Fitrah Manusia

Wacana.info
Dr. Anwar Sadar, M.Ag (Foto/Istimewa)

Oleh: Dr. Anwar Sadat, M.Ag (Wakil Ketua III STAIN Majene)

Manusia telah menerima amânah berupa kesediaan untuk mematuhi petunjuk-petunjuk Allah ta'ala, memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan makhluk energi lainnya. Jin dan Malaikat misalnya.

Meski tujuan penciptaannya sama-sama untuk beribadah kepada Allah, namun manusia adalah satu-satunya ciptaan yang memiliki instrumen kejadian yang paling lengkap. Di sisi lain, kalaupun malaikat dinyatakan sebagai makhluk yang paling suci, dan tidak pernah menyimpang dari apa yang diperintahkan Allah ta'ala, namun mereka masih berada di bawah tingkat kemuliaan yang dimiliki manusia. 

Sebab ternyata ketika manusia pertama (Adam As) selesai diciptakan, para malaikat pun diperintahkan untuk bersujud kepadanya. Perintah untuk sujud kepada Adam itu menegaskan bahwa manusia lebih mulia dari pada malaikat. 

Tapi kemuliaan tersebut masih bersifat potensial dan baru bisa menjadi faktual jika manusia mengikuti jalan kebenaran (fitrah) dalam perbuatan dan aktifitas moralnya. Akal yang berupa salah satu elemen kelengkapan yang dimiliki oleh manusia dan dipandang sebagai keistimewaan tersendiri menjadi salah satu media konsultasi yang selalu siap memberikan pertimbangan secara jujur setiap kali diajak untuk 'men-setting' setiap program kerja. Menimbang hasil yang bisa dicapai. Serta menentukan langkah yang akan ditempuh dalam upaya sosialisasinya.

Upaya sosialisasi ide tersebut termasuk bagian dari perjuangan hidup yang harus ditempuh oleh manusia, meskipun ternyata bahwa tidak sedikit hambatan yang ditemui dalam perjalanannya menuju pencapaian hasil yang diinginkan. 

Perjuangan berat semacam itu termasuk bagian dari upaya pemenuhan amânah yang telah diterima oleh manusia. Sebagai makhluk yang berpotensi untuk menunaikan amânah, manusia dibekali empat macam potensi yang merupakan keistimewaan tersendiri baginya yaitu: 

Pertama, fitrah (potensi yang baik) yang membuatnya selalu cenderung untuk memilih kebaikan seperti antara lain kecenderungan untuk memilih cara-cara dan tata aturan dalam memenuhi kebutuhan biologis. kedua roh, yakni salah satu elemen lembut yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, dengan kegiatan dan kebutuhan tersendiri. Melalui interaksi antara badan (jasmani) dan roh, timbullah aktifitas moral yang menandai kekhalifaan manusia.

Ketiga kebebasan menentukan pilihan. Atas dasar kebebasan tersebut, manusia bersedia menerima amânah, sementara makhluk-makhluk lainnya keberatan menerimanya. Keempat akal, yang menolongnya untuk dapat membedakan antara yang baik dan buruk, antara amanah dan penghianatan serta antara yang santun dan kurang ajar.

Semua itu karena Allah ta'ala bermaksud memelihara kehidupan manusia agar tetap dalam potensi kemanusiaan yang sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan untuknya. Wallahu a'lam bis shawab...


Stay at home - Rea Barat, 21 Mei 2020