Si Pitung Vs Kompeni, serta Nasib GTT/PTT di Sulbar
MAMUJU--Persoalan yang masih menyelimuti para Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Sulawesi Barat sungguh menyedot banyak energi.
Dari SK GTT/PTT yang diterbitkan lebih dari sekali, gaji lima bulan terakhir yang belum dibayarkan, hingga terbitnya Pergub tentang Bomda yang dianggap sangat merugikan GTT/PTT, hingga detik ini masih terus disuarakan oleh forum GTT/PTT bersama sejumlah organisasi kemahasiswaan.
Beberapa kali aksi unjuk rasa, pertemuan atau mediasi baik itu yang diinisiasi oleh eksekutif pemerintah provinsi, maupun yang digelar di DPRD Sulawesi Barat nyatanya belum juga mampu untuk menghasilkan jalan terbaik untuk sekelumit masalah itu.
Secercah harapan pun muncul di forum rapat pimpinan diperluas yang digelar DPRD Sulawesi Barat, Selasa (15/01). Meski belum dengan jelas memberi kepastian soal dibayarkan atau tidak gaji lima bulan terakhir kepada 4 Ribu lebih GTT/PTT itu, setidaknya di tiga poin kesepakatan bersama di rapat tersebut, harapan penyelesaian masalah sedikit demi sedikit telah menemui titik terang.
Rapat pimpinan diperluas itu sendiri dikomandoi oleh Wakil ketua DPRD Sulawesi Barat, Munandar Wijaya. Hadir pula Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Barat, Arifuddin Toppo, Kepala BKD, Amujib, Kepala Inspektorat, Suryadi, serta sejumlah perwakilan OPD terkait.
Beberapa anggota DPRD Sulawesi Barat lainnya juga terlihat hadir pada rapat pimpinan diperluas tersebut, berikut perwakilan GTT/PTT serta mahasiswa dari beragam latar belakang organisasi.
Asrar, ketua forum GTT/PTT Sulawesi Barat menilai, apa yang selama ini dilakukan pemerintah provinsi Sulawesi Barat tak ubahnya seperti perlakuan penjajah di masa lampau. Asrar pun menganalogikan perjuangan forum GTT/PTT itu seperti kisah heroik Si Pitung yang harus berhadapan dengan kekejaman penjajah.
"Kami kira, ini tak ubahnya seperti kisah Si Pitung yang berhadapan dengan pemerinta kolonial Belanda pada zaman dahulu. Kala itu, Belanda merampas hak warga, melakukan berbagai macam intimidasi hingga akhirnya mematikan masyarakat," ucap Asrar pada rapat pimpinan diperluas yang digelar di salah satu ruangan di gedung DPRD Sulawesi Barat itu.
"Cara-cara kolonial itu sepertinya juga dilakukan oleh pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulbar. Merampas hak GTT/PTT, mengintimidasi, yang pada akhirnya mematikan kami semua," begitu ucap Asrar.
Menghabiskan tak kurang dari empat jam, rapat pimpinan diperluas DPRD Sulawesi Barat itu pun menyepakati tiga poin utama. Ketiganya masing-masing:
1. DPRD Sulawesi Barat bersama eksekutif dan aliansi GTT/PTT se-Sulawesi Barat sepakat untuk membayarkan sisa gaji yang belum terbayarkan dengan catatan akan dikonsultasikan kepada TP4D dan Kementerian Dalam Negeri RI.
2. DPRD Sulawesi Barat berama eksekutif akan mencermati kembali tentang Pergub Bomda yang telah dikeluarkan oleh Gubernur Sulawesi Barat.
3. DPRD Sulawesi Barat bersepakat untuk membentuk tim kecil dalam rangkan menindaklanjuti apa yang telah disepakati.
"Saya akan komunikasikan ini, bagaimana idealnya. Serta sistem penggajiannya bagusnya bagaimana. Makanya kemungkiannya ini, saya sudah komuniasikan dengan BKD, nanti akan ada standar gaji flatnya, misalkan entah berapa kemampuan kita. Persoalan tambahannya, tergantung kerjanya," terang Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Barat, Arifuddin Toppo, saat dikonfirmasi perihal poin-poin kesepakatan di atas.
"Sesungguhnya Pergub itu dipake untuk memakai dana yang ada sebenarnya itu. Kemudian persoalan bagaimana penggajiannya nanti itu, itulah yang kita mau kaji," sambung Arifuddin.
Arifuddin menilai, soal dibayarkan atau tidak lima bulan gaji GTT/PTT itu akan sangat tergantung dengan hasil konsultasi di TP4D dan ke Kemendagri.
"tergantung hasil konsultasi. Kalau perintahnya pimpinan (DPRD) ini kita konsultasinya besok, kita berangkat besok. Tetapi saya sangat mengharapkan kita ada standar rumusan yang kita mau bawa konsultasi. Jangan hanya ke sana mau seperti ini, kita ditanya kita juga bingung," begitu kata Arifuddin Toppo. (Naf/B)