Katto-Kattoq serta Fenomena Pergeseran Minat ala Kiki Aulia Ucup
Oleh: Manaf Harmay
Sore itu, pengeras suara masjid yang ada di kompleks tempat tinggalku mulai memperdengarkan lantutan ayat suci. Dalam perjalanan menuju rumah, di tengah kondisi jalan yang jauh dari kata layak, kulihat tiga anak kecil dengan mainan sederhana yang mereka tenteng. Satu di antaranya malah mengalungkannya ke leher. Mainan yang oleh mayoritas orang dilabeli katto-kattoq.
Mahir betul anak perempuan itu memainkan katto-kattoq. Sambil saling bercakap, mereka terlihat begitu senang dengan permainan yang sebenarnya beberapa tahun silam juga sempat mewabah. Sementara anak yang satu memilih mengalungkan katto-kattoqnya di leher itu justru asyik dengan cemilan yang terus dikunyahnya.
Katto-kattoq. Sebuah permainan sederhana yang kini kembali menjadi tenar. Sangat tenar kalau boleh dibilang. Mulai dari anak-anak, hingga orang dewasa. Perempuan atau laki-laki seolah larut dalam keasyikan permainan yang sebenarnya menyimpan risiko cidera itu (baca; pergelangan tangan bengkak).
Rasa-rasanya, nyaris tak ada lorong, jalan, atau gang di penjuru kota ini yang tak terbius katto-kattoq. Permainan yang terlihat sederhana, tapi menyimpan kerumitan prinsip fisika itu. Di sana ada gerak, ada gaya, skill, serta yang tak terbatahkan adalah keberlimpahan adrenalin untuk dapat memainkannya.
Dikutip dari bugispos.com, permainan katto-kattoq sebenarnya adalah mainan yang lahir dari anak-anak Amerika Serikat; clackers balls toys. Permainan yang sudah ada sejak era tahun 1960-an. yang kini kembali digemari oleh anak-anak zaman now.
(Foto/Manaf Harmay)
Katto-kattoq atau clackers juga dikenal sebagai clankers, ker-bangers, serta banyak nama lainnya adalah mainan yang mulai populer di akhir 1960-an dan awal 1970-an. Pada tahun 1968, model bola kaca tempered muncul yang pada akhirnya akan pecah, mengirimkan pecahan kaca ke wajah pengguna dan siapa pun di dekatnya.
Pada awal 1970-an, pabrikan mengubahnya menjadi bola plastik yang tergantung pada setiap tali. Ketika mereka diayunkan ke atas dan ke bawah, membenturkan satu sama lain dengan banyak kekuatan, mereka membuat suara 'klak' yang keras.
Menariknya, virus katto-kattoq yang kembali merebak saat ini seperti menggeser aneka permainan moderen. Ada sejumlah permainan yang berlabel 'keren' di gadget dengan teknologi mutakhir, kini justru terpinggirkan. Fenomena katto-kattoq mampu mengembalikan segala hal positif tentang idahnya berinteraksi langsung dengan teman sekitar. Sesuatu yang nyaris mustahil terwujud ketika hanya mengandalkan aneka aplikasi permainan yang dari gawai masing-masing.
Dibandingkan game-game online itu, nilai filosofis di balik katto-kattoq sungguh sangat luar biasa. Manfaat permainan tradisional tersenut sungguh sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak kita. Dengan katto-kattoq, ada stimulus yang sangat nyata dalam meningkatkan kemampuan anak. Ada tantangan bagi perkembangan otak dan fisik. Mungin, hanya suara 'klak'-nya saja yang bikin permainan ini masuk dalam kategori mengusik.
(Foto/Manaf Harmay)
Melihat fenomena trend katto-kattoq itu, saya teringat dengan pernyataan dari Kiki Aulia Ucup, orang di balik sejumlah even kelas satu di Indonesia; Pestapora dan Synchronize Festival salah duanya.
Saat jadi tamu di podcast Vindes beberapa bulan lalu, Ucup, begitu ia akrab disapa, mengatakan, ada semacam pergeseran minat dari para penikmat musik khususnya yang ada ada di Jakarta Selatan, kawasan yag juga jadi trendsetter musik dan fashion itu.
Saat jadi bintang tamu bersama Andika 'Kangen Band', Ucup mengungkapkan, pergeseran minat yang dimaksud itu adalah mayoritas orang Jakarta Selatan merasa bahwa sesuatu yang tadinya dianggap sebagai keren dan wajib itu kini berubah. Saat ini, justru hal yang dianggap norak, atau kampungan justru jadi hal yang yang sangat keren saat ini.
"EDM (Electronic Dance Music) sekarang itu seperti minggir. Justru yang masuk sekarang itu justru koplo. Pergeseran itulah yang membawa Kangen band, ST 12, Armada, atau koplo-koploan lainnya itu bisa masuk. Jadi hal yang tadinya dianggap norak, sekarang justru wah. Gue keren nih pake baju ini, gue keren nih pake bajunya Nassar misalnya, atau seterusnya. Jadi kayak begitu sih gue melihatnya," begitu kata Kiki Aulia Ucup saat ditanya Vincent tentang adanya fenomena pergeseran minat di tengah penikmat musik saat ini. Video di akun Vindes yang telah ditonton oleh 6,4 Juta kali itu.
* Tulisan ini telat terbit di Harian Radar Sulbar edisi Selasa (22/11/2022)