Sejumlah OPD Dipimpin Plt, Gubernur Didesak Segera Bersikap
MAMUJU--Besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (Silpa) di tahun 2018, plus realisasi anggaran tahun 2019 yang oleh sebagian pihak disebut masih sangat rendah, banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan di sejumlah OPD yang masih dikomandoi pejabat berstatus Plt.
Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar pun diminta untuk segera mersepon persoalan tersebut demi normalnya putaran mesin birokrasi di provinsi ke-33 ini.
Hal itu disampaikan anggota DPRD Sulawesi Barat, Sukri Umar.
"Kalau Pak Gubernur tidak segera sadar, segera memperbaiki, bukan tidak mungkin ujunganya kita akan lakukan langkah-langkah konstitusional yang melekat di kita. Karena yang pasti, kita sudah berusaha mengajak Pak Gubernur bicara baik-baik untuk kembali melaksanakan pemerintahan ini layaknya sebuah pemerintahan yang beraturan, bukan yang sesuai dengan seleranya saja," beber Sukri kepada WACANA.Info, Rabu (26/06).
Di mata Sukri, OPD dalam menjalankan program kerjanya jelas tak bisa maksimal jika 'hanya' dimotori oleh pejabat berstatus Plt. Ada tanggung jawab berbeda antara pejabat definitif dengan pejabat yang masih berstatus Plt.
"Dampaknya kepada masyarakat jelas luar biasa. Mereka (Plt) tidak bisa fokus dalam bekerja. Serta tentunya tanggung jawab Plt dengan pejaba definitif itu berbeda. Mereja (Plt) juga sesungguhnya curhat ke kita tentang persoalan ini, cuma tidak berani curhat sama Pak Gubernur, sebab Pak Gubernur tidak mengerti itu," sambung politisi partai Demokrat itu.
Seperti diberitakan, merujuk ke pertanggungjawaban APBD tahun 2018 oleh pemerintah provinsi diketahui jumlah Silpa sebesar Rp. 129 Miliar lebih. Sementara realisasi anggaran di tahun 2019 ini menurut anggota DPRD Sulawesi Barat, Abdul Rahim masih di bawah 30 Persen.
"Bertahun-tahun, tidak ada kejadian di Indonesia ini, bahkan di belahan dunia lainnya yang kejadiannya seperti di Sulbar ini. Hampir semua OPD itu Plt, hampir setengahnya. Kan gila itu," keluh dia.
Kepemimpinan Ali Baal Masdar di Sulawesi Barat sudah memasuki tahun ketiga. Kata Sukri, idealnya, pemerintahan yang sudah memasuki tahun ketiga mestinya sudah menunjukkan pola yang jelas. Bukan semakin menampakkan kesemrawutan dalam tatanan birokrasinya.
"Kalau sudah hancur di tahun ini, yah sudah hancur semua itu. Tidak ada mi apa-apa. Sulbar tentu akan menangis dengan kondisi ini. Pejabat eselon III, IV dan II ini kehilangan sosok pemimpin yang bisa mengesekusi banyak hal. Silpa yang terlalu besar, artinya terjadi kebodohan dalam mengelola anggaran.Tidak bisa menjalankan mandat dari pemerintah pusat dan dari rakyat," simpul Sukri Umar.
Leadership Kian Merosot
Direktur lembaga Esensi Sulawesi Barat, Nursalim Ismail juga prihatin atas kondisi tatanan birokrasi di provinsi ini. Sebagai pucuk pimpinan di pemerintahan, sosok Gubernur memang sudah harus berkasi atas wajah pemerintahan di Sulawesi Barat.
Nursalim juga berharap agar Gubernur tak meninggalkan Sulawesi Barat sebelum benar-benar menyelesaikan persoalan OPD yang dipimpin oleh pejabat Plt. Masalah itu, di mata Nursalim, sungguh sangat krusial untuk segera dituntaskan.
"Kalau bisa, jangan meninggalkan Sulbar sebelum menyelesaikan persoalan Plt yang jumlahnya belasan itu. Apalagi saya dengar, Beliau (Gubernur) mau naik haji. Jangan meninggalkan persoalan krusial itu dulu. Ini penting untuk segera diselesaikan," ujar Nursalim.
Nursalim menilai, peroslan utama yang sedang dihadapi oleh tatanan birokrasi di Sulawesi Barat hari ini adalah lunturnya leadership. Nilai kepemimpinan yang, kata Nursalim, lambat laun mulai tak terasa lagi.
"Kita hargai komitmen Pak Sekda dalam bekerja penuh waktu membenahi tatanan birokrasi kita di Sulbar. Tapi di sisi lain, Pak Sekda pun butuh back up kekuatan yang jauh lebih pasti yang hanya ada di tangan Gubernur," begitu papar Nursalim Ismail. (Naf/B)