Penyalahgunaan Wewenang, hingga Politik Uang Menggema di MK

JAKARTA--Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kepala daerah, Selasa (21/01). Sejumlah perkara PHPU disidangkan di Panel II sidang MK yang dipimpin oleh hakim konstitusi Saldi Isra hari itu, perkara nomor Nomor 207/PHPU.BUP-XXIII/2025 salah satunya.
207 merupakan nomor registrasi perkara untuk PHPU Pilkada Kabupaten Mamuju tahun 2024. Sidang hari itu jadi panggung utama bagi pihak termohon dalam hal ini KPU Kabupaten Mamuju, terkait (Paslon nomor urut 1) dan Bawaslu Kabupaten Mamuju untuk memberikan jawaban sekaligus penjelasan terkait sejumlah poin yang termuat dalam gugatan pemohon (Paslon nomor urut 2).
"Bahwa kami sudah menyampaikan jawaban terhadap pokok-pokok permohonan pemohon sesuai dengan tugas dan kewenangan kami selaku penyelenggara teknis pemilihan kepala daerah," tutur Komisioner KPU Kabupaten Mamuju, Sudirman Samual.
Terdapat sejumlah isu penting yang menyeruak pada sidang perkara nomor 207 tersebut. Hal tersebut tercermin dari jawaban yang yang disuarakan oleh masing-masing pihak.
Dari dugaan penyalahgunaan wewenang berupa politisasi ASN, pemanfaatan isu bantuan gempa tahap II, hingga politik uang, jadi isu sentral dalam penjelasan baik oleh termohon, terkait, maupun dari Bawaslu.
Di bagian awal jawaban yang dibacakannya, kuasa hukum termohon, Wahyu Karsul menegaskan, pemohon tak memiliki kedudukan hukum dalam perkara tersebut. Ada dua alasan utama yang diutarakan Wahyudi; selisih perolehan suara antara Paslon 1 dan dua yang melebihi ambang batas hingga dinilai tak memenuhi unsur.
Alasan kedua, menurut dia adalah permohonan pemohon tidak jelas. Sebab petitum pemohon bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. meminta untuk mendiskualifikasi salah satu Paslon.
Kuasa Hukum Termohon Bersama Komisioner KPU Mamuju. (Foto/Youtube MK)
Bagi dia, Pilkada Mamuju hanya diikuti oleh dua Paslon. Ketika diminta untuk mendiskualifikasi salah satunya, mestinya disandingkan dengan kolom kosong, tapi dalam petitum pemohon tidak menyandingkan itu.
Kuasa hukum KPU Kabupaten Mamuju itu pun menguraikan jawaban soal tudingan penyalahgunaan kewenangan yang didalilkan oleh pemohon. Bagi termohon, adalah hal yang penting untuk tegaskan bahwa pihak pemohon (calon bupati nomor urut 2, Ado Mas'ud) dan Sutinah Suhardi (pihak terkait) adalah bupati dan wakil bupati aktif yang dalam masa kampanye Pilkada sedang dalam status cuti di luar tanggungan negara.
Terhadap penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara, Wahyu mengatakan, proses penetapan hasil yang dilakukan KPU telah tunduk dan patuh pada ketentuan di pasal 32 Jo 33 PKPU nomor 18 tahun 2014 tentang rekapitulasi dan penghitungan suara. Termohon pun telah mengundang para saksi dari masing-masing Paslon untuk menghadiri rekapitulasi penghitungan suata tringkat kabupaten. Para saksi Paslon menerima undangan dan menghadiri agenda tersebut. Termohon juga telah menyerahkan formulir D.hasil KWK kepada para saksi untuk selanjutnya dilakukan pencermatan.
"Bahwa semua saksi menyetujui jumlah perolehan suara masing-masing Paslon karena berkesesuaian dengan hasil rekapitulasi tingkat kecamatanm. Hal ini sejalan dengan proses rekapitulasi tingkat kecamatan yang tidak mendapat keberatan dari para saksi," tutur Wahyu.
Soal pengarahan ASN. Hingga jawaban termohon tuntas disusun, Wahyudi menyebut, tak satu pun rekomendasi Bawaslu selaku lembaga yang berkewenangan oleh Undang-Undang yang diterima oleh termohon. Yang selanjutnya dijadikan alasan oleh pemhon untuk membatalkan pemilihan.
"Peristiwa yang didalilkan merupakan peristiwa pidana yang ranah penangannya ada di Gakkumdu. Termasuk dugaan money politic, juga tak ada dokumen resmi yang diterima oleh termohon," pungkas Wahyu Kasrul.
Pengaburan Fakta
Tudingan telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang dialamatkan ke Paslon nomor urut 1 (pihak terkait) mendapat bantahan. Kuasa hukum pihak terkait, Tamzil Rahim menguraikan, tudingan tentang pemanfaatan dana bantuan gempa tahap II melalui kampanye oleh pihak terkait adalah bentuk pengaburan fakta atas apa yang sebenarnya terjadi.
