Ada yang Berani Klaim Polman di Pemilu 2019 ?

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/Net)

MAMUJU--Hampir di setiap momentum politik di Sulawesi Barat, kabupaten Polman selalu jadi daerah yang menarik untuk diteliti. Bagaimana tidak, jumlah penduduk disertai jumlah pemilih di Bumi Tipalayo itu adalah yang terbesar dari enam kabupaten yang ada di Sulawesi Barat.

Di Pemilu serentak 17 April 2019 mendatang, kabupaten Polman tetap jadi wilayah dengan jumlah pemilih terbesar se Sulawesi Barat. KPU Sulawesi Barat, 14 November 2018 lalu menetapkan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan Kedua (DPTHP-2) sebanyak 854.572 pemilih. 303.053 diantaranya ada di Polman sekaligus jadi yang terbanyak jika dibandingkan dengan jumlah DPTHP di kabupaten lainnya.

Wajar jika siapa yang memang di Polman, dia yang akan menang di Sulawesi Barat sejak dulu telah menjadi idiom di tengah publik.

Di Pemilu 2019 mendatang, kabupaten Polman sepertinya akan jadi ring pertarungan yang teramat panas. Sah jika semua kandidat mengklaim bakal meraih suara signifikan di sana. Tapi, realistiskah klaim itu ?

Meski jadi kabupaten yang memiliki banyak pemilih, namun ada banyak striker haus gol yang bakal mati-matian berebut pilihan masyarakat Polman demi memperoleh satu dari empat jatah kursi DPR RI di Pemilu 2019 nanti. Ingat, mereka-mereka merupakan putra putri terbaik kabupaten paling selatan di provinsi ke-33 ini.

Tanpa bermaksud untuk menyepelekain calon lain, deretan striker haus gol yang dimaksud seperti Andi Ruskati Ali Baal (Gerindra), Jumriah Ibrahim (PDIP), Salim S Mengga (NasDem), Asri Anas (PAN), serta KH Muh Syibli Sahabuddin (PKB), dan Ratih Singkarru (NasDem). Sekali lagi, tanpa bermaksud menyepelekan calon lain.

Siapa yang bakal meraih mayoritas dukungan dari masyarakat Polman ?.

Sejak dulu, Polman terkenal sebagai lumbung suara bagi dua klan besar yang ada di sana, siapa lagi kalau bukan Masdar dan Mengga. 

Di Pemilu 2019 mendatang, representasi klan Masdar akan tertuju pada dua nama; Andi Ruskati Ali Baal (incumbent) dan Jumriah Ibrahim. Di Pemilu 2014 lalu, Andi Ruskati sukses meraih suara sebanyak 55.016. 34.880 diantaranya datang dari masyarakat Polman. 

Jumriah Ibrahim, istri Bupati Polman, Andi Ibrahim Masdar. Pendatang baru memang, tapi harap diingat, Jumriah adalah istri Bupati Polman yang di Pemilukada baru-baru ini, sukses melanjutkan dominasinya di Polman dengan mengalahkan Salim S Mengga dengan raihan suara 121.347 atau 55,34 Persen (berdasarkan entry data C1 KPU).

"Andi Ruskati sebagai calon incumbent dan punya kekuatan elit yang secara biologis ia istri Gubernur memiliki lumbung suara terbanyak di Polman. Namun dengan majunya pula istri Pak Bupati sebagai calon DPR RI dari partai PDIP, tentu akan mempengaruhi pilihan politik konstituen keluarga Masdar yang beragam kepentingan itu," ujar pengamat politik dari Lembaga Observasi Politica (Lopi), Muhhamad Taufik Iksan, Jumat (18/01).

Lalu bagaimana dengan peluang Salim S Mengga sendiri. Sebagai pelanjut estafet klan Mengga itu, pria yang dikenal tegas namun bersahaja itu dianggap masih memiliki peluang meraih suara mayoritas di Polman untuk Pemilu 2019.

"Ketokohan Salim S Mengga yang punya massa ideologis tersebut jelas bakal mengganggu dominasi Andi Ruskati dan juga Jumriah di Pemilu ini," beber pengamat yang menyelesaikan studi magister ilmu politiknya di UNHAS itu.

Pengamat Politik Dari Lembaga Observasi Politica, Muhammad Taufik Iksan. (Foto/Istimewa)

Jangan sepelekan Muhammad Asri Anas dan KH Syibli Sahabuddin. Keduanya yang sukses melenggang ke kursi DPD RI itu jelas jadi catatan sejarah yang tak boleh di anggap remeh. Bukan mustahil bagi kedua putra asli Polman tersebut untuk dapat merusak dominasi Andi Ruskati, Jumriah, atau bahkan Salim S Mengga di Polman.

Tengok saja raihan suara Asri dan Syibli di Pemilu 2014 lalu. 29.712 dari total 58.145 suara yang berhasil diraih Asri Anas di Pemilu 2014 silam datang dari pemilih asal Polman. Pun begitu dengan KH Syibli Sahabuddin yang sukses mendulang suara 51.581 se Sulawesi Barat yang 23.089 diantaranya datang dari masyarakat Polman.

