Mulailah Dari yang Kita Bisa

Wacana.info
Ilustrasi. (Foto/AlexBrylov/Kompas.com)

Tahun 1994 saat baru lulus kuliah, saya bekerja sebagai junior field engineer di lapangan minyak. Perusahaan tempat saya bekerja adalah anak perusahaan Pertamina, bisnisnya logging. Apa itu logging? Kerjanya mengumpulkan data fisik sumur minyak. Pekerjaan kami adalah melakukan berbagai pengukuran fisika terhadap sumur, seperti hambatan listrik, porositas, radiasi sinar gamma, dan sebagainya.

Data itu akan dipakai untuk menganalisa keadaan sumur. Tujuan utamanya untuk memastikan ada atau tidaknya minyak. Kalau ada, pada kedalaman berapa. Dari mana tahunya? Misalnya dari hasil pengukuran hambatan listrik. Air punya hambatan lebih rendah dari minyak. Kalau kita ukur hambatan listriknya pada seluruh sumur akan kita dapatkan hambatan rendah. Kalau di suatu kedalaman tertentu ada tempat dengan hambatan tinggi, mungkin di situ terdapat minyak.

Pengukuran porositas memberi informasi apakah bebatuan di bawah sana padat, atau kopong (porous). Kalau padat, akan menyulitkan untuk memompa minyak ke atas. Kalau kopong, maka minyak akan lebih mudah dipompa.

Kalau sudah dipastikan ada minyak pada kedalaman tertentu, maka dinding sumur akan ditutup dengan semen. Ada perusahaan yang punya keahlian melakukan ini. Di tahap akhir, hanya pada kedalaman di mana terdapat minyak dinding semen itu akan dilubangi. Melubangi ini dilakukan dengan peledak. Prosesnya disebut pervorasi. Ini pun jadi pekerjaan kami.

Pekerjaan seperti itulah yang dilakukan. Waktu itu perusahaan memakai teknologi Schlumberger. Dalam training saya membaca sebuah makalah yang ditulis Schlumberger bersaudara tahun 1930 tentang teknologi logging yang mereka pakai saat itu. Makalah itu membuat saya terkesima.

Yang mereka lakukan saat itu mirip dengan tukang sumur di kampung. Peralatan yang dipakai sangat sederhana, khususnya bila dibandingkan dengan peralatan yang saya pakai, 60 tahun kemudian.

Tapi engineer zaman sekarang mungkin akan merasakan hal yang sama kalau melihat peralatan yang saya pakai saat itu. Masih memakai teknologi generasi 80-an, program komputer untuk menggerakkan alat ukur masih disimpan dalam bentuk pita magnetik yang digulung. Adakah engineer sekarang yang pernah melihat pita magnetik?

Menurut cerita kawan saya yang bekerja di lapangan minyak, proses pengukuran logging kini sudah bisa dilakukan bersamaan dengan proses pengeboran. Hasilnya dikirim secara real time ke kantor perusahaan minyak. Kami dulu harus memindahkan data hasil pengukuran ke film, yang harus dicuci di tempat itu juga. Untuk keperluan ini di dalam ruang truk peralatan tersedia ruang gelap untuk mencuci film.

Apa makna cerita ini? Hal canggih yang kita lihat sekarang dimulai dari hal-hal yang sangat sederhana.

Ada cerita lain dengan makna yang sama. Sepuluh tahun yang lalu saya bekerja di industri plastic molding injection. Ini adalah industri yang bekerja mencetak berbagai komponen plastik. Mulai dari peralatan rumah tangga seperti cangkir plastik, komponen otomotif untuk sepeda motor dan mobil, komponen elektronik, bahkan komponen pesawat terbang, banyak yang dicetak dengan metode ini.

Bagaimana caranya? Secara sederhana, bijih plastik (plastic resin) dilumerkan pada suhu tinggi, kemudian disuntikkan dengan tekanan tinggi ke dalam cetakan (mold), kemudian didinginkan. Di dalam cetakan itu plastik cair akan menempati ruang kosong, kemudian mengeras, menghasilkan komponen plastik dengan bentuk yang diinginkan.

Salah satu perusahaan penghasil mesin injeksi ini bernama Nissei, pusatnya di Nagano, Jepang. Saya pernah ikut training ke sana, kemudian melihat museum perusahaan ini. Di situ dipamerkan mesin-mesin generasi awal yang dibuat tahun 1950-an. Yang saya lihat lagi-lagi adalah mesin-mesin sederhana, di antaranya digerakkan dengan tenaga manusia.

Kesan yang sama juga saya dapatkan ketika berkunjung ke museum Toyota di Nagoya.

Semua teknologi yang kita nikmati sekarang dimulai dari yang sederhana. Teknologi tidak dibuat untuk mengejar kecanggihan, tapi untuk mencapai tujuan. Untuk menyelesaikan masalah.

Schlumberber ingin mengukur parameter sumur. Maka mereka buat alat yang bisa dipakai untuk keperluan itu, dari apa yang mereka miliki saat ini. Mereka ciptakan sesuatu yang belum ada, tapi basisnya adalah dari apa yang ada di sekitar mereka.

Dengan cara itulah teknologi dihasilkan. Dari tempat seseorang berdiri di suatu saat, ia maju selangkah. Dari situ ia maju selangkah lagi. Setelah berpuluh tahun, ia sudah maju sekian ratus kilometer. Ia sudah jauh meninggalkan titik tempat ia mulai tadi.

Di situ poin pentingnya. Kalau kita ingin melakukan sesuatu, mulailah dari yang kita punya, dari yang kita bisa. Jangan berangan-angan tentang sesuatu yang hebat dan besar, menunggu kita punya itu. Akhirnya kita tidak pernah mulai.

Kalau kita menghadapi masalah, selesaikan dengan cara yang kita bisa, dengan sumber daya yang kita punya. Jangan berharap atau berandai-andai dengan sesuatu yang canggih atau ampuh, dan kita tidak kunjung bergerak untuk menyelesaikan masalah.

Ini terdengar seperti rumusan yang sangat sederhana. Tapi di dunia ini mungkin ada puluhan atau ratusan juta manusia yang tidak melakukan keinginan mereka, karena mereka tidak memulai. Mereka menunggu sesuatu, yang tidak pernah datang. Padahal sesuatu itu akan mereka dapatkan kalau mereka memulai.

Anda mau mulai berbisnis, mulailah dengan modal yang ada. Jangan menunggu ada bank yang beri kredit sekian milyar baru akan mulai. Mau menulis buku atau artikel, mulailah dengan kata pertama yang ada di pikiran.

Mau menikah, menikahlah dengan yang mau sama Anda. Ada begitu banyak orang yang tak kunjung menikah karena mengharapkan calon pasangan impian yang tak wujud di ruang nyata. (*/Naf)

Sumber: Hasanuddin Abdurakhman/Kompas.com