Di Hadapan Ratusan Perawat, Legislator Mamuju Begitu ‘Beringas’
MAMUJU--Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk kesekian kalinya digelar DPRD Mamuju masih dengan topik yang sama; mendiskusikan jalan keluar atas tuntutan para perawat tenaga kontrak dan sukarela di kabupaten Mamuju.
Dipimpin oleh Ketua DPRD Mamuju, Suraidah Suhardi, RDP yang turut dihadiri oleh ratusan perawat tenaga kontrak dan sukarela Mamuju itu dimulai Senin (10/12) siang.
Sedianya, RDP tersebut turut menghadirkan pihak eksekutif, seperti perwakilan dari Dinas Kesehatan, RSUD Mamuju, BKD Mamuju, Bagian Keuangan serta Sekda Mamuju. Sayang seribu sayang, pihak Dinas Kesehatan, RSUD, BKD dan Sekda Mamuju tak juga hadir pada pertemuan itu.
Ketidakhadiran beberapa 'tokoh kunci' di atas jadi salah satu pemicu sejumlah anggota DPRD Mamuju menjadi 'murka'. Itu dibuktikan dengan ragam komentar pedas yang disuarakan secara bergantian oleh beberapa legislaor Mamuju saat itu.
Sebagian besar dari para anggota DPRD Mamuju itu menyayangkan sikap eksekutif yang terkesan tak serius dalam menyelesaikan tuntutan yang dibawa oleh para perawat. Ketidakseriusan yang dimaksud itu, menurut mereka, terbukti dengan tidak hadirnya beberapa perwakilan eksekutif dalam RDP, meski undangan resmi dari DPRD sudah resmi dilayangkan sebelumnya.
"Peristiwa hari ini baiknya kita jadikan bargaining position saja dengan pemerintah dalam kaitannya pengesahan APBD tahun 2019," tegas anggota DPRD Mamuju dari PAN, Masram Jaya.
DPRD Mamuju sedianya telah melakukan beberapa kali berinisiasi untuk membicarakan tuntutan para perawat itu dengan pihak eksekutif. Meski dari serangkaian pertemuan yang dimaksud belum juga ditemui satu pun titik terang.
"Kalau kondisinya masih seperti ini, dengan tegas harus kita putuskan untuk menolak APBD 2019. Ini sudah sangat prinsip, mengingat pelayanan rumah sakit yang sudah tak berjalan normal lagi," ujar legislator Mamuju dari partai Hanura, Muhammad Iksan Syarif.
Ada tiga poin utama para perawat tenaga kontrak dan sukarela dalam aksi yang telah mereka gelar selama beberapa hari terakhir. Moratorium penerimaan perawat tenaga kontrak dan sukarela, kejelasan status, serta kenaikan upah.
Hingga ketiga poin tututan di atas menemui titik temu, para ratusan perawat yang mengadi di 22 Puskesmas dan satu Rumah Sakit di Mamuju itu bakal melakukan aksi istirahat kerja.
"Kita punya hak interplasi. Kita sudah mengalami kebutuan dalam hal negosiasi dengan eksekutif. Baiknya kita merancang untuk menggunakan hak interplasi kita karena lembaga ini punya kewenagan untuk melakukan itu. Apalagi kondisinya saat ini sudah angat mendesak untuk masalah ini segera diselesaikan," sumbang Ado Mas'ud, legislator Mamuju dari PDIP itu.
Pihak eksekutif sendiri belum bisa menjanjikan apa-apa terhadap tuntan para perawat di atas. Di forum-forum sebelumnya, eksekutif berdalih, kenaikan upah seperti yang didesak oleh para perawat tentu akan membuat struktur APBD Mamuju kian sesak, terlebih dokumen APBD 2019 itu kini sisa menunggu waktu untuk disahkan.
Sekda Mamuju, H Suain dalam penjelasannya belum lama ini mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bakal diberlakukan mulai tahun 2019. Di sana akan diatur secara jelas tentang segala tetek bengek seputar tenaga kontrak, berikut upah yang dipastikan sama dengan apa yang diterima oleh PNS.
"ketidakhadiran pihak-pihak yang sangat berkepentingan dalam menyelesaikan masalah ini merupakan bentuk ketidakpedulian eksekutif terhadap nasib mereka (para perawat). Ini adalah bukti betapa lembaga ini sudah tidak dianggap lagi, sudah dilecehkan. Ini sungguh kezaliman yang sangat nyata," urai anggota DPRD Mamuju dari PKS, Syamsuddin. (Naf/A)