Patut diingat, Pemilu 2019 nanti, baik Asri maupun Syibli sama-sama menahkodai partai politik demi cita-cita satu kursi di DPR RI. Asri jelas bakal memaksimalkan mesin PAN yang dikomandoinya, begitu pun Syibli yang sudah pasti menggeber habis-habisan mesin PKB yang dipimpinnya.

Khusus di Polman, keliru jika tak menghitung figur lokal lainnya, Ratih Singkarru. Besar kemungkinan, calon DPR RI dari NasDem tersebut bakal memberi warna tersendiri dalam peta politik jelang Pemilu 2019. 

Meski baru di gelanggang politik Sulawesi Barat, tak membuat perempuan berhijab itu punya peluang kecil untuk mendulang suara di Polman. Setidaknya bisa dilihat dari perolehan suara saudara kandung Ratih, Dirga Adi Putra Singkarru di Pemilu 2014 lalu yang mencapai 79.563. 31.973 diantaranya datang dari masyarakat Polman.

"Jadi memang, melihat para tokoh yang maju di Pemilu untuk kursi DPR RI, tak ada yang bisa benar-benar mengklaim bisa menang telak di kabupaten Polman. Betul bahwa Polman ini punya banyak pemilih, tapi lihat dulu siapa-siapa saja yang bertarung untuk memperebutkan suara itu. Semuanya figur dengan kapasitas politik di atas rara-rata," beber Taufik.

Putra-putri terbaik asal Polman di atas memang wajib junto harus untuk bekerja lebih ekstra lagi. Itu jika benar-benar mereka menginginkan dukungan mayoritas masyarakat di kabupaten yang belum lama ini merayakan hari jadinya yang ke-59 itu. Peta dukungaan masyarakat Polman di Pemilu berpotensi besar untuk dirusak oleh sederet nama-nama pendatang.

Anwar Adnan Saleh (NasDem), politisi yang Gubernur Sulawesi Barat dua periode. Ibnu Munzir (Golkar), calon Golkar yang juga incumbent itu. Suhardi Duka (Demokrat), figur dengan insting politik yang terkenal cukup bernas. Hj Herny Agus Ambo Jiwa (PDIP), figur baru istri Bupati Pasangkayu, Agus Ambo Jiwa. Atau H Arwan Aras (PDI), politisi muda putra Bupati Mateng Aras Tammauni. 

Untuk kesekian kalinya, tanpa bermaksud menyepelekan peluang nama-nama lainnya, sederet nama di atas merupakan figur yang berpotensi mengganggu sekaligus merusak basis para calon asal Polman yang sebelumnya telah diulas.

"Hati-hati. Jika calon asli Polman itu tidak menjaga basis massanya masing-masing, nama-nama seperti Anwar Adnan Saleh, SDK, atau bahkan Arwan Aras bukan tidak mungkin mencuri suara signifikan khususnya di Polman pada Pemilu 2019 mendatang," begitu kata Muhammad Taufik Iksan.

Melihat karakteristik masyarakat Polman, memang sudah menjadi sebuah keharusan bagi siapapun calon untuk mengupgrade metodologi pendekatannya ke masyarakat Polman. Dewan pembina Esensi Sulawesi Barat, Syarifuddin Mandegar menyebut, tipikal pemilih Polman hendaknya dilihat dari berbagai macam sudut pandang sebelum menentukan pola pergerakan yang akan dilakukan oleh masing-masing calon.

Dewan Pembina Esensi Sulbar, Syarifuddin Mandegar. (Foto/Manaf Harmay)

Di mata Syarifuddin, masyarakat Polman sangat heterogen. Terdiri dari beberapa etnis dan suku. Meskipun disadari bahwa heterogenitas itu di ikat oleh identitas kemandaran. Namun secara geopolitik, keragaman suku dan etnis di Polman tentu memiliki cara pandang berebada-beda dalam melihat figur politik.

"Karena itu, calon legislatif harus memahami geokultural masyarakat Polman, serta permasalahan sosial masing-masing. Dengan pemetaan seperti ini akan memudahkan Caleg membangun frame politik," kata Syarifuddin kepada WACANA.Info.

"Caleg harus mempu memperlihatkan kepercayaan di depan masyarakat. Sebab, kepercayaan adalah modal besar dalam meraih simpati publik," sambung dia.

Memaksimalkan pesona masing-masing calon dengan berbagai merk yang sebelumnya telah dimiliki, juga harus dimaksimalkan oleh para kandidat. Syarifuddin menilai, kekuatan dari masing-masing figur itu sedikit banyaknya akan mempengaruhi kecenderungan memilih oleh masyarakat di Polman.

"Harus disadari bahwa ada beberapa bentuk figuritas yang para kandidat anut sejak dulu. Yakni figiritas religius dan figuritas ketokohan. Masin-masing memgang peran di masyarakat, dari elit hingga level masyarakat bawah. Inilah yang harus diperhatikan oleh para Caleg untuk melakukan kerja-kerja politik untuk meraih suara," beber pria asli Kanang, Polman itu.

"Kurang-kurangi menebar jani. Karena beberapa Pemilu sebelumnya, masyarakat sudah sering dijanji dan berujung kecewa," pungkas Syarifuddin Mandegar. (Naf/A)