Pilkada di 9 Desember; Hak Konstitusional vs Hak Hidup

MAMUJU--Pemerintah dan penyelenggara Pemilu bersepakat untuk tetap menggelar pemungutan suara Pemilukada serentak tahun 2020 di 9 Desember tahun ini. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diamanatkan di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada diteken Presiden Joko Widodo, awal Mei ini.
Pendemi covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda bakal reda. Meski begitu, pemerintah bersama penyelenggara Pemilu tetap optimis pelaksanaan tahapan Pemilukada yang sempat terhenti, hingga momentum pemungutan suara 9 Desember mendatang dapat berjalan sesuai rencana.
Ketua KPU provinsi Sulawesi Barat, Rustang menjelaskan, penggunaan protokol kesehatan pada seluruh tahapan Pemilukada adalah hal yang mutlak adanya. Dengan pertimbangan itu, segala kemungkinan terbukut terkait pelaksanaan tahapan Pemilukada di tengah pandemi covid-19 bisa diminimalisir.
"Kami menunggu surat resmi dari KPU RI tentang lanjutan pelaksanaan tahapan. Itu setelah PKPU ditetapkan. Kemudian kita pun masih menunggu standar protokol covid yang dimaksud yang tentu akan dikoordinasikan dengan gugus tugas serta dengan Kementerian Kesehatan," beber Rustang kepada WACANA.Info, Jumat (29/05).
Momentum politik seperti Pemilukada misalnya, merupakan pengejewantahan hak konsitusional seluruh warga negara. Baik itu mereka yang peserta, atau siapa saja yang hendak menyakurkan hak politiknya. Masalah kemudian muncul tatkala covid-19 menyerang.
Virus yang menyerang saluran pernapasan itu seolah jadi penghalang bagi negara untuk merealisasikan pemenuhan hak konstitusional tersebut. Adalah hal yang tepat jika semua pihak menjadikan pandemi covid-19 ini sebagai pertimbangan utamanya. Buktinya, tahapan Pemilukada 2020 sempat tertuda sejak akhir Maret lalu.
"Memang kewenangan itu di KPU. Tapi KPU harus memperhatikan lembaga lain yang berkewenangan terhadap hak-hak warga negara. Kan ada dua hak yang saat ini sedang berhadapan. Pertama hak untuk hidup, terkait kesehatan itu. Kedua hak konstitusi, memilih dan dipilih. KPU fokus pada pemenuhan hak konstitusi itu. Karena ini berhadapan, tentu lebih diutamakan hak hidup tadi. Apalah artinya orang memilih kalau kesehatannya terancam," sambung dia.
Ketua KPU Sulbar, Rustang. (Foto/Manaf Harmay)
9 Desember tahun 2020 yang jadi kesepakatan pelaksanaan pemungutan suara itu pun diambil setelah protokol kesehatan penanganan covid-19 jadi hal yang untuk tetap ditegakkan di semua tahapan Pemilukada. Menurut Rustang, opsi tersebut sudah pasti bakal berimplikasi pada ketersediaan anggaran.
"Karena daerah adalah eksekutor, regulatornya di pusat sana. Kita menunggu. Termasuk bagaimana penganggarannya itu. Anggaplah misalnya, 60 Persen anggaran Pilkada di daerah itu belum diganggu (untuk penanganan covid-19), tidak ada masalah saya kira. Tapi kalau misalnya yang 60 Persen itu juga masuk di refocusing ?," keluh mantan ketua Panwaslu Mateng ini.
Tak ada pilihan lain, kata Rustang. Melaksanakan seluruh tahapan Pemilukada di tengah pandemi covid-19, anggaran yang bersumber dari APBN mesti dikucurkan. Hal itu untuk mengakomodir berbagai macam keperluan terkait protokol kesehatan khususnya bagi penyelenggara dalam menjalankan tugas.
