Labuang, Riwayatmu Kini...

Wacana.info
Kunjungan Kerja Komisi I DPRD Sulbar ke Labuang. (Foto/Manaf Harmay)

Catatan Dari Kunjungan Kerja Komisi I DPRD Sulawesi Barat ke Labuang

 

Labuang, begitu kampung itu diberi nama. Lingkungan Labuang yang terletak di kecamatan Kalukku, Mamuju itu mendadak tenar pasca dipilihnya ia sebagai lokasi utama pengembangan bandara Tampa Padang.

Pihak Kementerian Perhubungan menjatuhkan pilihannya ke Labuang dengan beragam pertimbangan. Selain karena alasan keamanan, Labuang juga dianggap representatif untuk lokasi pengembangan bandara karena struktur tanahnya yang dianggap jauh lebih sehat ketimbang beberapa tempat lainnya.

"Di areal yang lama itu sudah dipenuhi oleh pemukiman penduduk. Dari segi finansial, apabila itu mau dibebaskan, jelas akan makan biaya yang besar juga. Kemudian, dari segi safety, karena dia di tengah pemukiman penduduk jelas tingkat keamanannya juga kurang baik. Dari segi amdal juga sesuai dengan apa yang telah ditandatangani Menteri kami, Labung paling tepat. Dari segi view juga, kesiapan lahan," terang PPK pembangunan bandara Tampa Padang, Kementerian Perhubungan RI, Dodi Sumarlan saat ditemui di sela-sela kunjungan kerja Komisi I DPRD Sulawesi Barat di Labuang, kemarin.

Peta Perluasan Bandara Tampa Padang di Labuang. (Foto/PPK Bandara Pembangunan Tampa Padang)

Setidaknya sampai hari ini, beragam alat berat terlihat begitu sibuknya di areal itu. Timbun menimbun, atau rata meratakan hampir tak pernah berhenti dikerjakan oleh sejumlah orang di balik kemudi kendaraan alat berat yang ada di Labuang.

Anggaran ratusan miliyar pun kini telah siap di Kementerian Perhubungan. Tahun ini, pengerjaan kesiapan struktur dasar lahan di Labuang memang sudah harus dikerjakan. Rencananya, 2018 nanti, Kementerian Perhubungan bakal melanjutkan proses pembangunan perluasan bandara dengan merealisasikan sejumlah bangunan fisik penunjang bandara lainnya di atas lahan itu.

Diungkapkan Dodi, di Labuang sendiri sudah ada puluhan hektar lahan milik warga yang telah dibebaskan. Masalahnya, tersisa puluhan hektar lainnya lagi yang harus diselesaikan ganti rugi lahannya oleh pemerintah demi kelanjutan proses pengerjaan proyek perluasan bandara.

Kini Labuang memang hanya diisi oleh berkubik-kubik timbunan baik yang belum maupun yang telah diratakan. Di sana memang lebih didominasi oleh luar biasanya kesibukan berbagai jenis alat berat yang terus dan terus bekerja.

Tapi, siapa sangka, di luas hamparan Labuang yang kini tersaji dulunya pernah diisi oleh beberapa rumah-rumah penduduk. Seperti yang Samad ungkapkan.

Warga Labuang itu menyebut, dulunya ratusan kepala keluarga bermukim di sana. Nanti setelah beberapa proses pengembangan bandara mulai dikerjakan, satu persatu warga memilih hengkang dari tempat itu.

"Sejak 2011 masyarakat mulai pindah Pak. Utamanya yang sudah dilunasi lahannya, itu sudah tidak di sini lagi," tutur Samad.

Iya, masalah memang telah tuntas bagi warga yang lahannya sudah dilunasi oleh pemerintah. Problemnya, masih terdapat puluhan hektar lainnya lahan milik warga Labuang yang hingga kini masih nasibnya masih menggantung. Bagaimana solusinya ?.

Merujuk ke surat yang dikeluarkan pemerintah provinsi Sulawesi Barat 27 Juli 2017 lalu disebutkan, pembebasan lahan untuk keseluruhan lingkuan Labuang seluas 329,122 Meter Persegi dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp. 21.392.930.000 dan telah diselesaikan pada anggaran APBD Tahun 2017 seluas 23.141 Meter Persegi dengan anggaran sebesar Rp. 1.504.165.000.

Khusus areal pembangunan terminal bandara Tampa Padang seluas 122.245 Meter Persegi dengan anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp. 7.945.925.000.
 
Surat yang diterbitkan dengan nomor 004.5/1035/Tapem itu bertujuan untuk meminta kepada pimpinan DPRD Sulawesi Barat melalui Komisi I kiranya dapat mempertimbangkan penambahan anggaran melalui perubahan APBD Tahun 2017 untuk menyelesaikan prioritas pembebasan tanah untuk kelancaran pembangunan terminal bandara.

Surat Permintaan Penambahan Anggaran dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat ke DPRD. (Foto/Manaf Harmay)

Anggaran yang diperuntukkan untuk membebaskan puluhan hektar lainnya lagi di Labuang baru tersedia pasca penetapan APBD Perubahan tahun ini. Di sisi lain, proses pengerjaan pematangan struktur dasar lahan pengembangan bandara wajib dikerjakan dalam waktu dekat (Itu jika pemerintah mau anggaran pengerjaan bangunan fisik bandara terealisasi tahun 2018 menatang).

DPRD Sulawesi Barat sendiri menjamin proses pembayaran ganti rugi lahan masyarakat yang terdampak perluasan bandara Tampa Padang tetap akan terealisasi. Saat Komisi I DPRD Sulawesi Barat berkunjung ke Labuang, kemarin, Ketua Komisi I DPRD Sulawesi Barat, Yahuda Salempang berani menjamin proses pembayaran ganti rugi lahan tersebut tetap akan terealisasi. 