Kuasa Hukum Pihak Terkait. (Foto/Youtube MK)
"Karena fakta yang sebenarnya adalah adanya dinamika saat pelaksanaan kampanye. Saat Paslon 1 menyampaikan visi dan misinya, ada masyarakat yang menanyakan status bantuan gempa tahap II. Dan oleh Paslon 1, diberikan informasi edukasi berupa jawaban atas pertanyaan tersebut. Hal ini kembali dipertegas oleh Paslon 1 saat pelaksanaan debat publik ke II oleh KPU. Sehingga dalil tersebut sangat berdasar untuk ditolak atau dikesampingkan," tegas Tamzil.
Tentang data penerima bantuan gempa tahap II merupakan ranah tupoksi BPBD Mamuju yang kemudian ditindaklanjuti oleh Pjs Bupati memalui OPD terkait. Menurut Tamzil, dalil pemohon yang selalu mengaitkan dengan Paslon nomor 1 tersebut jelas adalah dalil yang tidak berdasar, patut untuk ditolak atau dikesampingkan.
Tamzil menguraikan, data penerima bantuan gempa untuk enam kecamatan di Kabupaten Mamuju berdasarkan surat keputusan Bupati Mamuju Nomor 571`tahun 2024 tanggal 30 September 2024 sejumlah 19.722 kepala keluarga adalah keputusan yang ditandatangani oleh Pjs bupati. Bukan oleh Paslon 1 yang sudah melaksanakan cuti di luar tanggungan negara sejak 25 September 2024 sampai 23 November 2024.
"Bahwa dari data penerima bantuan gempa tersebut pemohonm lantas menyandingkan DPT yang dikelurkan oleh KPU, lalu membuat narasi yang tidak benar dan tidak berdasar bahwa data tersebut digunakan untik mendapatkan dukungan suara pada Pilkada Mamuju. Tapi pemohon tidak bisa membuktikan secara meyakinkan bahwa telah terjadi penyalahgunaan data DPT dengan data penerima bantuan gempa tahap II untuk meraih suara untuk Paslon 1," beber Tamzil.
Tudingan money politic yang dilakukan oleh Paslon nomor urut 1 juga mendapat bantahan dari Tamzil. Kata dia, adanya money politic yang dilakukan Paslon 1 di Kecamatan Kalumpang dan Kecamatan Mamuju merupakan dalil yang tidak berdasar dan terkesan ilusioner. Alasannya, karena tak disertai dengan penjabaran yang jelas.
Terlebih lagi karena tidak adanya lampiran keberatan dari saksi-saksi di Kecamatan Kalumpang dan Mamuju, sehingga menurut kuasa hukum pihak terkait, apa yang didalilkan oleh pemohon itu tidak memenuhi syarat untuk djadikan pelanggaran.
"Bahwa dalam dalilnya pemohon juga meminta agar termohon melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Mamuju tanpa mengikutkan Paslon 1, sangat tidak relevan dengan dalilnya yang menyatakan terjadi money politic di dua kecamatan, tetapi meminta PSU secara menyeluruh dengan hanya mendalilkan tanpa adanya bukti yang jelas sehingga patut untuk dikesampingkan oleh makhamah," Tamzil Rahim menutup.
Pimpinan Bawaslu Mamuju bersama Pimpinan Bawaslu Sulbar. (Foto/Youtube MK)
Pimpinan Bawaslu Kabupaten Mamuju, Rusdin dalam keterangannya menyebut, permohonan pemohon berkenaan dengan penggunaan dana gempa tidak terdapat laporan atau temuan pelanggaran pemilihan.
Dikutip dari website resmi Mahkamah Konstitusi, Bawaslu Kabupaten Mamuju, kata Rusdin, telah melakukan tugas pencegahan dengan mengeluarkan imbauan yang pada pokoknya menghimbau kepada pemerintah Kabupaten Mamuju untuk memastikan proses penyaluran dana bantuan gempa tahap 2 agar dilakukan dengan tidak merugikan atau menguntungkan salah satu Pasangan Calon dalam Pilbup Kabupaten Mamuju 2024.
Perkara PHPU Pilkada Mamuju Nomor 207/PHPU.BUP-XXIII/2025 diajukan oleh Paslon bupati dan wakil bupati Mamuju nomor urut 2,Ado Mas'ud dan H Damris. Pemohon dalam gugtannya mempersoalkan pemanfaatan dana bantuan bencana gempa tahap II Kabupaten Mamuju yang bersumber dari APBN yang diduga dilakukan Paslon nomor urut 1, Sutinah dan Yuki Permana (Pihak Terkait).
"Informasi yang kami terima, MK menjadwalkan sidang putusan sela atau dissmissal pada 11-13 Februari 2025," ungkap Sudirman Samual, Komisioner KPU Kabupaten Mamuju. (*/Naf)