"KPU kan tidak punya uang. KPU hanya mendorong, ini loh. Kalau kita mau laksanakan sekarang, silahkan untuk kepentingan pemenuhan hak konstitusi tadi. Tapi ingat, di sana ada hak hidup juga. Bagaimana supaya terlaksana keduanya ?. Yah ikuti protokol kesehatan. Di sana ada masker, disinfektan, handsanitizer dan lain sebagainya. Ini untuk verifikasi faktual itu semua sudah harus digunakan. Kami menunggu dari KPU RI seperti apa teknisnya. Prinsipnya daerah siap. Tentu tetap dengan koordinasi bersama gugus tugas di daerah masing-masing. Karena bagaimana pun yang diutamakan adalah kesehatannya, keselamatan jiwanya. Hak konstitusi anda bisa digunakan, tapi ini protokol kesehatannya. Ini prosedurnya," pungkas Rustang yang dihubungi via sambungan telepon.
Pertengahan Juni, Penyelenggara Adhoc Aktif Kembali
Sebagai tindaklanjut dari kesepakatan antara pemerintah dengan penyelenggara Pemilu di atas, KPU Mamuju saat ini tengah bersiap untuk mengaktifkan kembali seluruh penyelenggara tingkat adhoc yang sebelumnya telah dilantik (PPK dan PPS).
Pemungutan suara yang disepakati bakal dilangsungkan di 9 Desember 2020 bikin tahapan pelaksanaan Pemilukada yang sebelumnya ditunda, kembali akan bergulir dalam waktu dekat ini. Jadilah pengaktifan kembali penyelenggara adhoc sebagai hal yang wajib.
"Kalau di sekretariat, kita kembali aktif sejak awal Juni ini. Kami pada prinsipnya siap (Pilkada digelar 9 Desember). Tinggal menunggu petunjuk teknis dari KPU RI. Kalau penyelenggara adhoc, rencananya akan diaktifkan kembali pertengahan Juni ini," beber Hamdan Dangkang, dikutip dari kpu-mamuju.go.id.
PPK dan PPS adalah dua penyelenggara tingkat adhoc yang proses perekrutannya mulai digulirkan KPU Mamuju sejak awal tahun ini. Pelantikannya pun telah dilaksanakan (PPK dilantik 29 Februari 2020, PPS di 22 Maret 2020).
Ketua KPU Mamuju, Hamdan Dangkang. (Foto/Manaf Harmay)
Pandemi covid-19 bikin KPU RI memutuskan untuk menunda pelaksanaan beberapa tahapan Pilkada tahun 2020. Penonaktifan penyelenggara adhoc pun jadi opsi yang mesti dijalankan.
"Saat pertemuan dengan DPR RI beberapa hari lalu, teman-teman di KPU RI telah menyuarakan tentang bagaimana pembiayaan Pilkada ini untuk disupport oleh APBN. Itu sesuai dengan berbagai masukan yang diterima KPU RI dari teman-teman KPU di daerah," ujar Hamdan Dangkang.
Jangan Karena Virus, Pilkada Digelar Seadanya
Pandemi covid-19 tak boleh sebab Pemilukada dilangsungkan secara tidak maksimal. Sulfan Sulo, Ketua Bawaslu Sulawesi Barat meminta, substansi dari momentum politik ini sedikit pun tak boleh hilang meski ia dilangsungkan di tengah badai serangan makhluk tak kasat mata itu.
Menurut Sulfan, menggelar Pemilukada 9 Desember tahun ini tak lepas dari perwujudan konsep ner normal yang memang mulai didengungkan pemerintah saat ini. Cara hidup baru yang tetap menyesuaikan dengan kondisi seperti saat ini, kata dia, merupakan pilihan terbaik.
Meski disadari, hambatan dan tantangan yang akan dihadapi di Pemilukada tahun ini sungguh amat sangat berat. Misalnya, di sisi partisipasi. Apakah prinsip partisipasi itu bisa sejalan dengan covid-19 ?.