Bahkan, politisi Demokrat itu menyebut, proses pembayarannya bisa diwujudkan setidaknya pada bulan Oktober tahun ini.

"Setelah penetapan APBD perubahan tahun ini, saya kira itu sudah bisa dibayarkan. Yah, bulan 10 sudah bisa," tutur Yahuda di hadapan sejumlah masyarakat Labuang yang sempat hadir.

DPRD yang pasang badan itu bukan tanpa alasan. Proses pengerjaan perluasan bandara sudah seharusnya segera dilakukan. Masalahnya, hingga kini, pembayaran ganti rugi lahan milik masyarakat belum bisa direalisasikan mengingat ketersediaan anggaran yang memang belum memungkinkan.

"Jadi mungkin bisa dilakukan penimbunan dulu di lahan itu. Nanti menyusul pembayarannya. Ini penting, karena yang kita hindari jangan sampai masuk musim hujan lagi, bisa terhambat proses pengerjaannya. Sementara proses tersebut sudah harus dirampungkan tahun ini," jelas Yahuda.

Yahuda pun meminta agar masyarakat bisa memberi kepercayaannya kepada DPRD. Setidaknya memberikan izin ke pekerja proyek perluasan bandara untuk bisa bekerja. Urusan ganti rugi lahan, biar DPRD yang menyelesaikannya.

"Itu komitmen kami. Masalah anggaraannya tetap akan dibahas di Komisi I. Jadi secara pribadi maupun kelembagaan, kami siap menjamin proses pembayarannya akan direalisasikan. Kami akan mengawal itu bersama pemerintah," kata Yahuda.

"Prinsipnya, kita tidak ingin menghambat proses pembangunan bandara. Di saat yang sama, proses pelunasan ganti rugi lahan sampai saat ini masih terus berjalan. Jadi, kami meminta agar masyarakat bersedia lahannya untuk dikerja. Nanti urusan pembayaran ganti ruginya, kami yang akan mengawal. Itu komitmen kami," tegas Yahuda Salempang.

Apakah warga yang belum terbayarkan lahannya itu bersedia menerima opsi yang ditawarkan DPRD di atas ?.

Kepala Lingkungan Labuang, Darling menungkapkan, berat untuk memberi pengertian ke masyarakat terkait opsi 'digarap dulu baru dibayar' di atas. Alasannya, lahan milik warga yang dimaksud didominasi oleh tanaman produktif penunjang ekonomi warga, serta tambak yang telah diisi oleh beragam komuditas bernilai ekonomi kepunyaan warga.

Proses Perluasan Bandara Tampa Padang di Labuang. (Foto/Manaf Harmay)

Jika harus menerima opsi tersebut, Darling meragukan keberlangsungan kehidupan ekonomi warga yang lahannya digarap demi kepentingan pembangunan bandara tersebut.

"Karena kebanyakan lahan itu Pak ditanami kelapa, ada juga yang empang. Jadi, kalau mau digarap dulu terus belakangan dibayar, bagaimana dengan masyarakat yang menggantungkan ekonominya dari kelapa atau empang yang ada di sana Pak," ujar Darling.

Darling bukannya tak mendukung pembangunan perluasan bandara Tampa Padang. Untuk itu, ia bakal melakukan pendekatan persuasif ke sejumla warga yang lahannya belum terbayarkan itu.

"Tapi nanti saya coba kasi penjelasan ke masyarakat Pak," begitu kata dia.

Warga Labuang sendiri sepertinya sudah lelah, bosan, jenuh bahkan hilang pengharapan lagi dengan isu pembayaran lahan milik mereka oleh pemerintah. Di mata warga Labuang, pemerintah tak ubahnya 'PeHaPe' (Pemberi Harapan Palsu) atas setiap komitmen pelunasan lahan yang rupanya sejak beberapa tahun lalu terus digaungkan pemerintah.

"Bukannya kami tidak percaya Pak. Bayangkan saja, sejak 2011 lalu kita selalu dijanji mau dilunasi. Tapi sampai sekarang tidak ada juga. Kami bukannya tidak mau kalau bandara ini dikerjakan. Tapi, akan lebih bagus kalau lahan kami dilunasi dulu baru digarap. Kami mau makan apa Pak," keluh Samad kembali.

Salah Satu Lahan Warga Labuang yang Ditanami Kelapa. (Foto/Manaf Harmay)

Evi, warga Labuang lainnya juga menyebut, awalnya, ia dan keluarganya merasa senang begitu tahu jika lahannya terdampak proyek perluasan bandara Tampa Padang. Namun, seiring berjalannya waktu, komitmen pemerintah untuk melakukan pembayaran atas ganti rugi lahan tersebut tak kunjung terealisasi.

"Kalau sekarang ditanya bagaimana perasaannya, biasa-biasa mi Pak. Tidak kayak dulu, kita keluarga senang, tanah kita mau dibeli pemerintah. Tapi sudah sekian tahun lamanya ini, tidak ada juga realisasi, jadi kita sudah anggap biasami," sumbang Evi.

Pembangunan bandara Tampa Padang memang penting. Sangat penting malah. Itu juga menyangkut percepatan pertumbuhan ekonomi di Mamuju dan Sulawesi Barat pada umumnya. Meski begitu, baik eksekutif, maupun DPRD Sulawesi Barat juga wajib melihat realitas sekaligus kondisi kekinian masyarakat di sana. 

Semoga ada solusi terbaik untuk mengurai benang kusut proses pelunasan lahan milik warga di Labuang. (Naf/A)