Anomali Data Sirekap, Kekeliruan KPPS ?

MAMUJU--Salah satu catatan penting dalam pelaksanaan Pemilu 2024 ini adalah terkait penggunaan Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap). Faktanya, alat bantu yang disiapkan oleh KPU melakukan pencatatan dan pendokumentasian perhitungan suara di TPS itu tak berjalan secara maksimal.
Buktinya, ada sekian banyak anomali angka atau kesalahan dalam Sirekap yang kemudian terpublikasi di situs pemilu2024.kpu.go.id. Hal tersebut yang belakangan jadi pemicu munculnya pertanyaan publik terkait hasil proses pemungutan suara yang dikomandoi oleh KPU.
Ketua KPU Provinsi Sulawesi Barat, Said Usman Umar mengaku, Sirekap memang bukan peranti yang dapat menggaransi keakuratan data hasil Pemilu. Ada sejumlah faktor yang mesti didudukkan secara ideal dalam melihat data Sirekap tersebut.
"Hasil bacaan Sirekap ini, terkandang benar, terkadang salah, samanya sistem. Nah di KPPS itu dia punya cara untuk mengoreksi itu, yang memasukkan gambar tadi. Jadi tergantung KPPS, dia mau koreksi atau tidak. Kan banyak juga KPPS yang tidak mengambil gambar, dia tidak lagi ingat hal itu," beber Said Usman kepada WACANA.Info, Rabu (21/02).
Sirekap, masih oleh Said Usman, sebenarnya menyediakan ruang bagi KPPS untuk memverifikasi keakuratan gambar yang diupload. Jika memang ada yang keliru, KPPS punya kesempatan untuk mengkoreksinya.
"Ada juga yang ambil gambar, tapi tidak melakukan koreksi lagi, karena itu tadi, adanya kekeliruan pembacaan sistem. Di lapangan kan ada wilayah tertentu yang signalnya lemah, jadi proses koreksi itu tidak bisa lagi untuk dilakukan," Said Usman menjelaskan.
Said Usman Umar. (Foto/Instagram KPU Sulbar)
Setelah menemukan ada sekian banyak kasus kekeliruan data di Sirekap, KPU kemudian melakukan perbaikan kembali ke data asli yang sesuai dengan C hasil dari oleh KPPS. Hal itu dilakukan di proses rekapitulasi tingkat kecamatan, ada juga yang dilakukan oleh operator di KPU kabupaten.
"Misalnya ada yang angkanya 0 tapi dibaca 8, itu yang banyak. kita temukan. Ada juga untuk DPD yang kita temukan, ada yang perolehan suaranya 800 lebih, padahal DPT-nya saja cuma 300-an. Karena itu tadi, misalnya suaranya hanya 30, tapi ketika ditulis di C hasil 030. Sementara pembaca Sirekap 838, karena 0 tadi dibaca 8, 1 terkadang terbaca 7. Itulah yang diedit sampai tadi malam. Kami juga banyak dihubungi peserta Pemilu yang katanya kurang suaranya, yah kami sampailkan bahwa faktanya itu. Dan proses koreksinya itu ada di proses rekap tingkat kecamatan dan kabupaten," terang Said Usman.
Mantan aktivis HMI itu tak ingin menyimpulkan soal dimana letak masalahnya hingga anomali data Sirekap dapat terjadi. Di satu sisi, kekeluruan memang dilakukan oleh KPPS. Sementara di sisi lain, sistem Sirekap juga sering keliru dalam membaca angka hasil yang diupload oleh KPPS. Belum lagi tentang persoalan jaringan internet yang belum maksimal di wilayah-wilayah tertentu.
"Sistem tidak seakurat itu. Kemudian tulisan KPPS ini juga beda-bada ini. Terkadang pembaca sistem itu tidak sesuai dengan apa yang dimaisud di C hasil. Ada juga yang kita temukan angka Caleg sekian, tapi jumlahnya beda. Itu ada faktor kelalaian KPPS, mumgkin karena kelelahan, tapi saat tidak dikoreksi juga, mungkin karena KPPS telah yakin bahwa pembacaan angka oleh sistem itu sudah betul kemudian itu tadi, persoalan jaringan," ujarnya.
"Saya mau tekankan begini, Sirekap fungsinya mempublikasi hasil sementara. Mestinya publik saat mendapatan hasil yang keliru dalam publikasi itu mestinya dibawa ke proses rrapat pleno untuk menjadi bahan korekasi. Kami KPU dalam menjadikan dasar untuk penetapan hasil itu adalah rapat pleno rekaptiulasi terbuka, bukan Sirekap," tutup Said Usman Umar.
Evaluasi Sirekap serta Peningkatan Kualitas KPPS
Jika memang kekeliruan atas data Sirekap itu ada di pundak KPPS, hal tersebut juga jadi bukti bahwa pengetahuan KPPS terkait teknis pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara belum begitu memadai. Disamping menuntut KPU untuk mengevaluasi Sirekap untuk penggunaan di momentum elektoral di masa yang akan datang.
"Banyaknya persoalan di TPS di masa pemungutan dan penghitungan suara ini membuktikan bahwa pengetahuan KPPS tak memadai. Buktinya, publik juga tahu bahwa ada sekian TPS di Mamuju yang cukup kacau pelaksanaan pungut hitung suaranya. Termasuk bagaimana KPU melakukan evaluasi terhadap penggunaan Sirekap ini," ucap Hamdan Dangkang, Koordinator Daerah Mamuju, Forum Strategis Pembangunan Sosial (Fores) dalam keterangan tertulisnya kepada WACANA.Info.
Mantan Ketua KPU Kabupaten Mamuju itu menduga, ada yang keliru dari pelaksanaan Bimtek yang dilakukan KPU kepada KPPS. Faktor yang menyebabkan pengetahuan teknis dari penyelenggara pemungutan suara di TPS itu tak akseptabel.
Hamdan Dangkang. (Foto/Manaf Harmay)
"Kalau Bimteknya dilakukan dengan cara mengumpulkan sekian banyak KPPS dalam satu ruangan, saya kira memang tidak akan maksimal. Bagaimana mungkin pengetahuan itu tersampaikan secara ideal jika Bimtek dilakukan sedemikian padatnya. Saya kira, ini juga yang harus diperbaiki KPU di masa yang akan datang. Ini harus menjadi catatan penting. Paling tidak, ini bisa jadi bahan evaluasi bagi semua pihak, utamnya bagi KPU agar lebih memperhatikan kualitas KPPS," Hamdan menugurai.
Oleh karena itu, sambung Hamdan, kurang bijak jika mendudukkan kekeliruan data Sirekap itu hanya ke pundak KPPS saja. KPPS, kata mantan Ketua KPU Mamuju itu, merupakan bagian dari penyelenggara Pemilu yang bekerja di lapangan, berhadapan langsung dengan pemilih. Tak tepat jika menyebut KPPS sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas adanya anomali data Sirekap.
"Saya kira, jika menyebut KPPS yang keliru, itu bukan sesuatu yang bijak. Ada banyak hal yang mesti dilihat secara utuh sebelum memposisikan penyelenggara Pemilu di tingkat TPS itu sebagai biang keladi utama banyak kekeliruan data hasil pemungutan suara di Sirekap," tutup Hamdan Dangkang. (*/Naf)