Pilkades Aroma Pileg, Rasa Pilkada
Oleh: Asri Hamid
Senin kemarin, hujan dengan intensitas tinggi seharian mengguyur Mamuju. Dingin, pasti. Tapi suhu politik gelaran Pilkades lebih dari cukup untuk membuat seatero Mamuju merasakan panasnya persaingan menuju kursi Kepala Desa.
Digelar Secara serentak, ada 41 desa yang menggelar Pilkades di Mamuju. Setelah sebelumnya para balon Kepala Desa telah menuntaskan kampanyenya, lengkap dan mobilisasi massa. Tak jarang juga yang diketahui membawa tokoh politik lokal dalam perhelatan pesta demokrasi di desa.
Kita semua mahfum bahwa Pilkades jauh berbeda dengan Pileg, bukan pula apalagi dengan Pemilukada lebih-lebih Pilpres yang melibatkan unsur partai politik sebagai pengusung. Namun faktanya, para elit politik lokal terbilang cukup antusias hingga turun gunung untuk memenangkan kandidatnya pada gelaran Pilkades, pesta demokrasi 6 tahunan itu.
Pilkades merupakan pemilihan figur calon pemimpin Desa yang melibatkan seluruh unsur masyarakat Desa dalam menentukan nasib Desanya dalam rentang waktu 6 tahun mendatang. Kepala Desa merupakan pemimpin tertinggi dari pemerintahan Desa, itu sesuai Undang-Undang Desa No.6 tahun 2014.
Meski seorang Kepala Desa bukanlah pejabat Negara, namun ajang Pilkades selama ini hampir pasti selalu berlangsung meriah. Tak jarang di antaranya berjalan memanas dan bahkan ada yang berakhir ribut.
Tidak sedikit desa yang memiliki calon Kepala Desa lebih dari ketentuan yakni 5 orang. Itu membuat seleksi calon wajib dilakukan. Para calon pun mesti melewati serangkaian tes. Ada yang gugur, pasti. Di titik itu, tak jarang muncul kontroversi dan protes bagi yang tidak lolos. Di lain sisi, ada juga Desa yang jumlah calon Kepala Desanya sangat minim, hingga 'head to head' di Pilkades tak bisa dihindari.
Memang Kepala Desa bukan pejabat Negara. Tapi posisi itu tetap mengandung nilai strategis hingga jadi primadona bagi rakyat maupun politisi yang hampir pasti punya kepentingan di dalamnya.
Coba bayangkan, sebagai seorang Kepala Desa, selain cukup punya nilai gengsi yang tinggi di tengah masyarakat, perhatian yang cukup besar dari pemerintah pusat untuk pembangunan masyarakat Desa lewat gelontoran anggaran bernilai fantastis juga jadi alasan para figur calon Kepala Desa hingga rela melakukan beragam upaya memenangkan pertempuran politik di di desa.
Sebagai seorang pemimpin tertinggi di wilayahnya masing-masing, seorang Kepala Desa punya 'power' dalam menentukan arah pemerintahan Desa. Termasuk dalam urusan politik. Kepala Desa dianggap punya 'bairgaining' dalam menentukan pilihan politik bagi masyarakatnya.
Pileg 2018, serta Pemilukada Mamuju setelahnya akan tentu jadi terget paling dekat bagi para elit politik lokal Mamuju yang 'bermain' di Pilkades kemarin.
Pemilukada Mamuju terhitung masih lama. Tapi aromanya kini mulai semerbak. Info yang penulis peroleh menyebutkan, sebagian besar calon Kepala Desa merupakan titipan anggota legislatif, atau para calon anggota legislatif, bahkan titip bakal calon Kepala Daerah Mamuju di masa mendatang.
Sebagai satuan pemerintahan paling kecil, desa punya pengaruh besar dalam setiap kontestasi politik. Pemerintahan Desa merupakan ujung tombak pendekatan pelayanan masyarakat secara langsung. Mungkin karena alasan itu juga hingga para elit politik lokal dan calon Kepala Daerah merasa dirugikan jika memandang Pilkades ini sebagai momentum yang biasa-biasa saja. (*)