Polemik Pembagian PI Blok Sebuku, Darmansyah Desak DPRD Sulbar Gulirkan Interpelasi 

Wacana.info
Aksi Unjuk Rasa Ribuan Warga Majene. (Foto/Istimewa)

MAJENE--Ketua DPRD Majene, Darmansyah meminta DPRD Sulawesi Barat untuk menggulirkan hak interpelasi dalam menyikapi polemik pembagian Participating Interest (PI) pengelolaan blok Sebuku. Hal itu disampaikan Darmasyah saat membawakan orasinya di hadapan ribuan warga Majene yang menggelar aksi unjuk rasa di tugu juang pusat pertokoan Majene Jumat kemarin.

"Bukan hanya Gubernur yang kita tuntut hari ini, tapi kita juga meminta teman-teman anggota DPRD Sulbar, untuk melakukan hak interplasi kepada gubernur, memanggil gubernur memolpertanyakan apa yang ada dipikirannya saat ini, sebab yang paling punya hak atas Blok Sebuku adalah Majene," tegas Darmansyah.

Ribuan warga Majene untuk kedua kalinya memadati tugu juang yang terketak di jantung kota Majene dalam sebuah aksi unjuk rasa. Aksi tersebut dipicu oleh rencana Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar dalam membagi PI blok Sebuku yang dinilai warga Majene tidak sesuai komitmen yang tertuang dalam notulensi MoU di istana Wapres beberapa tahun silam.

Darmansyah berharap, Gubernur memiliki pikiran yang jernih agar memberikan hak masyarakat Majene sesuai dengan aturan. Bukan membagi-bagi yang tidak ada regulasinya.

"Yang memperjuangkan Blok Sebuku adalah Majene. Provinsi hanyalah mengikut dalam perjuangan rakyat Majene sehingga Sulbar bisa mendapatkan PI Blok Sebuku,"tambahnya.

Dalam orasinya, Darmansyah juga meminta pemerintah provinsi agar tak sebatas meributkan pembagian PI pengelolaan blok Sebuku saja. Yang juga tak kalah pentingnya, kata Darmansyah, hak kepemilikan pulau Lere-Lerekang wajib diperjuangkan oleh pemerintah provinsi Sulawesi Barat.

"Ini yang harus dilakukan Gubernur karena secara administrasi pemerintahan, blok Sebuku atau Pulau Lere-Lerekan adalah milik Majene. Bukan malah bagi-bagi hasil Migas blok Sebuku yang selama ini diperjuangan masyarakat Majene," urainya. 

Kenapa Ributnya Baru Sekarang ?

Sementara itu, Anggota DPRD Majene, Adi Ahsan justru heran atas pembagian PI blok Sebuku yang baru berpolemik beberapa waktu terakhir. Idealnya, persoalan tersebut, kata Adi Ahsan, mestinya sudah clear sejak diterimanya surat SKK Migas oleh pemerintah provinsui Sulawesi Barat pada tahun 2017 silam.

"Tanggal 20 Juni 2017, SKK Migas sudah bersurat ke Gubernur. Isi suratnya itu di poin 2 disebutkan, merujuk hasil notulensi MoU di Istana Wapres. Kemudian meminta kepada Gubernur untuk memperhatikan hasil notulensi itu. Bukan mengkoordinasikan kepada Majene. Kalau memang anda tidak setuju dengan pembagian yang dilakukan SKK Migas berdasarkan hasil notulensi MoU di istana Wapres, anda harus bersurat ke SKK Migas, jangan anda mencak-mencak di sini," kata Adi Ahsan di panggung orasi di tengah ribuan massa aksi unjuk rasa.

Politisi Golkar itu juga menyesalkan anggapan sebagian pihak yang menyebut notulensi MoU di istana Wapres tersebut tidak dapat dijadikan dasar pembagian PI, sebab tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat.

"Kalau juga dianggap notulensi MoU itu tidak ada dasar hukumnya. Tanggal 20 Juni 2017 surat itu sudah anda terima. SKK Migas merujuk hasil notulensi di istana Wapres. Kalau anda mengatakan itu tidak punya dasar hukum, kenapa tidak sejak 2017 anda komplain itu SKK Migas. Kenapa baru sekarang ?. Dia bilang, kita baru mau konsultasi, padahal itu suratnya sudah masuk sejak 20 Juni 2017. Kenapa baru sekarang kau mau konsultasi ?, harusnya sejak kemarin," sambungnya.

Ribut-ribut soal pembagian PI pengelolaan blok Sebuku itu justru membuat legislator Majene yang terkenal cukup vokal ini menaruh curiga akan munculnya upaya mengeruk keuntungan dari pembagian PI tersebut.

"Dulu masalah ini sudah disepakati. Tapi sekarang ini, ee andappao Gubernur anu (Ali Baal Masdar belum menjabat Gubernur Sulawesi Barat). Kalau anda Gubernur yang cerdas, anda tinggal melanjutkan ini kebijakan. Fungsi koordinasi itu bukan berarti anda seenaknya mau mengatur. Koordinasi itu adalah anda mengkoordinasikan dengan wilayah terkait. Saya curiga yah, bahwa memang ada niat yang tidak bagus dari pemerintah provinsi," pungkas Adi Ahsan.

Polemik pembagian PI pengelolaan blok Sebuku bermula dari rencana Gubernur Ali Baal untuk membagi PI pengelolaan blok Sebuku sebesar 5 Persen dengan rincian; 3 Persen untuk pemerintah provinsi, 2 Persen sisanya dibagi ke semua kabupaten, tentu dengan memprioritaskan kabupaten Majene.

Rencana di atas dianggap menyalahi kesepakatan yang tertuang dalam notulensi MoU antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, kabupaten Majene dan Kota Baru di Istana Wapres beberapa tahun lalu. 

Di sana disebutkan bahwa PI sebesar 10 Persen di bagi rata antara kedua provinsi (masing-masing dapat 5 Persen). Demikian pula dengan model pembagian PI antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.
 
Kesepakatan itu pun disimpulkan banyak pihak bahwa 5 Persen yang jadi milik provinsi Sulawesi Barat wajib dibagi rata dengan pemerintah kabupaten Majene (masing-masing dapat 2,5 Persen). (*/Naf)