Gubernur Minta Paripurna Ditunda, Aroma Hak Angket Kian Menyengat

Wacana.info
Paripurna DPRD Sulbar, Diputuskan untuk Kembali Menggelar Paripurna Pada Senin 16 Agustus 2021. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--DPRD Sulawesi Barat kembali gagal menghadirkan Gubernur dalam paripurna interpelasinya. Paripurna DPRD yang digelar Senin (9/08) lagi-lagi tak dihadiri Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar.

Ketidakhadiran Ali Baal di arena paripurna interpelasi itu jadi yang kedua kalinya. Setelah sebelumnya 'cukup' dengan telepon ia membatalkan agenda serupa di DPRD. 

Kali ini, ketidakhadiran Gubernur tersebut didasarkan pada permintaannya untuk menunda pelaksanaan paripurna. Seperti yang termuat dalam surat resmi yang dilayangkan Gubernur ke DPRD tanggal 6 Agustus 2021 (tertulis di surat itu 06 Agustus 2020).

Dalam surat bernomor 2105.01.04/1943/VIII/2021 itu, Ali Baal menegaskan ketidaksiapannya untuk hadir di paripurna Senin (9/08). Alasannya, eksekutif masih dalam tahap pemetaan terhadap OPD yang mengelola dana hibah Bansos tahun 2021.

"Pemetaan tersebut akan dilaksanakan dalam minggu ini dan hasilnya akan segera dilaporkan kepada Gubernur yang selanjutnya akan segera disampaikan kepada DPRD Sulawesi Barat untuk dijadwalkan rapat paripurna dalam rangka penjelasan Gubernur atas hak interpelasi DPRD Sulawesi Barat," bunyi surat yang diteken oleh Ali Baal Masdar itu.

Surat Gubernur Sulbar Meminta Penundaan Paripurna Interpelasi. (Foto/Manaf Harmay)

Atas surat tersebut, DPRD Sulawesi Barat pun memutuskan untuk kembali menjadwalkan pelaksanaan rapat paripurna interpelasi. Ketua DPRD Sulawesi Barat, Suraidah Suhardu mengatakan, rapat paripurna untuk agenda mendengar penjelasan Gubernur terkait interpelasi DPRD akan digelar pada Senin (16/08) pekan depan.

Permintaan Gubernur untuk menunda pelaksanaabn paripurna oleh Gubernur itu merupakan sebuah penegasan bahwa memang ada yang keliru dari pengelolaan hibah Bansos di eksekutif Provinsi Sulawesi Barat. 
Muhammad hatta, salah satu inisiator hak interpelasi menjelaskan, permintaan untuk menunda paripurna itu sekaligus jadi penjelasan ke publik bahwa hak interpelasi memang berangkat dari kegelisahan DPRD tentang hajat hidup orang banyak yang termuat dalam hibah Bansos. 

"Berarti memang ada problem yang serius. Sekaligus ini bisa melogiskan dan merasionalkan interpelasi kami bahwa ini bukan mainan politik. Tapi murni dari sebuah problem yang memang harus dipecahkan," beber Muhammad Hatta.

Hatta yang mantan aktivis HMI itu juga mewarning Gubernur untuk tak main-main dengan permintaan penundaan paripurna yang ia ajukan. Kata dia, jika lagi-lagi Gubernur mangkir dari agenda tersebut, hak angket bakal jadi 'senjata' selanjutnya yang bakal digunakan oleh DPRD.

"Apa bila dipemanggilan ketiga (Gubernur) tidak hadir, itu otomatis akan dilanjut ke hak angket. Tapi kalau misalnya di penjelasannya nanti, kalau dia (Gubernur) datang, yah belum tentu juga nanti ini tidak akan kita lanjut (ke hak angket). Tergantung juga nanti seperti apa penjelasannya. Tapi ketika dia tidak datang, itu tidak ada tafsir lagi. Itu langsung naik ke hak angket," sambung dia.

Muhammad Hatta Saat Dicecar Pertanyaan oleh Awak Media. (Foto/Manaf Harmay)

"Penundaan karena alasan minta waktu itu secara tidak langsung menegaskan bahwa memang ada masalah di situ. Sehingga wajar untuk kami pertanyakan," tutup Muhammad Hatta.

Hibah Bansos dan Bantuan Berupa Barang dalam Satu Rekening

Penjelasan tentang apa dan bagaimana pemetaan hibah Bansos itu datang dari Asisten II bidang perekonomian dan pembangunan Setda Parovinsi Sulawesi Barat, Junda Maulana. Di hadapan sejumlah awak media, Junda menguraikan, pihaknya mendapat perintah untuk melakukan pemetaan terhadap anggaran hibah Bansos yang ada di belasan OPD.

