Tenaga Kontrak yang Dilarang Mencalonkan Diri Menuai Polemik
MAMUJU--Pemerintah kabupaten Mamuju menerbitkan surat edaran terkait larangan bagi tenaga kontrak untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota DPRD di Pemilu 2019. Himbauan tersebut tertuang dalam surat edaran yang diteken Bupati Mamuju, Habsi Wahid pada tanggal 10 September 2018.
Dalam penjelasannya, surat edaran bernomor 400/1625/IX/2018 itu menjadikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 sebagai rujukan. Di surat edaran tersebut, selain ASN, pemerintah kabupaten Mamuju juga memuat larangan bagi tenaga kontrak kerja waktu terbatas untuk mencalonkan diri.
Pemerintah kabupaten Mamuju berkesimpulan, bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, selain ASN, larangan untuk mencalonkan diri juga diberlakukan kepada tenaga kontrak.
"Tenaga kontrak kerja waktu terbatas merupakan perangkat daerah dalam membantu pelaksanaan tugas di OPD untuk mendukung program pemerintah kabupaten Mamuju. Selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam lingkup pemerintah daerah kabupaten Mamuju sesuai dengan SK Bupati Mamuju Nomor 188.45/KPTS/I/2018 tentang pengangkatan tenaga kontrak kerja waktu terbatas dengan ini diharapkan kepada kepala OPD untuk melaporkan tenaga honorer yang menjadi calon legislatif tahun 2019 melalui Bada Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Mamuju paling lambat 17 September 2018, untuk selanjutnya diberhentikan sebagai tenaga kontrak di lingkup pemerintah kabupaten Mamuju," urai Bupati Mamuju dalam surat edarannya.
Surat Edaran Bupati Mamuju Tentang Larangan Mencalonkan Diri Bagi Tenaga Kontrak. (Foto/Istimewa)
Ketua DPRD Mamuju, Suraidah Suhardi menilai, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah di atas tidak tepat. Ia mengaku telah menerima banyak keluhan dari partai politik terkait edaran Bupati Mamuju tersebut.
"Kan baru ji mencalonkan, masa mau dilarang. Seandainya sudah terpilih sebagai anggota DPRD, baru bisa diminta mundur. Ini kan baru ji pencalonan," kata Suraidah, Rabu (19/09).
"Saya sudah mendengar banyak keluhan dari teman-teman partai politik lain yang mencalonkan Caleg yang juga tenaga kontrak. Kalau itu dilarang, kasihan tenaga kontraknya. Terus itu bisa merusak komposisi Caleg yang telah disusun oleh partai politik, apalagi ini sudah mau penetapan DCT," sambung politisi Demokrat itu.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Mamuju, Sugianto menganggap kebijakan di atas tidaklah fair untuk diberlakukan. Kata dia, kebijakan tersebut merupakan bukti ketakutan yang berlebih yang ditunjukkan oleh Bupati Mamuju.
"Saya kembal bertanya, aturan apa yang dijadikan rujukan untuk itu. Kalau tidak jelas dalilnya, itu artinya pemeritah daerah kita ini paranoid. Apalagi, Bupati kita ini kan juga pimpinan partai, jadi saya boleh katakan belum bertanding dia sudah takut," sebut Sugianto.
Kepada WACANA.Info, politisi Golkar itu mengatakan, larangan bagi tenaga kontrak untuk mencalonkan itu hanya akal-akalan pemerintah daerah saja untuk menjegal kekuatan partai politik tertentu di Pemilu 2019.
"Kalau ada dasarnya, yah perlihatkan ke publik. Sebab, napi korupsi saja diloloskan oleh Negara. Saya menilai, pemerintah kita ini baru melihat bayang-bayangnnya saja sudah dikira lawan," sambung Sugianto.
Jika memang pemerintah daerah ingin dengan serius melibatkan diri dalam mekanisme aturan demi Pemilu 2019 yang lebih baik, Suginto menyarankan agar pemerintah idealnya melayangkan surat ke Satlantas Polres Mamuju untuk melakukan penertiban terhadap kendaraan yang sudah ber-branding partai politik tertentu.
"Kan sudah banyak berkeliaran itu. Jadi memang akan jauh lebih baik kalau pemerintah melayangkan surat ke Satlantas supaya melakukan sweeping terhadap kendaraan yang sudah dibranding oleh partau politik. Jangan mengurusi hal yang tidak jelas rujukan aturannya," simpul Sugianto. (Naf/A)