Rapor Merah Pendidikan Politik pada Kader Parpol di Sulbar
MAMUJU--Setidaknya ada lima indokator dengan perolehan skor terendah dalam paparan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Sulawesi Barat tahun 2021. Seperti yang diuraikan dalam data BPS Sulawesi Barat, kelima indikator dengan 'rapor merah' itu masing-masing; (1) kebebasan berkumpul, berekspresi, berserikat, dan berpendapat antarmasyarakat, (2) kebebasan berkumpul, berekspresi, berserikat, berpendapat, dan berkeyakinan dalam setiap kebijakan, (3) netralitas penyelenggara Pemilu, (4) transparansi anggaran dalam bentuk penyediaan informasi APBN/D oleh Pemerintah, serta (5) pendidikan politik pada kader partai politik.
Lima Indokator dengan Skor Terendah IDI Sulawesi Barat tahun 2021. (Foto/Data BPS Sulbar)
Skor IDI Provinsi Sulawesi Barat tahun 2021 seperti yang dirilis BPS ada di angka 71,30 (disimpulkan dalam kategori sedang). Untuk diketahu, dalam menentukan indeks IDI tersebut, BPS mengambil tiga poin utama sebagai aspek dalam mengukur IDI. Ketiga aspek yang dimaksud diantaranya; kebebasan dengan skor 67,24 (sedang), kesetaraan 81,75 (tinggi), serta kapasitas lembaga demokrasi yang memperoleh skor 62,80 (sedang).
Untuk aspek kebebasan, BPS mendudukkan tujuh poin indokator yang sebagian besar memperoleh skor sedang. Aspek kesetaraan yang oleh BPS disimpulkan sebagai aspek dengan capaian tertinggi terdiri dari tujuh indokator yang ditentukan. Serta aspek kapasitas lembaga demokrasi; aspek dengan capaian terendah pada IDI Sulawesi Barat dengan delapan indikatornya.
Skor IDI Sulbar Tahun 2021 Ada di Kategori Sedang. (Foto/Data BPS)
Dari lima indokator terendah seperti yang diuraikan di atas, pendidikan politik pada kader partai politik jadi yang paling rendah. 'Hanya' memperoleh skor 10,00.
"Poin dari IDI ini adalah bagaimana kita memiliki cermin mengenai kemajuan demokrasi di daerah kita. Poin kualitatifnya adalah bagaimana daerah kita ini bisa lebih maju lagi. Ukuran kemajuannya adalah berfungsinya lembaga-lembaga politik," ujar Sekda provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Idris usai membuka Rakor penguatan IDI tahun 2022 di salah satu hotel di kota Mamuju, Jumat (26/08).
"Seharusnya lembaga politik itu bisa bekerja lebih banyak lagi. Parpol mesti memaksimalkan aspek pendidikan politik itu dapat berjalan. Bantuan keuangan itu kan cuma menstimulan saja, bagaimana membangun keinginan untuk memajukan lembaga-lembaga itu, termasuk proses kerjanya," begitu kata Muhammad Idris.
Pentingnya Kesadaran Bersama
"Kalau Kesbang, bukan hanya berada pada ruang indokator itu. Tapi sebenarnya dari indikator itu ada kesadaran bersama dari OPD atau instansi atau stakeholder yang memiliki kesadaran bersama agar indokator itu bisa meningkat. Apa yang menjadi ujungnya, itu adalah bermuara pada soal stabilitas daerah kita,". Hal itu disampaikan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sulawesi Barat, Herdin Ismail.
Menurut Herdin, skor IDI Sulawesi Barat yang masuk kategori sedang itu membutuhkan kesadaran dari semua pihak. Kebersamaan, kata Herdin adalah sebuah keniscayaan demi memperbaiki atmosfer demokrasi di provinsi ke-33 ini.
"Kalau menurut hemat saya, butuh kebersamaan untuk lebih meningkatkan lagi. Sehingga skor IDI kita bisa berada di atas 80, sehingga masuk dalam kategori tinggi. Kalau kebersamaan plus kesadaran dari stakeholder tetap stagnan, maka pasti kita tidak bisa meningkat," kata Herdin.
Sekadar informasi, BPS dalam menentukan skor IDI merujuk ke beberapa sumber data. Sumber data yang dimaksud diantaranya; dokumen (Perda, Pergub, perbup, Surat Edaran, dsb), surat kabar, FGD (untuk mengkonfirmasi dan menambah informasi dari stakeholder, serta big data (scraping data dilakukan pada portal berita online).
Kepala Kesbangpol Sulbar, Herdin Ismail. (Foto/Istimewa)
Menanggapi rendahnya skor IDI Sulawesi Barat untuk indikator pendidikan politik pada kader Parpol, Herdin berharap adanya perbaikan metode sosialisasi politik. Idealnya, kata Herdin, sosialisasi dilakukan dengan metode yang lebih komprehensif lagi.
"Jadi jangan dilakukan sosialisasi hanya untuk mencari simpati saja. Tapi sosialisasi kader partai politik. Termasuk melakukan edukasi politik yang baik kepada masing-masing kader partai politik," demikian Herdin Ismail. (*/Naf)