Pa‘bokatang, Surga Tersembunyi di Karampuang

Jam digital yang melingkar di tanganku sudah menunjukkan pukul 14.30. Hari sudah semakin sore, aku pun telah bersiap bersama dengan beberapa rekan di komunitas Jalan Jalan Ner untuk mengunjungi salah satu destinasi wisata di Mamuju, Pulau Karampuang.
Sekitar 20 orang di antara kami telah mematangkan segala sesuatunya untuk memanfaatkan akhir pekan di Pulau itu. Dari persiapan ransum, lengkap dengan alat masaknya, tenda, serta segala sesuatunya. Itu semua kami siapkan untuk menikmati 2 hari 1 malam di pulau itu.
Selain kami dari komunitas Jalan Jalan Ner, 1 peserta spesial pada trip kami kali ini yaitu seorang pejabat publik, Wakil Bupati Mamuju, Irwan Pababari. Ia bersedia ikut tuk menikmati Sabtu Minggu bersama kami, mungkin Beliau lelah atau bahkan jenuh pada padatnya rutinitas kerjaan, atau pada panasnya situasi politik jelang Pemilukada Sulawesi Barat. Mungkin yah.. hehehehehe.
Sekitar pukul 15.00 sore, kami meninggalkan base camp Jalan Jalan Ner, Banana Nugget and Coffee. Saya dan beberapa rekan lainnya memilih Rujab Wakil Bupati Mamuju sebagai persinggahan terakhir sebelum melaut ke Karampuang. Di Rujab, rupanya 'Pak Wakil' sudah siap, lengkap dengan kostum Jalan Jalan Ner kepunyaannya. Kami pun siap dengan trip seru di Karampuang.
Menuju dermaga dengan langkah pasti, kami pun telah ditunggu sebuah kapal yang siap mengantarkan kami ke tujuan. Satu persatu dari kami naik ke kapal berukuran sedang itu lalu mengambil tempat yang paling nyaman di atas kapal. Anggota lengkap, ayo berangkat...
Sekitar 30 menit di atas kapal, menikmati teduhnya ombak serta hembusan angin sepoi sepoi, tak terasa kami pun tiba di Karampuang. Tepatnya di pusat pemerintahan Desa Karampuang, kami merapat di dermaga yang letaknya tak jauh dari kantor Desa Karampuang. Tak butuh waktu lama, setelah membereskan segala sesuatunya, kami langsung menuju salah satu tujuan utama trip kami; Bujung Kaiyyang, sumur tiga rasa, atau yang lebih keren dengan sebutan, sumur jodoh (baca ulasan tentang bujung kaiyyang di www.wacana.info).
Melihat kami datang, apalagi bersama 'Pak Wakil' di tempat itu membuat warga sekitar sedikit kelimpungan. Kami yang jalan bersama Wakil Bupati Mamuju bikin Kepala Desa setempat langsung menghampiri kami. Tak ingin merepotkan aparat desa setempat, Irwan Pababari menyampaikan pesan singkat ke Kepala Desa. "Tidak usah repot-repot Pak Desa, kami datang bukan untuk agenda resmi. Kami datang cuma mau jalan-jalan, cuma mau refreshing. Tidak usah ada persiapan macam-macam," cetus Irwan ke Supriadi, Kepala Desa Karampuang yang memang terus mengikuti kemanapun kami pergi.
Hari sudah semakin sore, tuntas dengan riset di Bujung Kaiyyang, kami pun bergegas menuju lokasi yang pas untuk menghabiskan malam. Oleh masyarakat sekitar, kami diarahkan ke lokasi menginap yang letaknya di area perbukitan.
Menempuh jarak sekitar 5 Kilometer, kami pun tiba di lokasi yang dimaksud. Akses menuju lokasi tersebut terbilang ekstrim, memangkas jarak dengan berjalan kami, menapaki lorong-lorong desa, hingga memanjat bukit tentu membuat raga ini kelelahan.
Tapi segala lelah, semua letih atau bahkan kejenuhan selama diperjalanan seketika itu lunas terbayarkan oleh keindahan lokasi yang kami datangi. Begitu tiba, mata ini dimanjakan dengan pemandangan yang luar biasa indahnya. Hamparan teluk Mamuju yang cukup tenang nyaris sempurna. Ia yang degan setianya bertugas mengapit tanjung rangas hingga pesisir kota Mamuju terlihat jelas dari lokasi itu. Luar biasa indah.
Penasaran tentang lokasi kami itu, aku pun dengan sengaja berbincang dengan Supriadi. Kepala Desa Karampuang itu mengungkap, tempat kami menginap itu dinamai 'Pa'bokatang'. Dalam bahasa Indonesia, Pa'bokatang bisa diartikan sebagai tempat mengeringkan kopra. Hamparan luas di lokasi tersebut dulunya sering dijadikan masyarakat sekitar untuk mengeringkan kopra yang jadi aktivitas utama masyarakat Karampuang di masanya.
