‘Ribut-Ribut’ Paskibraka Dibincang di DPRD
MAMUJU--DPRD Mamuju menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga serta perwakilan dari Hipermaju, Selasa (29/08).
RDP tersebut merupakan upaya DPRD untuk membuka sekaligus mencari akar masalah seputar ribut-ribut anggran Pasukan pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2017.
"Tidak ada tujuan untuk saling memojokkan, atau mencari kesalahan. Kita ingin menyampaikan ke puiblik bahwa kondisinya seperti apa sebenarnya. Menyampaikan ke publik apa yang sesungguhnya terjadi, itu yang jadi tujuan kita adakan RDP ini," sebut Ketua Komisi III DPRD Mamuju, Iksan Syarif di awal rapat.
Seperti diberitakan, anggaran Paskibraka belakangan disoal publik. Itu bermula saat biaya transportasi yang 'hanya' sebesar Rp. 100 Ribu diberikan ke masing-masing anggota Paskibraka. Hal tersebut kemudian diributkan utamanya di sejumlah media sosial.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Mamuju, Hj. Murniani menjelaskan, besaran biaya transportasi yang diberikan itu memang telah sesuai dengan perencanaan anggaran untuk rekruitmen dan pelatihan Paskibraka Mamuju.
"Di DPA itu tidak ada honor. Yang ada di itu dimasukkan ke item transport sebesar Rp. 140 Ribu. Saya akui bahwa dana kita terbatas, beda dengan daerah lain karena itulah kondisinya. Yang jelas tidak ada kesengajaan untuk tidak mengakomodir semua itu," jelasnya di di tengah rapat.
Secara detail, Kepala Bidang Pemuda dan Olahraga, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Mamuju, Zulfadly Rasyid menyebut, jumlah anggaran untuk melaksanakan kegiatan Pasibraka di 2017 sebesar Rp. 269.528.000. Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai 2 item kegiatan; seleksi Paskibraka, serta pelatihan Paskibraka.
Dicecar pertanyaan seputar penganggaran Paskibraka Mamuju, Zul, begitu ia akrab disapa menjelaskan, pada proses perencanaan penganggaran, pihaknya tidak memiliki keyakinan penuh perihal kewenangan pelaksanaan kegiatan Paskibraka. Apakah masih menjadi tanggungjawab kabupaten, atau sudah dialihkan ke pemerintah provinsi.
"Kami saat itu belum bisa menyimpulkan apakah Paskibraka dapat diakomodir di kabupaten terkait dengan adanya aturan tentang pengalihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi. Karena syarat untuk jadi Paskibraka itu harus SMA, SMK dan sederajat. Itu yang menjadi alasan kami makanya kami menganggap Paskibraka itu sudah bukan kewenangan kami," urainya.
Juga berdasarkan aturan yang ada, kata Zul, pihaknya tidak memasukkan item honorarium ke dalam perencanaan penganggaran Paskibraka.
"Honor kita tidak masukkan. Hanya memasukan biaya transportasi yang semuanya diatur dalam acuan perencanaan anggaran. Kalau ada daerah lain yang memasukan transportasi jauh lebih tinggi, kami tidak tahu apa dasarnya," sambungnya.
Di RDP hari itu juga terungkap bahwa sesungguhnya Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Mamuju telah menyusun perencanaan anggaran sebesar Rp. 152 Juta untuk item kegiatan seleksi Paskibraka.
Hanya saja, karena kesimpangsiuran soal kewenangan antara pemerintah kabupaten dan provinsi di atas, akhirnya rencana anggaran tersebut tak dimasukkan ke dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) terlebih lagi untuk diakomodir ke dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). (Naf/A)