Junda Maulana di Puncak Karir ASN (Bagian IV; Terakhir)
Laporan: Lukman Rahim
Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka melantik Junda Maulana sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat, Senin (10/11). Setelah melalui proses seleksi yang panjang, Junda Maulana yang mantan Kepala Bapperida Provinsi Sulawesi Barat itu akhirnya resmi menyandang status 'DC 6'.
===
Satu geng pemuda di salah satu kompleks perumahan di Makassar. Mereka tumbuh bersama, saling mendukung dan berbagi mimpi. Siapa sangka, dua di antara mereka kelak menjadi pejabat teras di Sulawesi Barat.
Satu pagi tahun 1990-an. Empat pemuda memanggil nama Junda Maulana di depan rumahnya. Suaranya riang, penuh semangat yang belum mengenal lelah. Mereka datang membawa kabar, pendaftaran Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) telah dibuka.
Saat itu mereka baru saja menamatkan jenjang pendidikan SMA. Sahabat-sahabatnya datang untuk mengajaknya, Junda akhirnya ikut mendaftar. Rezeki tak ke mana, dua di antaranya dinyatakan lulus; Junda Maulana dan Abdul Wahab Hasan Sulur. Nama kedua kini menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Barat.
Wahab adalah sahabat yang paling gigih meyakinkan Junda agar menempuh pendidikan kepamongprajaan. Dari ajakan di depan rumah itulah, keduanya menapaki jalan pengabdian panjang sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Tanah Malaqbi, Sulawesi Barat.
Langkah awal Junda dimulai di Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju. Sebuah tempat yang kelak mengajarkannya arti kesetiaan pada tugas dan pengabdian yang tulus.
Tahun demi tahun, dari satu tugas ke tugas lain, Junda berjalan dengan cara yang sama; tenang, tidak banyak bicara, namun selalu selesai pada apa yang ia mulai.
Dari ketekunan itu, suatu masa ia dipercaya menjadi pejabat Bupati pertama di Kabupaten Mamuju Tengah; Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran Kabupaten Mamuju di Desember 2012.
Namanya muncul sebagai kandidat terkuat untuk mengisi pucuk pimpinan sementara di daerah tersebut. Ia menjadi satu-satunya figur yang disepakati dan disetujui oleh Gubernur saat itu, Anwar Adnan Saleh, bersama Suhardi Duka yang kala itu menjabat sebagai Bupati Mamuju dan sejumlah tokoh masyarakat.
Meski sempat diliputi rasa ragu karena beratnya amanah, dukungan dari banyak pihak bikin Junda menerima tugas itu.
"Tidak pernah kepikiran itu bagi saya, bahwa mau jadi Pj bupati, tidak pernah. Saya membangun merencanakan kantor Camat Tobadak itu yang besar atas arahan pak SDK (Suhardi Duka), tapi tidak ada pikiran saya. Tidak tahu dimana, tiba-tiba saya diusul," kata Junda Maulana.
Sebagai Pj Bupati Mamuju Tengah, ia diberi tugas untuk menyusun kelembagaan, mempersiapkan pelaksanaan pemilihan, mengisi keanggotaan DPRD. Di masa Junda pula, logo daerah, termasuk mars pemerinta Kabupaten Mamuju Tengah lahir.
"Melalui kebijakan saya membagi anggaran ke desa. Belum ada anggaran dana desa saat itu. Saya berani memberikan anggaran Rp 200 Juta perdesa. Peruntukannya saya minta, pertama, bangun kantor desa karena banyak yang tidak ada kantor desanya," ungkap dia.
Perjalanan karir Junda terus bergerak. Menapaki jabatan strategis di pemerintahan dari Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Asisten Ekonomi dan Pembangunan, Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan Daerah hingga akhirnya menduduki puncak karir sebagai seorang ASN di kursi Sekretaris Daerah provinsi Sulawesi Barat.
Di setiap jabatan itu, ia menyebut satu nama yang menjaga ketenangan batinnya; Nurwaty Nuin, istrinya.
Junda menggabarkan Nurwaty bukan sebagai sosok yang keras bersuara. Sang istri, kata Junda ibarat tiang rumah yang senyap namun kukuh menopang.
"Suatu kebahagiaan bagi saya, istri saya ini tidak rewel, dia mandiri orangnya, bekerja sebagai ASN itu agar keliatan (hasil kerja) itu harus purna waktu. Istri saya tidak pernah mengeluh dan dia mampu untuk mengurus keluarga. Jujur saja kalau istri saya orang yang posesif dia pasti mengeluh karena waktu saya lebih banyak di luar rumah," terang Junda.
"Peran istri saya sangat-sangat besar. Istri saya juga tidak pernah masuk mencampuri urusan kantor," Junda menegaskan.
Penentu Arah di Setiap Tugas
Dalam memimpin organisasi, Junda memegang beberapa prinsip yang ia jalani tanpa banyak suara. Baginya, setiap persoalan tidak boleh dipandang sepotong-sepotong; harus dilihat utuh agar keputusan yang lahir benar-benar menyentuh akar.
Prinsip berikutnya adalah membangun kerja sama. Satu orang tak pernah cukup untuk membawa perubahan. Dan di tengah perkembangan zaman, ia memilih untuk tidak tertinggal; teknologi harus dimanfaatkan, bukan dihindari.
Di luar semua itu, ia percaya pada dua hal yang menjaga langkahnya tetap lurus; integritas dan kemauan untuk terus belajar.
Tiga puluh dua tahun sudah Junda Maulana mengabdi di Sulawesi Barat. Waktu yang bukan hanya menandai perjalanan karir, tapi bentangan panjang perjalanan hidup yang mengisi lebih dari setengah usianya.
Dari tempat-tempat terpencil hingga ruang-ruang strategis pemerintahan, banyak yang ia pelajari. Tak sedikit yang ia tinggalkan sebagai jejak.
Kini, setelah sampai pada posisi tertinggi yang bisa dicapai seorang ASN, Junda tidak menginginkan sorotan apa pun. Ia hanya ingin tetap bekerja untuk daerah ini, daerah yang ia datangi pertama kali sebagai pemuda yang belum banyak mengetahui isi semesta, lalu perlahan menjadi rumah yang membesarkannya hingga hari ini.
Ia ingin meninggalkan warisan kecil yang bertahan lebih lama dari masa jabatannya. Bukan bangunan megah atau program yang riuh, tetapi jejak tentang bagaimana bekerja dengan tenang, memimpin dengan hati, dan tetap setia pada tujuan sejak hari pertama ia diterima sebagai abdi negara.
"Kecintaan saya pastilah kecintaan saya kepada Sulawesi Barat. Kalau saya disuruh pilih pensiun dimana, ya di sini. Inilah rumah pensiun saya nanti, Insyaallah," Junda Maulana Menutup.
Selesai









