Tentang Nahdlatul Ulama (NU) 1926-2019
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia. Sejarah hari lahir NU terjadi 93 tahun silam, tepatnya tanggal 31 Januari 1926. Pendirian NU digagas para kiai ternama dari Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, yang menggelar pertemuan di kediaman K.H. Wahab Chasbullah di Surabaya.
Selain K.H. Wahab Chasbullah, pertemuan para kiai itu juga merupakan prakarsa dari K.H. Hasyim Asy’ari. Yang dibahas pada waktu itu adalah upaya agar Islam tradisional di Indonesia dapat dipertahankan. Maka, dirasa perlu dibentuk sebuah wadah khusus.
Sebenarnya, upaya semacam itu sudah dirintis Kiai Wahab jauh sebelumnya. Bersama K.H. Mas Mansur, seperti ditulis Ahmad Zahro dalam buku Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999 (2004), Kiai Wahab mendirikan Nahdlatul Wathan yang artinya “kebangkitan tanah air” pada 1914.
Martin van Brulnessen dalam buku berjudul NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) menyebut bahwa, boleh dibilang, Nahdlatul Wathan merupakan sebuah lembaga pendidikan agama bercorak nasionalis moderat pertama di Nusantara.
Sebagai catatan, Nahdlatul Wathan versi Kiai Wahab dan Kiai Mas Mansur berbeda dengan lembaga bernama serupa yang didirikan Tuan Guru Kiai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di Lombok, Nusa Tenggara Timur, pada 1953.
Menjaga Islam Nusantara
Nahdlatul Wathan berkembang pesat dan pada 1916 sudah memiliki madrasah dengan gedung besar serta bertingkat di Surabaya. Cabang-cabangnya pun berdiri di mana-mana, termasuk di Malang, Semarang, Gresik, Jombang, dan lain-lain.
Tak cukup dengan itu, Kiai Wahab kembali menggagas satu perhimpunan lagi pada 1918. Dikutip dari buku Pertumbuhan dan Perkembangan NU (1985) karya Choirul Anam, organisasi ini bernama Nahdlatul Tujjar atau “kebangkitan para pedagang”.
Setahun berselang, di Ampel, Surabaya, berdiri majelis diskusi dan madrasah bernama Taswirul Afkar. Madrasah ini didirikan sebagai tempat mengaji dan belajar ilmu agama bagi anak-anak yang diharapkan kelak dapat mempergunakan ilmunya untuk melestarikan Islam tradisional. Kiai Wahab dan Kiai Mas Mansur punya andil dalam pembentukan madrasah ini.
Uniknya, Kiai Haji Mas Mansur kelak dikenal sebagai ulama dari Muhammadiyah, ia bahkan merupakan murid langsung dari pendiri organisasi Islam-pembaharu ini, Kiai Haji Ahmad Dahlan. Muhammadiyah nantinya berpolemik dengan golongan Islam-tradisional yang menjadi pemantik lahirnya NU.
Kiai Wahab dan para kiai Islam-tradisional lainnya merasa sangat perlu membentengi Islam Nusantara karena beberapa tata cara ibadah keagamaan mereka kerap ditentang golongan Islam-reformis yang digawangi misalnya oleh Al-Irsyad dan Muhammadiyah, pada dekade ketiga abad ke-20 itu.
Pada awal 1926, rapat antar-organisasi Islam di Cianjur menyatakan akan mengirim dua utusan ke Mekah untuk menghadap Raja Ibn Sa’ud. Kiai Wahab mengusulkan delegasi tersebut membawa persoalan mengenai praktik keagamaan Islam tradisional di Indonesia.
Namun, usul ini ditolak dengan tegas oleh kelompok Islam-reformis. Penolakan itulah yang kemudian membuat golongan Islam-tradisional memutuskan bakal mengambil jalan sendiri untuk menghadap Raja Ibn Sa’ud guna memperjuangkan kepentingan mereka.
Maka, pada 31 Januari 1926, dikutip dari K.H. Abdul Wahab Hasbullah: Bapak dan Pendiri NU (1972) karya Saifuddin Zuhri, para kiai berkumpul di kediaman Kiai Wahab dan memutuskan membentuk suatu organisasi kemasyarakatan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang dinamakan Nahdlatul Ulama atau “kebangkitan para ulama”. Tanggal 31 Januari 1926 ditetapkan sebagai hari lahir NU.
NU bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan serta dibentuk dengan tujuan untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam, baik dalam konteks komunikasi vertikal dengan Allah SWT maupun komunikasi horizontal dengan sesama manusia.
Dalam perjalanan riwayatnya, NU berkembang pesat dan amat terjaga secara tradisional. Kini, NU menjadi organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, hidup berdampingan dengan wakil kelompok Islam-reformis yang dulu berpolemik, Muhammadiyah.
Sulber: Tirto.ID