Pemkab Mamuju Buka Kemungkinan Rasionalisasi Jumlah Perawat Tenaga Kontrak dan Sukarela
MAMUJU--Pemerintah kabupaten Mamuju tetap pada keputusannya untuk tidak menaikkan besaran upah bagi perawat tenaga kontrak dan sukarela. Sekda Mamuju, H Suaib menjelaskan, kemampuan APBD Mamuju tahun 2019 sudah tak mampu lagi mengakomodir salah satu poin desakan para perawat itu terkait besaran upah yang diterima.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan antara DPRD, pihak eksekutif dengan perwakilan perawat tenaga kontrak dan sukarela di ruang paripurna DPRD, Jumat (7/12). Sejumlah anggota DPRD Mamuju turut hadir dalam pertemuan yang dipimpin oleh Ketua DPRD Mamuju, Suraidah Suhardi.
Kenaikan upah jadi satu dari tiga poin tuntutan yang sejak beberapa hari terakhir. Selain menuntut upah yang layak, para perawat tersebut juga meminta agar pemerintah menghentikan penerimaan tenaga perawat kontrak dan sukarela, serta kejelasan soal status mereka.
Dalam penjelasannya, H Suaib menegaskan, permintaan para perawat untuk moratorium penerimaan tenaga perawat kontrak dan sukarela memang akan diterapkan di 2019 mendatang.
"Tentang moratorium, ok kita laksanakan di 2019, Begitu pun penerimaan tenaga kontrak teknis tidak ada lagi," ujar H Suaib di hadapan para peserta pertemuan.
Untuk urusan kejelasan status dan upah, H Suaib yang mantan Kadis PU Mamuju itu mengaku, pihaknya masih harus menunggu regulasi tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang rencananya akan resmi diberlakukan mulai tahun 2019.
"Kalau upah layak, saya sudah sampaikan, untuk upah ini, kan ada PPPK sekarang. Ada regulasinya. Kita tidak bisa melanggar regulasi yang ada. PPPK itu sudah diatur upah itu suda sangat layak," beber H Suaib.
"Kalau itu upah mau dituntut sekarang, khusus untuk tenaga kesehatan, kami tidak boleh hanya melihat satu sisi saja. Kami juga harus melihat nasib guru, perawat, dan tenaga teknis lainnya. Makanya saya bilang kita tunggu saja dulu regulasi PPPK saja," sambungnya.
Oleh H Suaib, tuntutan kenaikan upah yang digaungkan oleh perawat tenaga kontrak dan sukarela di Mamuju itu akan terjawab dengan sendirinya jika regulasi tentang PPPK yang dimaksud sudah resmi diberlakukan. Makanya, tak ada pilihan lain, pemerintah daerah, kata dia, tetap akan menunggu pemberlakuan PPPK.
"Saya tidak bisa berbicara tentang kenaikan upahnya mereka karena pertama kalau regulasi di PP 49 Tahun 2018 (mengatur tentang PPPK) turun pada bulan Januari (2019), dengan sendirinya akan diberlakukan itu. Dan kalau kita bicara tentang upah, kalau PP itu turun, itu upah akan sudah sangag layak itu. Itu akan sama dengan PNS," terang H Suaib.
Rasionalisasi jumlah perawat tenaga kontrak dan sukarela pun mengemuka di tengah pertemuan tersebut. Sebab dengan merasionalisasi jumlah perawat di Mamuju, maka dianggap pemberian upah yang layak sudah tak lagi menjadi beban yang berat yang harus ditanggung APBD.
"Boleh-boleh saja (rasionalisasi). Karena kalau saya melihat dari data yang dikeliarkan dinas kesehatan, jumlah perawat yang dibutuhkan di Puskesmas itu sekitar 140 tenaga perawat, berdasarkan Permen 75 tahun 2014. Sementara data yang ada sekarang itu sekitar 540 orang. Nah kalau kita bicara rasionalisasi, kalau toh misalnya pengganjiannya disesuaikan dengan UMR saya kira tidak ada masalah, tidak ada pertambahan dan APBD juga tidak terganggu," begitu kata H Suaib. (Naf/A)