Cercah Inspirasi dari Kopi Kobshii Batui

Laporan: Firdaus Thobelulu (Dari Luwuk Banggai)
Di balik aroma pekat dan cita rasa kuatnya, kopi kobshii menyimpan kisah dedikasi seorang petani dari Batui, Kabupaten Banggai. Kopi lokal khas Kecamatan Batui ini telah bertransformasi, dari sekadar hasil bumi menjadi duta daerah yang sukses menembus pasar internasional.
Kekuatan Rasa dari Tanah Subur Batui
Kopi batui oishi (Kobshii) menawarkan cita rasa autentik yang bersumber dari biji kopi pilihan, ditanam langsung oleh petani di kawasan Desa Kayowa, Kecamatan Batui. Berkat tanah yang subur dan iklim yang mendukung, kopi robusta batui ini memiliki ciri khas tersendiri; rasa yang lebih kuat dan mantap—sebuah kualitas yang berhasil memikat perhatian pecinta kopi lokal hingga mancanegara.
Kobshii hadir dengan lima varian rasa yang unik; original, jahe, wine, lanang (peaberry), dan honae. Setiap varian menunjukkan inovasi dan perhatian terhadap kualitas, menjadikan kopi kobshii sebagai salah satu produk unggulan yang turut mendukung pemberdayaan masyarakat setempat. Mendongkrak nama Kecamatan Batui sebagai daerah penghasil kopi yang patut diperhitungkan.
Om Pali: Penerus Warisan dan Inovator Kopi Batui
Di balik kesuksesan kobshii berdiri sosok Fadly, akrab disapa Om Pali. Kisahnya dalam dunia kopi dimulai sejak 1992 sial saat ia memutuskan untuk melanjutkan perkebunan sang ayah. Pilihan untuk beralih menanam kopi ditempuh saat tanaman cokelat di kebun mereka terserang penyakit.
“Kopi tetap bertahan dan semakin tahun harga kopi sudah semakin bagus. Saya ini lagi kembangkan untuk menambah populasinya,” tutur Om Pali.
Awalnya, perkebunan yang diwarisinya hanya sekitar lima hektar dan belum terawat dengan baik. Hanya dua hektar yang bertahan. Namun, seiring meningkatnya harga kopi, semangat Om Pali untuk mengembangkan kebun kembali membara.
“Dengan adanya harga kopi yang semakin meningkat saya tambah lagi populasinya sekarang sudah dengan kelompok sekitar,” sambungnya.
Setelah Tiga Dekade
Meskipun sudah bergulat dengan kebun kopi sejak 1992, Om Pali baru mulai fokus pada branding dan penjualan kopi kemasan pada tahun 2009. Titik balik terjadi pada tahun 2015, ketika permintaan terhadap kopi kobshii melonjak tajam.
Kini, setelah lebih dari tiga dekade, kopi kobshii tidak hanya diminati di dalam negeri, tetapi juga telah menjangkau pangsa pasar hingga Prancis, Turki, Jepan, Inggris dan Hongkong.
(Foto/Firdaus Thobelulu)
Meskipun permintaan sudah mencapai hitungan ton, Om Pali menegaskan prioritas pada kualitas dan menjaga citra merek lokal. Produksi paling banyak yang dapat dipenuhi per bulan berkisar hingga 200 kilogram secara keseluruhan.
“Kami belum mampu memenuhi puluhan ton karena keterbatasan bahan baku. Saya tidak mau juga mengirim terlalu banyak karena kita juga pikirkan brand lokal kita,” ujarnya jujur.
Kopi kobshii didistribusikan dalam bentuk biji sangrai maupun bubuk, dengan harga bervariasi—biji sangrai dibanderol Rp 160.000 per kilogram, sementara bubuk kemasan 130 gram dijual Rp 30.000. Saat ini, produk mereka telah tersedia di sedikitnya 10 galeri, supermarket, dan minimarket di Luwuk Banggai.
Ke depan, Om Pali bertekad untuk terus berinovasi, termasuk rencana pengembangan kopi celup dengan konsep yang lebih higienis.
“Kita akan buat dalam ukuran tertentu baru kita kemas, tapi kita pelan-pelan dulu untuk mengenalkan ke masyarakat agar lebih bernilai,” pungkasnya.
Kisah kopi kobshii Batui dan Om Pali adalah bukti nyata bagaimana ketekunan, perhatian terhadap kualitas, dan semangat inovasi dapat mengangkat potensi kopi lokal dari sudut desa menuju panggung global. (*)