Mengintip Kemungkinan Hak Angket DPRD Sulbar
![Wacana.info](https://wacana.info/foto_berita/4632_rahmat_idrus.jpg)
MAMUJU--DPRD Sulawesi Barat telah secara resmi mengagendakan rapat paripurna terkait hak interpelasi atau meminta penjelasan Gubernur pada hari Senin (16/08). Semoga agenda itu berjalan lancar.
Bukan apa-apa, dua kali agenda serupa yang sebelumnya digelar DPRD nyatanya berakhir anti klimaks. Pertama karena Ali Baal Masdar yang Gubernur Sulawesi Barat itu membatalkan agendanya untuk hadir. Lalu yang kedua lantaran Ali Baal meminta penundaan pelaksanaan paripurna dengan dalih hendak melakukan pemetaan atas dana hibah Bansos tahun 2021 yang jadi fokus utama penggunaan interpelasi.
Jika paripurna interpelasi yang sudah ketiga kalinya itu Gubernur kembali memilih absen, sesuai dengan kesepakatan paripurna DPRD tanggal 9 Agustus 2021 yang lalu, DPRD secara otomatis bakal menggunakan bekal 'senjata' lainnya; hak angket.
Dikutip dari dpr.go.id, hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-Undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pun jika Ali Baal hadir, penjelasan seputar hibah Bansos yang ia beberkan nanti tak serta merta bakal diterima secara utuh oleh forum paripurna. Bagi Rahmat Idrus, menggunakan hak angket adalah hal yang bisa saja jadi pilihan oleh lembaga legislatif itu.
"Jika DPRD tidak puas terhadap jawaban atau sikap Gubernur atas hak bertanya (interpelasi) yang diajukan, maka DPRD dapat menggunakan haknya yang lain. Yakni hak angket atau hak untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas pada masyarakat yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," papar Rahmat Idrus dalam keterangan tertulisnya kepada WACANA.Info, Sabtu (14/08) malam.
Rahmat yang praktisi hukum dari Universitas Tomakaka itu menambahkan, jika terdapat pelanggaran hukum yang ditemukan oleh DPRD via hak angket jika benar-benar bakal digunakan, bukan tidak mungkin bakal menyeret persoalan ini ke ranah penegak hukum. Tentu dengan disertai dengan alat bukti yang kuat.
"Berdasarkan Undang-Undang, apabila dari hasil penyelidikan DPRD ditemukan dugaan tindak pidana (penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur), maka DPRD menyerahkan bukti-bukti hasil penyelidikan terutama bukti dokumen ke pihak yang berwajib untuk diproses secara hukum," sambung mantan aktivis HMI itu.
Undangan DPRD Terkait Pelaksanaan Paripurna Interpelasi Dana Hibah Bansos. (Foto/Istimewa)
Rahmat pun mengutip pasal 333 ayat (3) Undang-Undang MD3 yang menyebut, tahapan hak angket dalam hal pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat telah dipanggil dengan patut sebanyak tiga kali secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan, DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"DPRD juga dapat menggunakan hak menyatakan pendapat terhadap kebijakan Gubernur atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. Disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya, atau
sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket," tegas peraih gelar Doktor Universitas Muslim Indonesia itu.
Sebelumnya diberitakan, salah satu inisiator hak interpelasi, Muhammad Hatta menjelaskan, permintaan untuk menunda paripurna oleh Gubernur itu juga jadi penjelasan ke publik bahwa hak interpelasi memang berangkat dari kegelisahan DPRD tentang hajat hidup orang banyak yang termuat dalam hibah Bansos.
"Berarti memang ada problem yang serius. Sekaligus ini bisa melogiskan dan merasionalkan interpelasi kami bahwa ini bukan mainan politik. Tapi murni dari sebuah problem yang memang harus dipecahkan," beber Muhammad Hatta.
Hatta pun sudah mewarning Gubernur untuk tak main-main dengan permintaan penundaan paripurna yang ia ajukan. Kata dia, jika lagi-lagi Gubernur mangkir dari agenda tersebut, hak angket bakal jadi opsi selanjutnya yang bakal digunakan oleh DPRD.
"Apa bila dipemanggilan ketiga (Gubernur) tidak hadir, itu otomatis akan dilanjut ke hak angket. Tapi kalau misalnya di penjelasannya nanti, kalau dia (Gubernur) datang, yah belum tentu juga nanti ini tidak akan kita lanjut (ke hak angket). Tergantung juga nanti seperti apa penjelasannya. Tapi ketika dia tidak datang, itu tidak ada tafsir lagi. Itu langsung naik ke hak angket," begitu kata Muhammad Hatta. (Naf/A)