Honor Penyelenggara Ad Hoc Diusul Bakal Naik, Minat Mendaftar ?

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--Pemerintah pusat menggulirkan wacana untuk menaikkan besaran honorarium penyelenggara Pemilukada ad hoc (PPK, PPS, KPPS dan PPDP/Pantarlih). 

Kementerian Keuangan dalam surat resmi bernomor S-735/MK.02/2018 tanggal 7 Oktober 2019 mengusulkan besaran standar biaya honorarium badan ad hoc Pemilukada tahun 2020.

Dalam surat tersebut, Kementerian Keuangan memberi penjelasan terkait usulan perubahan standar biaya honorarium penyelenggara Ad Hoc Pemilu sebagaimana diatur dalam lampiran II Surat Kementerian Kauangan Nomor S-118/MK.02/2016 tanggal 19 Februari 2016 tentang penetapan standar standar biaya honorarium tahapan Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden serta tahapan Pemilukada serentak pada prinsipnya dapat disetujui untuk direvisi.

Surat Edaran Kementerian Keuangan yang diteken Sri Mulyani Indrawati itu juga diuraikan besaran jumlah honorarium untuk Pemilukada serentak tahun 2020. 

Di sana tertulis bahwa besaran honor ketua PPK sebesar Rp 2.200.000 perbulan, anggota PPK Rp 1.900.000 perbulan, sekretaris PPK Rp 1.550.000, pelaksana/staf administrasi dan teknis senilai Rp 1.000.000.

Sementara untuk ketua PPS besaran honornya sebesar Rp 1.200.000, anggota PPS Rp 1.150.000 perbulan, sekretaris PPS Rp 1.100.000 perbulan, staf/pelaksana PPS Rp 1.000.000 perbulan.

Untuk Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) dengan besaran honor senilai Rp 1.000.000 perbulan. Lalu ketua Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS) dengan jumlah honor senilai Rp 900.000 perbulan, anggota KPPS Rp 850.000 perbulan dan pengamanan TPS/Satlinmas sebesar Rp 650.000 perbulan.

Screenshot Surat Edaran Kementerian Keuangan. (Foto/Istimewa)

Jika melihat usulan revisi jumlah honorarium dari Kementerian Keuangan itu, terdapat perbedaan yang begitu mencolok dengan apa yang telah ditetapkan oleh KPU kabupaten sesuai dengan kesepakatan dengan pemerintah daerah dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang telah diteken.

Di KPU kabupaten Mamuju misalnya, daftar honorarium badan Ad Hoc yang diusulkan Kementerian Keuangan itu punya jarak yang terbilang cukup mencolok dengan apa yang mereka tuangkan dalam NPHD.

Data yang diperoleh dari KPU Mamuju menyebutkan, besaran honor untuk ketua PPK ditetapkan senilai Rp 1.850.000 perbulan, anggota PPK Rp 1.600.000 perbulan, sekretaris PPK Rp 1.300.000 perbulan, serta staf/pelaksana PPK dengan jumlah honor senilai Rp 850.000 perbulan.

Untuk PPS, KPU kabupaten Mamuju menetapkan jumlah honor ketua PPS senilai Rp 900.000 perbulan, anggota PPS senilai Rp 850.000 perbulan, sekretaris PPS Rp 800.000 perbulan, serta staf pelaksana PPS dengan jumlah honorarium sebesar Rp 750.000 perbulan.

Sementara bagi KPPS kabupaten Mamuju, KPU menyepakati besaran honor ketua KPPS senilai Rp 550.000 perbulan, anggota KPPS Rp 500.000 perbulan, pengamanan dengan jumlah honor senilai Rp 400.000 perbulan.

Bagi PPDP/Pantarlih, KPU Mamuju menetapkan besaran honorarium sebesar Rp 800.000 perbulan.

Jumlah yang diuraikan tersebut belum dikalikan dengan berapa total PPK, PPS, KPPS dan PPDP (Pantarlih) yang dipakai KPU kabupaten Mamuju untuk kebutuhan Pemilukada tahun 2020 mendatang.

Ketua KPU Mamuju, Hamdan Dangkang menyebut, jika merujuk pada Surat Edaran Kementerian Keuangan di atas, KPU Mamuju masih kekurangan anggaran senilai Rp 3,5 Miliar lebih dari total anggaran pelaksanaan Pemulukada Mamuju yang disepakati senilai Rp 28 Miliar.

"Kami sudah menyurat secara resmi ke Pemda dalam hal ini Pak Bupati. Kami menunggu respon Beliau karena kami minta kesediaan waktu dari Beliau untuk kami duduk bersama mendiskusikan soal penambahan honor Ad Hoc ini," ujar Hamdan Dangkang belum lama ini.

Perbedaan jumlah honorarium badan Ad Hoc juga cukup mencolok dengan apa yang disepakati KPU Majene dalam NPHD yang telah mereka teken bersama Pemkab Majene beberapa waktu lalu.

Untuk PPK, KPU Majene menetapkan besaran honor untuk ketua PKK senilai Rp 1.850.000 perbulan, anggota PPK sebesar Rp 1.600.000 perbulan. Untuk ketua PPS, KPU Majene menetapkan jumlah honor senilai Rp 900.000 perbulan, anggota PPS Rp 850.000 perbulan. Lalu ketua KPPS dengan jumlah honor senilai Rp 550.000 perbulan, anggota KPPS Rp 500.000 perbulan. Serta honor PPDP/Pantarlih dengan jumlah honor sebesar Rp 800.000 perbulan.

Komisioner KPU Majene, Muhammad Subhan menyebut, terdapat kekurangan anggaran sebesar Rp 2,7 Miliar jika merujuk pada besaran honorarium badan Ad Hoc yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Sementara KPU dan Pemkab Majene menyepakati besaran anggaran pelaksanaan Pemilukada tahun 2020 senilai Rp 22,5 Miliar.

"Belum ada (keputusan KPU RI). Kemarin hasil rapat KPU provinsi dengan KPU kabupaten terkait masalah kenaikan honor badan Ad Hoc, diminta KPU Provinsi untuk berkoordinasi dengan KPU RI terkait masalah surat dari Kementrian Keuangan. KPU kabupaten diminta untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah masing-masing," ujar Muhammad Subhan, komisioner KPU Majene divisi perencanaan, data dan informasi itu.

Screenshot Surat Edaran Kementerian Keuangan. (Foto/Istimewa)

Terpisah, Ketua KPU Sulawesi Barat, Rustang mengatakan, KPU RI memang belum bersikap terkait Surat Edaran Kementerian Keuangan itu. Bukan hal yang mustahil, kata Rustang, besaran honorarium badan Ad Hoc tersebut tetap akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan di masing-masing daerah yang ber-Pemilukada.

"KPU RI belum buat keputusan terkait Surat Kemengkeu RI tentang standar minimal tersebut. Rencana kenaikan honor sesuai Surat Kemenkau bergantung pada kemampuan daerah masing-masing. KPU kabupaten seharusnya koordinasi kembali dengan Pemkab terkait surat Kemenkeu RI tersebut," beber Rustang kepada WACANA.Info. (Naf/A)