Menuju Pemilu 2024

Piala Dunia dan Politik; yang Menguasai Belum Tentu Memenangkan

Wacana.info
Bendera Peserta Piala Dunia Qatar di Warkop Ngalo Karema, Menyisakan Empat Bendera, Argentina, Prancis, Kroasia dan Markoko. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--The Flanker. Sebuah situs yang memfokuskan diri pada ulasan tentang olah raga sepak bola dari beragam perpesktif menulis di akun twitternya;

"Brasil adalah tim favorit. Skuad mereka megah, individu mereka brilian. Main mereka cantik. Namun, piala dunia bukanlah tentang siapa yang paling cantik, siapa yang paling indah. Turnamen ini adalah soal siapa yang paling cerdik. Siapa yang punya banyak akal," begitu cuitan twitter @theflankerID 10 Desember 2022 yang lalu.

Piala Dunia yang berlangsung di negeri kaya raya Qatar itu jadi penegasan tentang betapa bola itu bundar. Tak ada yang dapat memprediksi hasil akhir dari sebiah bentrok masing-masing kesebelasan. Tak peduli reputasi, tak peduli ranking. Begitu peluit tanda dimulainya pertandingan dibunyikan, dari sana segala prediksi itu sebatas 'mungkin' saja.

Hanya segelintir orang yang telah memprediksi langkah Maroko di turnamen akbar yang berpusat di Qatar itu. Toh, faktanya, kini negara Afrika Utara itu berhak atas tiket semi final Piala Dunia 2022. Setelah sebelumnya sukses bikin negara dengan kualitas sepak bola yang mumpuni; Spanyol mudik duluan di babak perdelapan final. Belum lagi hasil pertandingan mengejutkan lainnya yang telah tersaji di beberapa pertandingan sebelum-sebelumnya, Argentina yang takluk di tangan Arab Saudi di babak penyisihan salah satunya. (Meski kini Argentina jadi salah satu negara yang berhak tampil di babak semi final Piala Dunia).

Di titik ini, ada kemiripan antara turnamen sepak bola Piala Dunia Qatar 2022 dengan warna utama dalam dunia politik. Bagi Syarifuddin Mandegar, titik temu antara Piala Dunia dan politik ada di strategi, seni dan taktik.

Dewan pembina lembaga Esensi Sulawesi Barat itu menguraikan, sepak bola bukan sekadar kepiawaian menggiring bola, tetapi tujuan utamanya adalah bagaimana mencetak gol. Dari sana dibutuhkan strategi dan taktik dalam mengatur ritme permainan. Buktui sahih ada di Maroko yang tak begitu diunggulkan, tapi karena strategi dan taktik serta mental bermain cukup bagus negara yang menganut sistem monarki konstitusional parlementer itu mampu melangkah hingga ke semi final. 

"Maroko juga telah menunjukkan kepada dunia bahwa sepak bola bukan millik tim bertabur bintang, tetapi sepak bola kuncinya adalah bagaimana meramu skill para pemain menjadi satu kekuatan dengan strategi dan taktik yang jitu. Demikian halnya dengan politik yang boleh dibilang ranah tak bertuan bukan siapa pun. Kemenangan dalam berpolitik bukan hanya mengandalkan modal kapital yang banyak, tetapi politik membutuhkan strategi dan taktik meraih simpati publik untuk memantaskan diri meraih kemenangan," urai Syarifuddin Mandegar, Selasa (13/12).

Syarifuddin Mandegar. (Foto/Esensi Sulbar)

Mantan aktivis HMI itu manambahkan, pemenang dalam gelanggang politik tak melihat latar belakang sosial. Selama mampu memainkan peran politiknya dengan baik, maka ia lah pemenangnya. Tak berlebihan jika aktor politik mengambil pelahjaran pada apa yang tersaji di pentas Piala Dunia Qatar. 

"Di sana ada adu strategi, taktik, seni bermain, mentalitas dan kekompakan antarlini. Politik tidak bisa dikerjakan secara sendiri tetapi membutuhkan kerja tim. Sama dengan sepak bola yang tidak hanya peran striker saja, tetapi semua lini harus saling menopang," begitu kata Syarifuddin Mandegar.

Setali tiga uang. sepak bola dan Piala Dunia Qatar yang punya kemiripan juga diutarakan politisi Golkar Sulawesi Barat, Ashari Rauf. Meski harus merelakan tim favoritnya pulang lebih awal, Ashari yang fans ke Timnas Brasil itu menjelaskan, permaian sepak bola di tak sekadar kemampuan memainkan, mengolah dan mengendalikan bola hingga terciptanya gol. 

Dari sepak bola itulah semuanya belajar tentang etos kerja, semangat, optimistis, pantang putus asa, bekerjasama atau bekerja tim, berkorban fisik. Ujungnya tentu memperoleh hasil yang terbaik.

"Dalam dunia politik juga demikian. Meskipun baru di dunia politik, apalagi saya masih muda. Bagi saya, di dunia politik dibutuhkan etos kerja, kerja tim dengan beragam strategi, semangat dan optimis yang besar, pantang putus asa, termasuk berkorban banyak hal, mulai materi hingga waktu," ucap Ashari Rauf.

Ashari Rauf. (Foto/Net)

Baik Piala Dunia maupun politik, keduanya menyimpan nilai seni yang luar biasa. Piala Dunia ataupun dunia politik sama-sama memperlihatkan pertarungan seni dalam memperebutkan status pemenang dan juara. Ashari bilang, seni dalam politik dan Piala Dunia adalah seni strategi, kualitas dan integritas. Banyak negara yang awalnya dianggap lemah di pentas Piala Dunia kali ini, nyatanya bisa bertahan hingga di empat besar.

"Itu karena kemungkinan-kemungkinan yang dilatar belakangi oleh faktor-faktor yang saya sebutkan tadi. Mereka memiliki mental juara. Begitupun di dunia politik. Jangan pernah anggap remeh siapapun yang kita anggap lemah dari satu sisi. Karena kemungkinan-kemungkinan peran yang dimainkan, justru ia bisa keluar sebagai pemenang dalam dunia politik itu. Itu karena ia memiliki etos atau kerja keras, memiliki semangat yang kuat dan yang paling penting punya mental juara," tutup Ashari Rauf. (Naf/A)