Tentang Kepala Daerah yang Mengakhiri Masa Jabatannya Tahun ini, Sulbar Salah Satunya
MAMUJU--101 Kepala Daerah di Indonesia bakal mengakhiri masa jabatannya di tahun 2022 ini. 101 Kepala Daerah tersebut masing-masing 76 Bupati, 18 wali kota, serta tujuh gubernur.
Masa jabatan Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar beserta Wakil Gubernur Sulawesi Barat, Enny Anggraeni memang akan habis di tahun ini. Termasuk DKI Jakarta, Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, dan Papua Barat.
Karena pelaksanaan Pemilukada baru akan dihelat di tahun 2024 nanti, kursi Kepala Daerah yang akan lowong tersebut hampir pasti akan diisi oleh seorang penjabat Kepala Daerah.
"(Untuk mengisi kekosongan jabatan), diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur/wagub, bupati/wabup, serta wali kota/wakil wako melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024," beber Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan.
(Infografis/Kompas.com)
Penjabat Gubernur yang bisa mengisi kekosongan jabatan tersebut wajib datang dari sosok yang menduduki jabatan pimpinan tinggi madya atau setingkat eselon I. Dosen Hukum Tata Negara/Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Tomakaka Mamuju, Rahmat Idrus menguraikan, hal ini tersebut sesuai dengan Pasal 201 ayat 10 Undang Undang Nomor 10 tahun 2016.
"Ia akan menjabat sampai dengan pelantikan gubernur selanjutnya, untuk pengisian penjabat Bupati dan atau Walikota itu diatur dalam ayat 11. Adapun teknisnya dapat juga dilihat pada peraturan turunan seperti PP dan Permendagri," ucap Rahmat Idrus kepada WACANA.Info, Rabu (12/01).
Kata Rahmat, Aturan teknis penunjukan penjabat gubernur, bupati dan walikota diatur dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2018. Mendagri akan mengajukan tiga nama ke presiden, untuk selanjutnya dipilih oleh presiden.
"Sedangkan untuk penjabat bupati dan atau wali kota, Gubernur mengajukan nama ke Mendagri dan Mendagri akan menelusuri rekam jejak dari nama yang diajukan oleh Gubernur tersebut apakah akan menimbulkan konflik kepentingan dengan pengusul atau tidak, begitulah aturan normatifnya," sambung peraih gelar doktor dari Universitas Muslim Indonesia itu.
Memperpanjang Masa Jabatan Gubernur, Mungkinkah ?
Memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang berakhir pada 2022 bisa jadi salah satu pilihan untuk dilakukan pemerintah. Hal itu diungkapkan guru besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Djohermansyah Djohan.
"Sangat memungkinkan (perpanjangan masa jabatan). Karena memenuhi semua persyaratan. Kalau kita perpanjang, ia punya legitimasi. Karena ia dipilih rakyat dulu, lalu diperpanjang," kata Djohermansyah.
Masih oleh, ada jeda waktu yang cukup panjang dari 2022 hingga Pilkada 2024. Karena itu, ia berpendapat, perlu sosok yang punya pengalaman cukup dalam memimpin daerah. Selain itu, sosok tersebut harus memiliki kompetensi serta sensitivitas dan kepekaan politik.
"Kompetensi ada, jam terbang punya, sense of politics tentu. Juga bisa melanjutkan pembangunan, pelayanan publik juga lebih aman karena dia sudah mengerti yang sudah dikelola selama ini," begitu kata Djohermansyah Djohan.
Rahmat Idrus (Foto/Manaf Harmay)
Rahmat Idrus pun melihat opsi memperpanjang masa jabatan gubernur bukan sesuatu yang terlarang. Pemerintah, kata Rahmat, bisa membuat diskresi, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang Undang 10 Tahun 2016.
"Misalnya opsi perpanjangan masa jabatan gubernur, bupati dan walikota karena mereka punya legitimasi karena pilihan rakyat tinggal diperpanjang. Sedangkan kalau penjabat sementara legitimasi dari rakyat tidak ada secara langsung, karena ia diangkat oleh presiden untuk gubernur dan Mendagri untuk bupati dan wali kota," simpul Rahmat Idurs.
DPRD Sulbar: Berintegritas, Penjabat Gubernur Wajib Memahami Kondisi di Sulbar
Ketua Komisi II DPRD Sulawesi Barat, Sukri Umar berharap, pemerintah dalam menunjuk seorang penjabat gubernur di Sulawesi Barat wajib untuk mempertimbangkan beberapa hal. Selain sosok dengan tingkat integritas yang mumpuni, penjabat gubernur Sulawesi Barat pun dituntut memiliki pemahaman yang utuh tentang kondisi di provinsi ke-33 ini.
"Yah tentu yang berintegritas lah. Yang punya rekam jejak bagus. Lepas dari kepentingan apapun. Dana satu yang juga tak kalah pentingnya, penjabat gubernur itu harus paham tentang kondisi di Sulbar secara umum," papar Sukri Umar yang dihubungi via sambungan telepon.
Politisi Partai Demokrat itu menyebut, dibutuhkan sosok yang ideal untuk mengisi posisi penjabat gubernur di Sulawesi Barat. Selain karena terpaan pandemi, Sulawesi Barat yang baru saja diterpa bencana itu pun jadi salah satu alasan mengapa provinsi ini sangat membutuhkan figur penjabat gubernur yang pas.
Sukri Umar. (Foto/Manaf Harmay)
"Karena semua terkait upaya mengembalikan geliat perekonomian masyarakat yang hancur akibat pandemi. Belum lagi kita di Sulbar ini yang baru saja diterpa bencana gempa bumi. Jadi memang kita perlakuan khusus yang hanya bisa dikerjakan oleh figur yang tepat," sambung Sukri.
Menjaga hubungan eksekutif dan legislatif juga jadi poin yang mesti menjadi garansi dari seorang penjabat gubernur Sulawesi Barat nantinya. Bagi Sukri, DPRD sebagai representasi masyarakat Sulawesi Barat bakal jadi yang terdepan mendukung program kerja penjabat gubernur jika itu didasarkan pada kepentingan masyarakat.
"Yah kami tentu berharap yang jadi penjabat nantinya adalah seorang ASN tulen. Punya rekam jejak yang baik. Kami pasti memberi dukungan kepada yang bersangkutan. Meski di sisi lain, fungsi pengawasan yang melekat di DPRD tentu akan tetap kami jalankan. Memastikan jalannya pemerintahan tetap berada di jalur yang benar," pungkas Sukri Umar. (Naf/A)