Polemik Struktur BUMD Sulbar, Hatta Bilang Legislatif dan Eksekutif Mesti Duduk Bersama

MAMUJU--Praktisi hukum, Hatta Kainang menjelaskan, perlu adanya kajian mendalam soal kemungkinan untuk merevisi Perda No 9 Tahun 2009. Menurutnya, regulasti tersebut sudah tak lagi relevan dengan Undang Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Hal itu ia sampaikan terkait ribut-ribut soal struktur kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Bagi saya, regulasi soal BUMD Sulbar dalam hal ini Perda No 9 Tahun 2009 mesti direvisi. Kondisinya sudah tidak up date karena amanat Pasal 402 Ayat 2 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memberikan jangka waktu 3 tahun kepada daerah untuk menyesuaikan aturan atau Perda terkait Perusda," sebut Hatta, Senin (23/10).
Pengacara kawakan itu berharap, eksekutif dan legislatif Sulawesi Barat mesti duduk bersama untuk membicarakan hal di atas.
"Hal ini harus dilaksanakan oleh Pemprov dan DPRD. (Sebab) dalam Perda No 9 Tahun 2009 tentang BUMD Sulbar, sama sekali tidak memberikan ruang kepada DPRD terkait gerak dan fungsi BUMD. Fungsi chek and balance DPRD hilang. Padahal ini penting untuk menyamakan presepsi. Jangan melihat lain fungsi DPRD, karena DPRD ada unuk melakukan kontrol," jelasnya.
Seperti diberitakan, struktur kepengurusan BUMD Sulawesi Barat belakangan disoal publik. Pasalnya, SK Gubernur tentang pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris BUMD Sulawesi Barat tanggal 16 Oktober dianggap melanggar Undang-Undang.
Munculnya nama dua Bupati; Agus Ambo Jiwa dan Andi Ibrahim Masdar di jajaran kepengurusan BUMD dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
"Wah, itu Kepala Daerah yang masuk (jajaran BUMD) bisa kena sanksi sesuai Pasal 77 Undang Undang Pemda. Kepala Daerah yang memasukkan, itu bagian koreksi dari DPRD dan Mendagri," lanjut Hatta.
"Iya sudah tidak relevan (Perda No 9 Tahun 2009 dengan Undang Nomor 23 Tahun 2014). Mungkin karena terburu-buru. Ini bagian dari kritik membangun dari saya," pungkas Hatta Kainang. (Naf/A)