KPU RI Minta Penyelenggara di Daerah Tunda Eksekusi Putusan Bawaslu
MAMUJU--Kasus diloloskannya Bacaleg PKS Dapil II Mamuju atas nama Maksum Dg Manassa ke dalam Daftar Calon Sementara (DCS) oleh Bawaslu Mamuju mendapat sorotan publik. Betapa tidak, Maksum sebelumnya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU Mamuju hingga namanya tidak terdaftar di DCS lantaran diketahui pernah terlibat kasus korupsi.
Lewat mekanisme sidang ajudikasi yang digelar Bawaslu Mamuju, KPU Mamuju pun diperintahkan untuk mengakomodir Maksum Dg Manassa ke dalam DCS. Bawaslu merujuk pada Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 yang di salah satu pasalnya disebutkan bahwa bagi mantan narapidana dilarang mencalonlan, kecuali jika secara terbuka melakukan pengumuman ke publik.
Sementara di sisi lain, KPU kala men-TMS-kan Maksum Dg Manssa berkiblat ke PKPU nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Pasal 4 ayat 3 dalam PKPU tersebut disebutkan, Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka, tidak menyertakan mantan terpidana bandar Narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi. Juga berdasar pada PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018.
Faktanya, terdapat dua peraturan yang saling bertentangan dalam kasus tersebut. Di satu sisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 membolehkan mantan narapidana untuk mencalonkan diri asal telah mempublikasikannya ke masyarakat, sementara di sisi lain, PKPU nomor 20 tahun 2018 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 dengan jelas melarang mantan narapidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri.
Atas polemik tersebut, KPU RI pun menerbitkan surat edaran yang ditujukan ke KPU provinsi dan KPU kabupaten se-Indonesia. Isinya, menunda eksekusi putusan Bawaslu untuk mengakomodir Bacaleg mantan narapidana kasus korupsi ke dalam DCS.
Surat edaran bernomor 991/PL.01.4-SD/06/KPU/VIII/2019 yang terbit di Jakarta 31 Agustus 2018 itu berisi tentang himbauan agar Bawaslu terkait dengan mantan terpidana korupsi yang mencalonkan diri dalam Pemilu agar tetap memedomani ketentuan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 yang menjadi landasan hukum dalam proses pencalonan yang substansinya mengatur larangan bagi partai politik untuk mencalonkan mantan terpidana korupsi.
Lembar Pertama Surat Edaran KPU RI (Foto/Istimewa)
Apalagi, sampai saat ini aturan tersebut masih berlaku serta belum ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan kedua PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Berdasarkan penjelasan tersbut, dimina KPU untuk melakukan penundaan terhadap pelaksanaan putusan Bawaslu, sampai dengan keluarnya putusan uji materi Mahkamah Agung terhadap PKPU Nomor 20 tahun 2018 dan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018," begitu bunyi poin terakhir dari surat edara KPU RI yang ditandatangani langsung oleh Ketua KPU RI, Arief Budiman.
Lembar Kedua Surat Edarak KPU RI. (Foto/Istimewa)
Sementara itu, Ketua KPU Mamuju, Hamdan Dangkang mengaku, pihaknya langsung mengkomunikasikan putusan Bawaslu di atas ke KPU RI. Kata dia, kasus serupa juga terjadi di banyak daerah.
"Ada 10 kabupaten/kota yang kasusnya seperti ini," kata Hamdan.
Ia pun menegaskan, KPU akan menunggu adanya putusan uji materi dari Mahkamah Agung terkait PKPU di atas sebelum pihaknya mengeksekusi putusan Bawaslu.
"Berdasarkan surat edaran yang kami terima, tentu kita akan menunda pelaksanaan putusan Bawaslu itu. Paling tidak sampai ada hasil uji materi dari Mahkamah Agung," pungkas Hamdan Dangkang. (Naf/A)