"Di sini dulunya sering dijadikan tempat untuk mengeringkan kopra. Itu karena kalau di sini dijemur, sejak terbitnya matahari hingga mau terbenam, sinar matahari selalu menyinari lokasi ini. Makanya dinamai pa'bokatang," tutur Supriadi.
Tak lagi dimanfaatkan sebagai lokasi mengeringkan kopra, kini pa'bokatang didominasi oleh tanaman ubi kayu milik masyarakat sekitar. Kami pun mencari spot menginap di titik bekas tanaman ubi kayu tersebut. Tak butuh waktu lama, kami pun bergegas mendirikan tenda yang sedari tadi masih terbungkus rapi dalam tas yang kami bawa, menyiapkan lampu penerangan plus menyiapkan alas masak memasak untuk agenda makan malam.
Hari mulai gelap, perlahan matahari dengan pastinya menghilang dari langit Mamuju, secara bersamaan bulan bersama jutaan bintang mulai menyombongkan keindahannya. Di antara kami, ada yang sibuk menyiapkan bara api guna mengolah ikan segar yang kami bawa, ada juga yang dengan teliti memperbaiki lampu penerangan, sementara yang lain merebus mie instan di atas tungku kompor portable yang kami bawa.
Perut kenyang, hati pun senang. Tuntas dengan agenda makan malam, kami pun berkumpul di tengah-tengah hamparan Pa'bokatang mengelilingi api unggun yang sedari tadi telah kami nyalakan. Sambil memandang keindahan kota Mamuju yang terlihat jelas di malam hari, kami disibukkan dengan beragam aktivitas santai. Ada yang asyik memainkan lagu dangdut lengkap dengan petikan gitarnya, ada yang sekedar berbagi cerita tentang kegiatannya sehari-hari, ada pula yang menafaatkan momen itu dengan mencurahkan isi hatinya.
Dari Pa'bokatang, kami bisa menikmati keindahan pesisir Mamuju, dari gemerlap lampu di kompleks perkantoran Gubernur, hingga deretan lampu di seputar anjungan Pantai Manakarra. Semuanya terlihat jelas dan indah. Sungguh indah 'Bumi Manakarra' dari sini.
Angin malam yang berhembus dari tempat itu tak bikin aku kapok untuk memilih tidur di luar tenda. Alasannya, 1 karena tidur di dalam tenda pengapnya luar biasa, 2 jika tidur di luar, mata ini bisa menikmati jutaan bintang yang terhampar di atas langit. Tinggal pakai jaket, baring deh.
"Bro, apa ini di atas langit kayak bintik-bintik putih. Kenapa banyak sekali....," tanya seorang kawanku yang memilih tidur bersamaku di luar tenda.
Sontak ngantukku hilang karena pertanyaannya itu. Sudah nyata itu bintang, lantas kenapa sampai ia bertanya seperti itu ?.
"Ah masa bintang, kamu kayak anggap saya anak kecil saja. Bukan bintang itu, apa di...?," tambahnya semakin penasaran. Saya pun ikutan bingung.
Tak lama berselang, ia melihat bintang jatuh dari atas langit. "Uh, semoga saya dapat istri yang saleha," cetusnya sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
"Kenapako Bro...,", tanyaku kepadanya.
"Ada bintang jatuh Bro, semoga dikabulkan doaku," jawabnya.
Aku Tambah bingung. Awalnya kawan ku itu tak percaya bahwa bintik-bintik yang ia tanyakan sebelumnya adalah bintang, giliran melihat bintang jatuh, ia justru meyakini kalau itulah bintang. Apa mungkin ia masih belum bisa move on dari kisah cintanya yang berakhir tragis yah... begitu kesimpulanku.
Pa'bokatang. Tak banyak yang tahu tentang spot wisata di Karampuang itu. Jika lebih banyak yang mengunjungi bujung kaiyyang atau sumur 3 rasa atau sumur jodoh, sementara mayoritas lagi lainnya memilih ke ujung bulo, lokasi wisata utama di Karampung, Pa'bokatang justru jadi 'surga' tersembunyi yang ada di pulau itu.
Dari sana kita bisa melihat keindahan pesisir Mamuju di malam hari serta meresapi suasana malam bersama bulan beserta hamparan bintang yang menyertainya. Rombongan Jalan Jalan Ner cukup beruntung. Pasalnya, kami lah yang pertama kali menjadikan tempat itu sebagai tempat berwisata.
Bagi siapa saja yang suka ke Karampuang, tak ada ruginya jika menyempatkan diri mengunjungi surga tersembunyi; Pa'bokatang. Dijamin, keren... (*)