Sulbar Urutan ke-12, Herdin: Tetap Upgrade Potensi Konflik
BOGOR--Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Sulawesi Barat Herdin Ismail menyebut, penanganan potensi konflik sosial di daerah memerlukan penanganan yang lebih komprehensif dan lebih strategis lagi. Itu menjadi penting demi meminimalisir segala potensi konflik yang ada yang dapat berujung pada terganggunya stabilitas keamanan di masyarakat.
Dikutip dari rilis media yang diterima WACANA.Info, Herdin mengurai, terdapat hal penting yang perlu terus ditingkatkan dalam upaya pencegahan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan di daerah. Antara lain meningkatkan koordinasi, kerja sama dan sinergitas secara terpadu sesuai tugas, fungsi dan wewenang masing-masing instansi atau lembaga atau OPD, serta memetakan potensi konflik sosial dan kerawanan sosial.
"Dalam meningkatkan sinergitas antar lembaga, instansi, OPD guna mencegah dan menangani konflik sosial, diharapkan OPD dan juga forum masyarakat perlu untuk mengupgrade potensi konflik yang ada di daerah," beber Herdin Ismail belum lama ini.
"Semoga sinergitas dan kolaborasi ini dapat terus kita jaga dan tingkatkan untuk dapat mewujudkan kondusifitas di wilayah Sulawesi Barat," begitu kata Herdin Ismail.
Laporan rencana aksi daerah penanganan konflik sosial Periode B.08 Tahun 2021 menempatkan Provinsi Sulawesi Barat di peringkat 29 se-Indonesia. Mengalami peningkatan pada Periode B.12 dimana Provinsi Sulawesi Barat bertengger di urutan ke-12 dari 34 Provinsi yang ada.
(Foto/Istimewa)
Peringkat nasional hasil evaluasi rencana aksi daerah tim terpadu penanganan konflik sosial tahun 2021 diumumkan pada pelaksanaan rapat koordinasi nasional penanganan konflik sosial tahun 2022 di Bogor Jawa Barat, Kamis (24/03).
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar mengatakan, laporan rencana aksi daetah penanganan konflik sosial itu dilakukan dalam rangka mengukur Kinerja dan keberhasilan pencapaian target dari pelaksanaan kegiatan rencana aksi terpadu penanganan konflik sosial tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Itu didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 42 Tahun 2015, dilaksanakan melalui mekanisme pelaporan, monitoring dan evaluasi secara berjenjang di setiap tingkatan pemerintahan.
Pelaksanaan rencana aksi terpadu penanganan konflik sosial tingkat kabupaten/kota sendiri dilaporkan kepada Gubernur selaku Ketua tim terpadu penanganan konflik sosial tingkat provinsi. Sedangkan untuk pelaksanaan kegiatan rencana aksi terpadu penanganan konflik sosial tingkat provinsi dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri selaku ketua tim terpadu penanganan konflik nasional tingkat nasional.
"Penanganan konflik sosial melalui rencana aksi terpadu penanganan konflik sosial merupakan kegiatan strategis sebagai salah satu program prioritas nasional yang harus dijalankan secara terus-menerus oleh seluruh anggota tim terpadu baik tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Mengingat penting dan strategisnya pelaksanaan program penanganan konflik sosial ini, pemerintah pusat memberikan reward sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," urai Bahtiar.
Bahtiar juga berharap agar kepala daerah memberi perhatian lebih khususunya dalam hal pengalokasian anggaran dalam kegiatan pencegahan dan penyelesaian konflik sosial.
Rakornas tersebut sifatnya sangat strategis dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan tugas-tugas tim terpadu penanganan konflik sosial, terutama tugas untuk melakukan respon secara cepat dan menyelesaikan secara damai untuk semua permasalahan yang berpotensi menimbulkan konflik. Sekaligus membantu upaya penanganan pengungsi dan pemulihan pascakonflik yang meliputi rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi terutama dalam rangka persiapan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024.
"Termasuk potensi konflik dalam menghadapi Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 di daerah yang perlu penanganan dan antisipasi dai seluruh stakeholder di daerah," demikian Bahtiar. (ADV)