Garis Tipis Etika dan Moral

Wacana.info
Nur Salim Ismail. (Foto/Istimewa)

Oleh: Nur Salim Ismail

Ketika seorang mengendarai motor tanpa menggunakan helm, ia bakal dianggap telah melakukan pelanggaran. Ketika seorang tetangga meminta tolong memperbaiki kabel listrik di rumahnya, itu juga berpotensi ditangkap sebagai tindakan sepihak dan melawan hukum. 

Juga ketika Front Pembela Islam (FPI) disorot habis karena dianggap telah bertindak melampaui kewenangan. Sebuah ormas yang selama ini dituding telah mengambil alih tugas polisi. Atau seorang satpam yang penuh semangat bertindak atas nama niat baik untuk menyampaikan pesan Tuhan; walau satu ayat saja. 

Sebab ia paham betul tugasnya sebagai khaira ummah, sebaik baik umat yang ditugaskan untuk menyerukan amar makruf nahi munkar. Kasus demi kasus di atas memiliki kaitan dengan dua istilah yang sering disamakan arti dan maknanya; moral dan etika. Padahal dua hal ini punya arti yang berbeda, satu sama lain. 

Moral sering dimaknai sebagai akhlak yang sesuai dengan aturan sosial menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku. (Chaplin, 2006). Sementara Hurlock (1990) menyebut bahwa moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. 

Bukan hanya sampai di situ, moral juga bagi Zainuddin Saifullah, merupakan suatu tendensi rohani untuk melakukan standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dalam masyarakat. Sedangkan etika, lebih menyorot pada aspek studi terhadap moral. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles, filosof Yunani. Moral merupakan kewajiban mutlak yang mesti dimiliki oleh manusia. Sedang etika tidak mutlak. 

Sebaliknya, etika kurang tepat jika disebut untuk seseorang yang melakukan perbuatan baik. Sebab etika mengarah pada studi. Sedangkan moral menjurus pada aspek sifat manusia. Perbedaan lainnya, moral bersifat normatif imperatif. 

Sementara etika bersifat normatif sistematis. Karena itu, di banyak kesempatan, kalangan masyarakat awam lebih mudah menonjolkan kecakapan moral daripada kesanggupan menjalankan etika. 

Pada kasus helm di atas, sungguh bukan merupakan tindakan melanggar moral. Melainkan dari sisi etika, telah dikategorikan sebagai tindakan tidak etis. Pun pada kasus listrik. Secara moral kita diwajibkan membantu sesama manusia. 

Namun standar itu tidak cukup. Sebab ada aturan yang menata seluruh tatanan kehidupan ini. Anda akan ditangkap selaku aktor pengrusakan sarana listrik dalam negeri. Sama halnya dengan tindakan FPI yang melakukan upaya penghakiman sepihak. Semangat moralnya baik. Hendak menghilangkan kemaksiatan di muka bumi. 

Tapi secara etika, FPI salah kamar. Termasuk pada seorang satpam yang sangat menggebu-gebu menyerukan perintah amar makruf dan nahi munkar. Niat tulusnya sungguh luar biasa. Namun jangan lupa, ini pun salah kamar. Sebab jika ditilik dari sisi etika, bukan tugas seorang satpam berdiri sebagai tukang khutbah. 

Ruang itu hanya patut dipangku oleh mereka yang memang mumpuni. Garis Batas Etika dan Moral ini pada akhirnya hanya akan berlaku jika manusia kukuh pada watak ketawadhuan; tahu diri dan tahan diri.

Salama'ki....

Sese, 27 Desember 2017