MUI Seolah Jalan Sendiri serta Pemerintah yang Terkesan Pasif

Wacana.info
Dialog LIntas Tokoh Agama Islam yang Digelar Secara Virtual. (Foto/Manaf Harmay)

MAMUJU--Majelis Ulama Indonesia (MUI) provinsi Sulawesi Barat sudah sejak 26 Maret 2020 yang lalu telah menerbitkan maklumat yang berisi sejumlah poin terkait peniadaan sementara ragam ibadah atau kegiatan lain yang melibatkan orang banyak, khususnya di Masjid.

Itu semua sebagai upaya menekan penyebaran virus Corona di provinsi ke-33 ini.

Maklumat MUI Sulawesi Barat yang diterbitkan di Mamuju dengan nomor: 161/MU I-SB/III/2020 tersebut hari ini telah berusia tiga pekan lebih. Bagaimana implementasinya di tengah masyarakat ?.

Faktanya, sebagian besar masjid memang telah mengaminkan maklumat atau seruan dari MUI tersebut. Meski begitu, ada beberapa masjid yang sama sekali tak mengindahkan maklumat MUI di atas. Dengan berbagai alasan, masih ada warga yang keukeh melaksanakan ibadah di masjid, tentu dengan pelibatan orang banyak.

Dr H Misbahuddin, Selaku Dewan Pertimbangan MUI Sulawesi Barat menilai, kondisi tersebut tak bisa dibiarkan. Hal buruk yang mungkin saja ditimbulkan dari fakta di atas adalah semakin lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap para ulama.

Makluman MUI Sulbar (1). (Foto/Istimewa)

"Tugas MUI sesungguhnya sudah selesai setelah maklumat itu diterbitkan. Namun pada tingkatan implementasinya yang masih bermasalah. Sekarang ini, seolah MUI itu dibully oleh masyarakat," ujar Dr H Misbahuddin dalam dialog lintas tokoh agama Islam yang digelar Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Sulawesi Barat, Sabtu (11/04) siang.

Menurut dia, pasca diterbitkannya maklumat MUI itu, pemerintah daerah idealnya tampil sebagai garda terdepan dalam mensosialisasikan maklumat tersebut kepada masyarakat. Kondisi yang terjadi saat ini, menurut Dr H Misbahuddin, diakibatkan karena kurangnya intervensi dari pemerintah daerah.

"Di sinilah sebenarnya peran Pemda. Jangan biarkan ulama berhadap-hadapan langsung dengan masyarakat. Mestinya Pemda melihat itu. Kalau kondisinya seperti sekarang, seakan-akan hanya MUI saja yg menjaga ini. 
Kita juga ingin mendengarkan, ingin melihat komitmen Pemda untuk mengawal ini semua," terang Dr H Misbahuddin, yang juga menjabat sebagai Kabid Bimas Islam Kanwil Kementrian Agama Sulawesi Barat.

Kekhawatiran tentang lunturnya kepercayaan masyarakat kepada ulama juga disampaikan imam besar masjid Syuhada Polewali Mandar, S. Ahmad Fadl Al-Mahdaly. Menurutnya, intervensi pemerintah atas maklumat MUI di atas harus segera dilakukan jika tak ingin ketidakpastian keadaan ini terus berlanjut.

"Dari fenomena pandemi ini, ternyata memang ulama sudah tidak berada di hati masyarakat. Ada beberap orang yang mestinya menjadi bagian yang mengkampanyekan kebijakan ini, tapi justru tergolong orang-orang yang ngeyel itu. Yang saya pahami, pemerintah punya hak untuk memaksa dalam hal ini bagi yang tidak taat," cetusnya pada dialog yang digelar secara virtual hari itu.

Makluman MUI Sulbar (2). (Foto/Istimewa)

Pemerintah Daerah mestinya ikut menggerakkan segala kemampuannya dalam hal mesosialisasikan sekaligus menegakkan maklumat MUI ini. Dengan kata lain, apapun yang dihasilkan oleh MUI idealnya selaras dengan pemerintah, apakah itu pemerintah daerah atau Kementerian Agama di level provinsi dan kabupaten. 

Akademisi dari STAIN Majene, Dr Husain menilai, besarnya kemampuan yang melekat di pemerintah harus dimaksimalkan khususnya dalam mengintervensi imbauan MUI. Terlebih jika berkaca pada fakta bahwa penyebaran virus corona di Sulawesi Barat yang semakin mengkuatirkan.

"Pemerintah, Pemda dan Kemenag harus mensosialisasikan secara massif dengan menggunakan berbagai sarana secara maksimal dan massif. Menurunkan ASN Pemda atau Kemenag, Ormas Islam, tokoh agama, atau pakai penyuluh agama Islam sebagai tim sosialisasi," paparnya.

"Sosialisasi dan imbauan-imbauan dari yang bersifat persuasif ke represif," tegas Dr Husain.

Pemda Harus Berkolaborasi

Kegiatan yang sifatnya mencegah penyebaran virus corona mestinya diintegrasikan dengan masyarakat. Pemerintah daerah tak boleh 'bersolo karir' dalam kerja-kerja prefentif itu.

Ketua Tanfidziah Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Sulawesi Barat, H Adnan Nota menganggap, selama ini pemerintah daerah ingin tampil sendiri dalam setiap kegiatan pencegahan virus corona. Itu berlaku di provinsi maupun kabupaten.

"Kita mohon, Ormas dilibatkan lah. Tidak boleh seperti sekarang ini cara kerjanya," beber Adnan Nota.

Dialog Virtual yang Diinisiasi FKDM Sulbar. (Foto/Istimewa)

Adnan Nota yang juga Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Majene itu menilai, sudah saatnya bagi pemerintah untuk melibatkan Ormas dalam upaya pencegahan virus corona ini. Dengan pelibatan banyak pihak, kegiatan yang sifatnya preventif itu diyakini bakal jauh lebih efektif dan tepat sasaran.

"Yang saya lihat selama ini, masi formalitas apa yang dilakukan oleh Pemda," tandas Adnan Nota.

Dialog yang diinisiasi FKDM Sulawesi Barat tersebut berangkat dari sejumlah alasan. 

Ketua FKDM Sulawesi Barat, Nur Salim Ismail menyebut, merespon kondisi terkini dari ragam upaya pencegahan covid-19 di Sulawesi Barat jadi salah satu alasannya.

Termasuk antisipasi terhadap aktivitas Umat Islam memasuki Bulan Suci Ramadhan. Baginya, akibat dari kehadiran Covid 19, tidak hanya menimbulkan kepanikan secara medis. Namun juga telah mengubah banyak hal. Seperti pola perubahan pelaksanaan Ibadah. 

"Tentu berbeda respon masyarakat di tiap-tiap wilayah. Penyelesaiannya pun demikian. Karenanya, melalui dialog seperti ini, kami juga ingin mendengar pikiran-pikiran positif dari sejumlah pihak terhadap upaya dan solusi yang harus dilakukan utamanya di masa-masa darurat covid-19 ini. Termasuk menyatukan persepsi antar tokoh agama Islam sebagai upaya untuk tetap menjaga persatuan umat," terang Nur Salim Ismail. (Naf/A)