"Saya pikir tentu tidak. Karena justru di covid-19 ini yang dianjurkan adalah pembatasan. Jadi dibatasi orang. Aspek partisipasi pasti akan berkurang. Demikian juga dengan pemilih itu sendiri. Psikologi pemilih juga harus dipahami, jika dibandingkan dengan yang dulu-dulu. Kalau sebelumnya kita sangat welcome kalau ada orang datang di rumah. Tapi bagaimana sekarang ini. Kalau orang yang tidak dikenal datang di situ kan. Bahkan cenderung sekarang kita menutup diri. Bagaimana memastikan bahwa orang yang melakukan verifikasi faktual ini adalah orang yang dekat dengan warga setempat. Itu yang perlu dipikirkan sehingga walapun tetap jalan tahapan ini, kualitas Pemilunya tetap terjamin," terang pria yang mantan aktivis HMI itu.
Secara umum, Bawaslu siap dengan desain pemerintah tentang pemungutan suara Pemilukada tahun 2020 digelar di 9 Desember. Bagi Bawaslu, wajib hukumnya bagi semua pihak untuk menggaransi kualitas Pemilukada tersebut tak tergerus oleh karena pandemi covid-19.
Ketua Bawaslu Sulbar, Sulfan Sulo. (Foto/Net)
"Saya pikir, itu akan menjadi konsen tersendiri bagi kami di Bawaslu untuk memastikan itu semua berjalan. Bagaimana teman-teman di penyelenggara teknis melaksanakan Pemilu, memastikan bahwa prosedur teknis Pemilu itu bisa dilaksanakan oleh teman-teman KPU. Tentang modifikasi teknis Pemilu nanti. Kita berharap kondisi ini tidak mengurangi substansi dari penyelenggaraan kualitas Pemilu kita. Kan kenapa Pemilu ini digeser ke Desember ?, karena kita mau kualitas Pemilunya bagus. Jangan sampai poin itu menjadi hilang," tegas dia.
Tentang potensi membengkaknya anggaran pelaksanaan Pemilukada akibat sederet penyesuaian dengan protokol kesehatan, Sulfan juga berharap agar suntikan APBN bisa dilakukan demi kualitas Pemilukada yang maksimal. Meski untuk urusan pengadaan APD sederhana, pihaknya mengaku siap untuk berpartisipasi.
"Karena itu semua kan juga kebutuhan. Apakah itu tetap dibebankan di anggaran Pilkada, atau bagaimana. Kan KPU sudah mengusulkan itu ke pemerintah. Kalau tidak, yah prinsip Pemilu lagi. Kita partisipasi saja kan. Memang bagusnya, kalau saya itu semua harus dianggarkan. Kapan itu tidak dianggarkan, takutnya virus ini semakin menyebar luas. kita akan semakin bermasalah lagi. Untuk di APBN, kami di Bawaslu juga pasti berpikir seperti itu. Tapi saya mau bilang bahwa, persoalan perlindungan diri itu kan sebenarnya jangan kita terlalu berharap ke Negara lah kalau itu. Karena itu personal sifatnya. Sama dengan kita ini, datang ke kantor kita pakai masker sendiri, tidak dianggarkan. Maksud saya seperti itu. Jadi semangat partisipasi itu lebih muncul lagi," urai Sulfan.
"Prinsipnya kita menunggu dulu regulasi yang dibuat teman-teman KPU, baru kita pelajari kekurangan, kelemahannya. Termasuk potensi masalah yang bisa saja muncul. Nanti setelah itu, kita akan melakukan pengawasan untuk memperketat itu. Kita tidak menginginkan adanya pelanggaran prosedur. Kita tunggulah dulu. Sambil akan kita lihat apa potensi-potensi masalah dari regulasi tersebut. Semangatnya adalah kualitas Pemilu ini harus tetap terjamin. Jangan karena virus ini, Pemilu kita dibuatnya seadanya saja," simpul Sulfan Sulo. (Naf/A)