Junda bersama tim kerja bahkan telah menggelar pertemuan dengan sejumlah OPD yang mengelola dana hibah Bansos. Pertemuan dengan OPD itu bakal dilakukan selama beberapa hari kedepan untuk membahas apa dan bagaimana hibah Bansos di masing-masing OPD tersebut.

"Untuk melohat pemetaan terkait hal ini, akan kita undang setiap OPD yang berkaitan dengan hibah Bansos yang tertera pada anggaran 2021. Ada sekitar 17 OPD kita agendakan selama tiga hari. Kami dipertintahkan untuk melakukan mapping," jelas Junda.

Hal yang menjadi sumber masalah hingga hibah Bansos itu belum dapat dieksekusi, kata Junda, adalah sistem penganggarannya yang bermasalah. Masalah yang dimakasd menurut Junda adalah seluruh bantuan hibah Bansos maupun barang yang diserahkan kepada masyarakat itu berada pada satu rekening.

"Memang yang menjadi persoalan kenapa sampai hibah Bansos ini belum bisa terlaksana karena memang dari sistem penganggarannya yang ada masalah. Yaitu penempatan rekening. Jadi teknisnya itu di keuangan. Sehingga ini yang mau kita petakan, yang mana masuk rekening belanja yang diserahkan kepadsa masyarakat, yang mana masuk rekening hibah, ini yang mau kita petakan. Nanti hasilnya kita akan laporkan secara kolektif ke pimpinan," begitu penjelasan Junda Maulana.

Pemetaan yang Mestinya Dijelaskan di DPRD, Bukan Minta Penundaan

Keliru jika Gubernur meminta penundaan waktu pelaksanaan paripurna interpelasi dengan alasan ingin melakukan pemetaan hibah Bansos di OPD. Pengamat politik dari Universitas Sulawesi Barat, Muhammad menilai, mestinya apapun dalihnya, Gubernur harus hadir di paripurna meski hanya dengan menjelaskan tentang apa dan bagiaman teknis pemetaan hibah Bansos itu.

Pengamat Politik Unsulbar, Muhammad. (Foto/Net)

"Kan interpelasi hadir kalau kita mau runut masalahnya karena DPRD mau mempertanyakan kenapa Gubernur belum menandatangani SK hibah Bansos. Itu sebenarnya akar masalahnya. Pun kalau misalnya alasannya, itu (melakukan pemetaan), itu yang mestinya dijelaskan di paripurna interpelasi. Bukan justru meminta untuk menunda," ucap Muhammad kepada WACANA.Info.

Bagi Muhammad, adalah sesuatu yang mengherankan jika nasib hibah Bansos itu baru diperjelas di tengah tahun anggaran berjalan seperti sekarang ini. Idealnya, kata dia, segala hal teknis seputar anggaran tersebut sudah tuntas dengan segala macam item kelengkapannya.

"Sebenarnya begini, anggaran yang berjalan itu kan perencanaannya itu sudah harus sampai pada tahap kapan ia dicairkan dan seterusnya. Mestinya tahapan pencairannya itu sudah dilakukan oleh pihak eksekutif. Kalau misalnya SK itu sudah ditandatangani. Bagaimana metodenya penyalurannya, masyarakat mana yang menjadi sasaran, basis data yang digunakan seperti apa. Itu semua seharusnya sudah rapih itu. Jangan pada saat melakukan pencairan, baru kelabakan untuk dipetakan. Ini artinya pemerintah itu sangat lambat. Itu semua harusnya sudah terbahaskan dengan Gubernur bersama OPD. Saya juga kaget dengan alasan itu, kok baru mau dirapatkan," terangnya.

Jika cara kerja eksekutif seperti ini, bagi Muhammad, masyarakat juga lah yang akan dirugikan. Di titik ini, DPRD diharapkan untuk tampil lebih prima dengan fungsi pengawasannya. Tetap dengan agenda utama memperjuangkan nasib masyarakat, bukan karena membonceng kepentingan pribadi, golongan atau kepentingan politik lainnya.

"Jangan-jangan beberapa parameter tentang hibah Bansos itu belum juga difinalkan. Yang rugi kan masyarakat juga. Bukan cuma persoalan jumlahnya, tapi soal kapan ia dicairkan. Mestinya itu sudah dibahasakan sejak dulu. Semoga saja, apapun nantinya, kemanapun bolanya menggelinding semoga benar bahwa ini semua merupakan kegelisahan legislatif kita atas kinerja eksekutif yang karena keterlambatannya bikin masyarakat kita dirugikan. Bukan karena kepentingan sesaat atau karena pengaruh politik lainnya," tutup Muhammad. (Naf/A)