan Cuma Kejar Out Put, Out Come juga Penting
Transparansi. Satu hal yang menurut akademisi Unsulbar, Muhammad, jadi poin penting untuk terwujud secara nyata di birokrasi khususnya di Sulawesi Barat. Pemenuhan azas transparansi, kata dia, dapat meminimalisir terjadinya praktek ilegal di birokrasi, KKN misalnya.
"Pastikan informasi yang sifatnya dapat, apalagi harus, itu dibuka seluas-luasnya. Bahwa masyarakat, publik punya akses yang mudah untuk memperoleh informasi terkait Kinerja birokrasi kita. Selain dapat meminimalisir terjadinya praktek KKN, memastikan keterbukaan informasi di birokrasi juga sangat baik dalam kaitannya bagaimana mengukur capaian kinerja birokrasi kita," terang Muhammad.
Ilustrasi. (Foto/Net)
Masih oleh Muhammad, aktor birokrasi saat ini mesti punya kemampuan untuk lebih adaptif lagi dengan perkembangan zaman. Cara-cara konvensional dalam menjalankan, mengesekusi program dan kegiatan hendaknya lebih mengakomodir kebutuhan zaman yang putarannya kian cepat. Bukan sekadar berburu out put semata.
"Jangan dalam mengesekusi porgram kegiatan itu sebatas selesai laporan pertanggung jawabannya, ada pesertanya, ada dokumentasinya, lalu selesai begitu saja. Yang mesti dikejar kalau menurut saya adalah efek jangka panjang dari program kegiatan tertentu. Out come-nya pun mesti dipastikan. Bukan hanya out put saja," simpul Muhammad, pakar politik dan pemerintahan itu. (Naf/A)