Mempertanyakan Urgensi Penundaan Pemilu dan Pemilihan

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--Kesepakatan sekaligus keputusan tentang waktu pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan baru saja dituntaskan. Belakangan, wacana penundaan pelaksanaan kedua momentum tersebut kini mulai dimunculkan. 

Situasi ekonomi yang belum juga membaik pasca terjangan badai pandemi jadi alasan utamanya. Termasuk beberapa pertimbangan lain yang melatarbelakangi sikap sejumlah tokoh politik nasional yang mulai menyuarakan isu menunda pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan tahun 2024.

Anggota DPR RI, Suhardi Duka menilai, bukan hal yang mustahil bagi Negara untuk menunda Pemilu dan Pemilihan. Dengan catatan, kondisi Negara sedang dalam peperangan atau keadaan yang sifatnya force majeure.

"Namun Indonesia saat ini sedanng baik-baik saja. Tidak ada alasan yang diisyaratkan oleh konstitusi untuk menunda Pemilu dan Pemilihan," ucap Suhardi Duka, anggota DPR RI dari fraksi Demokrat itu, Selasa (1/03).

Fraksi Demokrat, kata Suhardi Duka, punya sikap yang tegas dalam menanggapi wacana penundaan Pemilu dan Pemilihan tahun 2024. Kata dia, menunda dua momentum politik itu adalah tindakan yang tidak etis, tidak demokratis, serta bakal mencederai tuntutan reformasi.

Suhardi Duka. (Foto/Manaf Harmay)

"Hanya ingin melanggengkan kekuasaan di tengah suasana rakyat yang makin miskin dan harga pangan yang tinggi," ujar pria yang Bupati Mamuju dua periode itu.

Taat pada konstitusi dengan melaksanaan Pemilu dan Pemilihan di lima tahun sekali justru akan memberi legitimasi yang kuat kepada wakil rakyat dan pemerintah. Kondisi yang juga bakal ikut mendongkrak kondisi perekonomian Negara.

"Pemilu 5 tahun sekali demi untuk mendapat legitimasi bagi pemerintah dan lembaga legislatif dari rakyat. Sekaligus memberi pesan bahwa kondisi Indonesia sedang stabil, investasi masuk dan perbaikan ekonomi bisa berjalan," begitu kata Suhardi Duka.

Setali tiga uang. Akademisi dari Universitas Tomakaka Mamuju, Dr Rahmat Idrus tak melihat hal urgen di balik penundaan pelaksanaan Pemilu dan Pemilihatn tahun 2024. Meski secara konstitusional, ruang untuk menunda Pemilu dan Pemilihan cukup tersedia. 

"Kalau saya belum melihat adanya hal yang mendesak secara konstitusional untuk menunda Pemilu dan Pemilihan," kata Dr Rahmat Idrus.

Rahmat Idrus. (Foto/Manaf Harmay)

Meski ruang untuk menunda Pemilu dan Pemilihan itu tersedia, namun menurut Rahmat Idrus, alasan di balik menunda dua momentum politik itu haruslah konstitusional pula.

"Dimungkinkan dengan beberapa kondisi sebagai alasannya. Menunda Pemilu dan Pemilihan juga punya beberapa jalur untuk melakukannya. Mulai dari amandemen UUD sampai dekrit Presiden. Tapi itu tadi, alasan untuk melakukan itu harus konstitusional," tutup Dr Rahmat Idrus, Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Sulawesi Barat itu.

Menunda pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan tak lebih dari bentuk inkonsistensi Negara jika berkaca pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah di tahun 2020 yang lalu. Akademisi Universitas Sulawesi Barat, Muhammad menjelaskan, jika alasan untuk menunda Pemilu dan Pemilihan semata-mata disandarkan pada lesunya perekonomian akibat pandemi, hal tersebut kian menegaskan betapa anehnya tuntutan menunda dua momentum politik di tahun 2024 tersebut.

Muhammad. (Foto/Facebook)

"Menurut saya tidak konsisten. Sebab jika disandarkan pada alasan pandemi, kemarin waktu Pilkada serentak tahun 2020 dilaksanakan di tengah pandemi, salah alasannya karena melihat perkembangan di negara-negara lain yang Pemilunya tetap jalan dan menganggap pandemi bukan halangan bagi jalannya proses demokrasi. Padahal ganasnya pandemi lebih terasa di masa Pilkada tahun 2020 yang lalu dari pada skarang," tutur Muhammad.

Bagi Muhammad, menjadikan pandemi sebagai alasan untuk menunda Pemilu dan Pemilihan justru sebagai menegaskan bahwa beberapa nama di balik wacana tersebut sesungguhnya punya agenda politik lain. 

"Alhamdulillah masyarakat juga semakin cerdas dalam menghadapi dampak sosial, kesehatan bahkan ekonomi akibat pandemi ini. Jadi, tentu aneh jika alasan ini justru baru dimunculkan lagi ketika konteksnya Pemilu dan Pemilihan," tutup Muhammad. (Naf/A)