Humaniora

Membincang Urgensi Perlindungan dari Intimidasi dan Kekerasan Sosial bagi Remaja

Wacana.info
(Foto/Yayasan Karampuang)

Laporan: Dian Hardianti Lestari

MAMUJU--Remaja merupakan kelompok usia yang berada pada fase perkembangan penting, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Di sisi lain, mereka menyimpan kerentanan terhadap tindakan kekerasan seksual yang angkanya masih cukup tinggi, entah itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun ruang digital.

Merujuk ke data Komnas Perempuan dan KPAI, kasus kekerasan seksual pada anak dan remaja terus meningkat setiap tahunnya. Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) mencatat, lebih dari separuh kasus kekerasan terjadi pada anak dan 34,27 Persen pada anak berusia 13-17 tahun. Sementara berdasarkan pendidikannya, korban yang berada pada jenjang SMA tercatat paling
banyak menjadi korban kekerasan seksual.

Diskursus di atas, juga jadi perbincangan serius di Provinsi Sulawesi Barat. Terlebih jika mempertimbangkan dampak buruk dari aksi intimidasi maupun kekerasan sosial bagi masa depan remaja, baik dari segi kesehatan fisik, kesehatan mental, pendidikan, maupun partisipasi sosial.

Untuk meretas kasus kekerasan seksual bagi remaja, dibutuhkan langkah serius dan berkelanjutan. Serangkaian aksi pendampingan serta peningkatan kapasitas bagi remaja jadi salah satu ikhtiar dalam mengurangi risiko kekerasan seksual, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun ruang digital. 

Dengan kapasistas mempuni, kalangan remaja diharapkan mampu memahami hak-haknya atas perlindungan, mengetahui bentuk-bentuk kekerasan seksual, termasuk di ranah digital, menguatkan keterampilan perlindungan diri, serta mampu menjadi agen perubahan dilingkungan
sekolah dan komunitas masing-masing.

Yayasan Karampuang punya concern yang besar untuk isu di atas. Dari sanalah lahir gerakan 'Perisai Remaja' (Perlindungan dari Intimidasi dan Kekerasan Seksual bagi Remaja). Secara umum, Perisai Remaja mewujud dalam bentuk serangkaian edukasi secara langsung ke remaja tingkat SMA/sederajat.

Program tersebut telah dilaksanakan di tiga lokasi berbeda di Kabupaten Mamuju; gedung mini teater Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Mamuju, Sabtu (25/10), SMKN 1 Tapalang, Rabu (12/11), serta SMAN 1 Kalukku, Kamis (13/11). Puluhan pelajar SMA/sederajat berusia 15–18 tahun dari berbagai sekolah di Kecamatan Mamuju, Simboro, Tapalang, Tapalang Barat, dan Kalukku terlibat pada program 'Perisai Remaja'.

(Foto/Yayasan Karampuang)

"Kegiatan ini sekaligus jadi ruang penting bagi remaja dalam belajar mengenali, mencegah, dan berani bersuara terhadap kekerasan seksual. Kegiatan seperti ini bukan hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membangun kesadaran bahwa setiap remaja berhak atas rasa aman dan saling menghormati. Harapannya, para remaja dapat menjadi perisai bagi diri sendiri dan teman sebayanya, berani melindungi, berani bersuara, dan bersama menciptakan lingkungan yang aman, ramah, serta bebas dari kekerasan di Mamuju," ujar Ahmad Martono, Direktur Yayasan Karampuang dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/11).

Serangkaian titik pelaksanaan 'Perisai Remaja' memuat tujuan meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan kesadaran remaja SMA/sederajat di Kabupaten Mamuju dalam melindungi diri serta berperan aktif dalam pencegahan kekerasan seksual.

Di sana juga ada edukasi terkait jenis-jenis kekerasan seksual dan dampaknya bagi korban, membekali remaja dengan keterampilan dasar dalam mengenali situasi berisiko dan cara melindungi diri, menumbuhkan sikap peduli, saling menghormati, serta keberanian untuk melapor jika mengalami atau mengetahui kasus kekerasan seksual. Serta membentuk jejaring antarremaja SMA/Sederajat sebagai bentuk perlindungan remaja di Mamuju.

"Perasaan saya mengikuti kegiatan ini, saya sangat senang. Di sini saya belajar hal baru, lebih tahu bagaimana cara menjaga diri dan lebih tahu tentang kejadian-kejadian mengenai kekerasan seksual dan bagaimana kita menghindarinya," Masyha Artilla, Ketua Osis SMAN 1 Kalukku dalam testimoninya. (*/Naf)