Evaluasi Penilaian Pelayanan Publik, Pemkab Mamuju Gandeng Ombudsman

Wacana.info
Pertemuan Pemkab Mamuju dengan Ombudsman Perwakilan Sulbar. (Foto/Humas Pemkab Mamuju)

MAMUJU--Pemerintah kabupaten Mamuju tampaknya lebih serius lagi dalam upayanya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Hal itu dibuktikan dengan keputusan pemerintah untuk menggandeng Ombudsman untuk terlibat aktif dalam mewujudkan cita-cita tersebut.

Rabu (14/03) kemarin, Bupati Mamuju, Habsi Wahid mengundang Ombudsman RI perwakilan Sulawesi Barat ke ruang kerjanya. Pemerintah kabupaten Mamuju berharap, keterlibatan Ombudsman dapat memberikan arahan dan masukan untuk mkenciptakan kualitas pelayanan publik yang jauh lebih baik.

“Hari ini saya sengaja mengundang Ombudsman untuk meminta arahannya sekaligus untuk mengetahui bagian-bagian mana saja yang masih kurang, masih lemah dan yang mesti kami benahi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di kabupaten Mamuju,” ungkap Habsi Wahid dalam pertemuannya dengan perwakilan Ombudsaman.

Kepala Ombudsman RI perwakilan Sulawesi Barat, Lukman Umar yang hadir pada pertemuan tersebut menyatakan, penilaian kualitas pelayanan publik yang pihaknya lakukan selama ini mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 

Ia menjelaskan, hingga tahun 2019, fokus penilaian pelayanan yakni pada front office, dimana yang diniali terlebih dahulu yaitu kesiapan kantor untuk menerima layanan.

“yang kita nilai ini baru front office. Jadi ini yang mesti dibenahi terlebih dahulu. Kesiapan kita untuk melayani masyarakat. Kita belum sampai pada penilaian pemberian pelayanannya,” ungkap Lukman.

Sementara Irfan, selaku Koordinator Bidang Pencegahan Ombudsman RI Sulawesi Barat mengurai sejumlah variabel panilaian kualitas pelayanan publik. Yang pertama, standar pelayanan publik yang mencakup persyaratan pengurusan, sistem atau mekanisme prosedur, jangka waktu penyelesaian, dan produk apa yang dilayani. Kedua, maklumat pelayanan, seperti pernyataan kesanggupan untuk melayani masyarakat atau pengguna layanan, lalu ketiga mengenai sistem informasi pelayanan publik misalnya melalui media elektronik maupun pamflet, keempat sarana fasilitas seperti toilet, ruang tunggu dan meja atau loket pelayanan, lalu kelima pelayanan khusus, yakni ketersediaan sarana dan prasarana khusus bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus.

“Ini yang sama sekali masih kurang di Kabupaten Mamuju, yaitu sarana bagi pengguna layanan yang berkebutuhan khusus. Apalagi yang kantornya bertingkat, ini mesti diperhatikan. Kalau memang fasilitas belum bisa diadakan, paling tidak ada loket dekat pintu masuk, lalu si pegawai yang menguruskan. Jadi pengguna layanan yang berkebutuhan khusus ini tidak harus lagi keliling kantor sampai naik turun tangga,” cetusnya.

Selanjutnya variabel keenam yaitu pengelolaan pengaduan, ketersediaan sarana pengaduan seperti sms, telepon, email dan sebagainya, serta ketersediaan proses pengaduan tersebut. Lalu yang ketujuh, tersedianya penanggung jawab pengelola pengaduan, selanjutnya ada penilaian kinerja misalnya tingkat kepuasan pengguna layanan. Lalu terakhir ialah atribut oleh pelayan masyarakat mislanya penggunaan id card.

Mengetahui beberapa variabel tersebut, Habsi mengaku akan lebih sering melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kesiapan pelayanan yang ada di OPD lingkup pemerintah kabupaten Mamuju. Tak lupa ia mengingatkan para kepala OPD untuk melihat variabel penilaian tersebut dengan situasi di kantor masing-masing. Ia berpesan, agar kepala OPD bersikap serius membenahi pelayanan yang ada demi terpenuhinya kebutuhan layanan masyarakat di Kabupaten Mamuju. (*/Naf)