Tak Ada Lagi Tenaga Honorer, Ini Kata Suraidah

Wacana.info
Ketua DPRD Sulbar, Suraidah Suhardi. (Foto/Instagram)

MAMUJU--Pemerintah pusat lewat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) telah melarang pengangkatan pegawai di luar PNS dan PPPK. Seluruh instansi pun diminta untuk menyelesaikan masalah pengawai non-ASN yang tak memenuhi syarat dan tak lulus seleksi CPNS dan PPPK setidaknya hingga 28 November 2023.

Kabar buruk bagi sekian ribu tenaga honorer yang tersebar di berbagai instansi. Mereka harus menerima kenyataan pahit dengan terbitnya aturan tersebut.

Ketua DPRD Sulawesi Barat, Suraidah Suhardi pun begitu. Ia ikut menyayangkan keputusan (Kemenpan-RB) itu yang secara tegas, secara langsung bikin sekian ribu tenaga honorer kehilangan pekerjaannya.

"Tapi mau bagaimana lagi ?. Kita sudah sekian kali mempertanyakan itu, tapi yah keputusan tersebut datang dari pemerintah pusat," ujar Suraidah Suhardi, Sabtu (4/06).

Di lain sisi, Suraidah berharap, publik bisa membuka diri. Lebih punya prespektif yang lebih luas lagi soal aktivitas atau pekerjaan yang layak. Bukan terjebak pada paradigma bahwa pekerjaan layak itu hanya dengan menjadi tenaga honorer saja.

"Dari dulu saya selalu menyampaikan ke teman-teman bahwa ada banyak pekerjaan lain selain menjadi tenaga honorer. Pekerjaan yang sebenarnya punya prospek yang lebih menjanjikan lagi. Misalnya menjadi seorang petani, atau jenis pekerjaan lain yang saat ini justru semakin beragam, semakin menjanjikan. Misalnya peluang yang terbuka begitu luasnya di era digitalisasi seperti sekarang ini. Ada konten kreator, ada berbagai jenis usaha yang dapat disebarluaskan di jagad internet, dan lain sebagainya. Tentu dengan catatan bahwa diperlukan penguatan kualitas SDM dalam menghadapi era digital seperti sekarang ini," terang politisi cantik dari Partai Demokrat itu.

Suraidah pun telah dan akan terus menyuarakan kritik terhadap pihak yang menentukan kelulusan pada seleksi CPNS atau seleksi PPPK. Menurut dia, adalah hal yang tak ideal jika pemerintah pusat tak mempertimbangkan sumber daya lokal pada setiap seleksi CPNS atau PPPK.

"Saya selalu menyuarakan hal itu. Kalau misalnya tak mungkin dilakukan di seleksi CPNS, paling tidak dipertimbangkan untuk dilakukan pada seleksi PPPK. Idealnya, harus diberi kuota hingga 60 sampai 70 Persen untuk orang lokal. Memprioritaskan sumber daya lokal. Biar selebihnya dibuka untuk umum. Ini penting, sebab yang akan menggunakan tenaga mereka itu kan kami-kami juga yang ada di daerah, kemudian pembiayaannya juga kan menggunakan APBD. Jadi baiknya memang diberi prioritas bagi sumber daya lokal untuk itu," begitu kata Suraidah Suhardi. (Naf/B)